18. Tidak Terima

2.6K 254 9
                                    

Roti isi selai stroberi adalah rasa yang paling dibenci Hildan. Ia sangat benci stroberi seperti ia membenci tokoh antagonis dalam serial aksi di sebuah platform online. Ia benci stroberi hingga sampai batas toleransi makanannya. Pokoknya, stroberi itu sudah seperti musuh alami lelaki itu. Berada diurutan paling bawah dalam daftar makanan yang ingin ia makan.

Semua orang yang mengenalnya dengan baik pasti tahu seberapa benci Hildan pada buah berbintik itu. Namun, saat ini di depannya justru teronggok roti dengan perisa stroberi. Terlebih lagi, dua bungkus! Dua bungkus berperisa sama! Dan yang paling mengherankannya adalah roti itu diberikan oleh seorang gadis yang selama ini sangat tahu apa yang ia suka dan apa yang ia benci.

Belum lagi dengan sikapnya yang berteriak tiba-tiba dan pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Hildan. Hildan yang terlalu bingung hanya bisa terdiam kaku hingga punggung gadis itu menghilang di ambang pintu. Kakinya ingin bergerak mengejar, tapi rasa nyeri akibat tendangan Nati menghentikannya. Akhirnya Hildan kembali duduk dan memutuskan untuk berbicara secara serius pulang sekolah nanti. Toh, Mayuno menumpang mobilnya.

"Apa dia lagi tukar jiwa sama orang lain?" gumam Hildan pada udara kosong.

Matanya beralih memicing ke arah dua bungkus roti yang menggembung gemuk, menampilkan gambar roti berisi selai lumer berwarna merah yang tampak menggugah selera itu dengan kernyitan tak suka. "Kalian berdua, mohon maaf. Tapi kalian harus aku oper ke Putra."

Bukannya Putra suka stroberi, tapi lelaki itu tidak pemilih soal makanan.

Ia mengambil dua bungkus roti yang tidak diinginkan itu dan menaruhnya di meja Putra yang berada di belakang mejanya lalu kembali duduk di kursinya. Melamun.

"Udah selesai?"

Suara Putra membuat Hildan menoleh ke ambang pintu bagian belakang. Lelaki berkacamata itu masuk dengan santai sambil memainkan ponsel, lalu duduk di mejanya sendiri. "Cepet juga."

Hildan hanya bergumam sebagai jawaban. Pikirannya mulai terganggu oleh perubahan sikap Mayuno yang mendadak. Harusnya, harusnya gadis itu saat ini akan mencoba meminta maaf, bahkan mungkin saja akan membujuk dirinya jika Hildan tetap bungkam. Bukannya melempar, tidak itu berlebihan, menaruh sesuatu yang ia benci lalu melesat pergi begitu saja. Jika diingat kembali, sejak semalam juga Mayuno tidak pernah mengirim pesan atau menelponnya.

Apa yang ia rencanakan? Apa ini cara tarik ulur jenis baru? Reverse psychology? Bukannya melakukan apa yang disukai pasangannya melainkan sebaliknya?

Hildan meremas rambutnya.

Sikap Mayuno juga tidak konsisten. Kadang gampang kesal, kadang manja, dan pada suatu waktu ia terlihat lebih tenang.

Dalam hal manja juga Hildan menyadari, kalau itu terasa dipaksakan. Tidak natural sama sekali, seperti bukan Mayuno. Sebagai lelaki yang sering berganti pasangan, Hildan bisa merasakan perbedaan sikap itu.

Namun, Hildan sebenarnya saat ini juga masih kesal kepada Mayuno. Bagaimana bisa gadis itu hanya melihat bahkan setelah ia meminta tolong? Tidak adakah rasa iba di hatinya melihat kaumnya sendiri dianiaya? Dia sendiri bukanlah orang yang berjiwa sosial tinggi, tapi sangat tidak suka melihat kekerasan di depan mata. Itu membuatnya tidak nyaman.

"Jadi, udah kamu maafin dia? Sebenernya aku pikir dia nggak perlu minta maaf ke siap pun karena nggak sepenuhnya salah," ujar Putra membuyarkan lamunan Hildan.

Tidak suka dengan pendapat yang bertentangan dengannya, Hildan merespon agak ketus. "Apa maksud kamu?"

"Kamu bilang dia sempet ngelirik ke gengnya, 'kan? Aku denger cewek yang dipukul Kak Neti itu orang yang jadi bahan bulian Sien. Mayuno satu geng sama Sien. Jadi mungkin dia dapet tekanan secara nggak langsung."

Mayuno The FiguranWo Geschichten leben. Entdecke jetzt