21. Klub Drama (2)

2.1K 222 8
                                    

Ruangan itu menjadi sunyi, semua pasang mata tertuju pada tiga orang yang berdiri di dekat pintu masuk. Tak ada satu pun dariereka yang bersuara bahkan hanya sekedar berbisik, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Elang dan Mayuno saling melempar tatapan tajam satu sama lain, sementara Bella yang juga terkejut segera mengusap bahu Mayuno pelan.

"Sabar, Kak. Kak Elang nggak bermaksud buruk, kok."

Mayuno beralih menatap Bella yang terus mencoba menenangkan dirinya, dahinya berkerut dalam. Tidak bermaksud buruk? Apa maksudnya? Pertanyaan itu hanya bersuara di pikiran tanpa terucap. Diabaikannya ucapan Bella dan kembali beradu tatap dengan Elang.

Mata Elang bergulir ke kanan atas sembari menggigit bibir bawahnya dengan pongah, kemudian tertawa keras setelah mendengar ucapan gadis di depannya. "Kalian, liat?!" Elang merentangkan kedua tangan tak terlalu lebar, tubuhnya bergerak memutar perlahan, menyapu seluruh siswa di ruangan itu dengan matanya. "Dia bahkan masih nyoba membela diri! Bener-bener definisi sampah."

Tingkah Elang yang terlalu meledak-ledak itu menyebabkan reaksi beragam. Rata-rata dari mereka mengernyitkan dahi melihat lelaki itu.

"Jangan omong kosong. Aku nggak lagi membela diri. Justru aku udah menyiapkan diri buat minta maaf ke semuanya sejak kemarin. Aku sadar aku salah dan aku tulus mau memperbaiki sikap. Makanya aku juga nanya ke kamu salah aku apa. Biar semuanya jelas. Dan tolong berhenti ngatain aku sampah," ucap Mayuno sedikit berdusta untuk mengikuti arus. Karena meski ia tidak tahu apa yang pernah dilakukan pemilik tubuh asli ini, tapi setelah memperhatikan reaksi anggota klub yang lain, memang tidak bisa disangkal.

"Halah! Kamu yang omong kosong." Jari telunjuk Elang mengarah ke Mayuno, menunjuk wajahnya. "Kalo bukan membela diri, jadi mau disebut apa? Udahlah. Jangan munafik, akuin aja kalo kamu emang sampah. Aku kasian sama mama kamu yang harus ngurusin anak sampah kayak gini. Pantesan dulu dia ogah ngurusin sampe ditinggal di kampung. Ah ... atau mama kamu sama aja? Makanya dia di cerein." Elang terus mencemooh lawannya dengan suara keras.

Lagi dan lagi, kata sampah terus terucap dari mulut Elang. Mayuno menggigit bibir bawahnya, menahan emosi yang hampir meledak. Kata itu menusuk-nusuk ingatannya yang dipenuhi oleh tertawaan para orang dewasa yang tanpa belas kasih memukulinya, menendang, bahkan meludah seolah ia hanya seonggok sampah. Apa yang harus ia lakukan dalam situasi seperti ini? Diam? Menunggu pembelaan seseorang seperti yang sudah-sudah dan harus menelan kekecewaan?

"Lang, kayaknya kamu udah keterlaluan, deh," tegur seorang siswa.

"Keterlaluan?" Elang terkekeh, menoleh ke siswa itu. "Kamu nggak inget gimana sikap dia sebelumnya? Dia pernah ngatain kamu miskin, Ta."

"Ya, tapi jangan sampe bawa orang tua segala. Aku salah satu pasien mama dia, dan orangnya nggak seperti kata kamu. Jujur aja, ini bikin aku nggak nyaman."

"Sok baik! Udah diem! Jangan ikut campur kalo cuma mau ngejilat!" bentak Elang tak menggubris penuturan siswa bernama Rita itu. Ia beralih pada Mayuno lagi. "Heh, Sampah, kukasih tau, ya. Dunia ini bukan kamu pusatnya. Jadi jangan seenaknya. Ngerti? " Ia bertanya sambil membuka mata lebar dan mendekatkan wajahnya pada gadis itu. "Hah? Ngerti nggak?" tekannya lagi.

Oke, cukup. Diam atau mengalah bukan orang pilihan yang memuaskan untuk saat ini.

Mayuno mencubit hidungnya dengan jari telunjuk dan jempol, mundur tiga langkah guna menjaga jarak. "Mulut kamu bau, jadi kalo ngomong jangan deket-deket," ejeknya dengan suara agak sumbang, mengibaskan tangannya seolah tengah mengusir bau di udara.

Bella terkesiap, serta terdengar tawa tertahan dari beberapa orang di saat yang bersamaan.

Wajah Elang memerah, mengeras sebab merasa dipermalukan. Buku tangannya terkepal erat. Tidak disangka, Mayuno tidak terpancing oleh ejekannya barusan dan justru balik mengejeknya. "Ulangi lagi."

Mayuno The FiguranWhere stories live. Discover now