37. Nilai Diri

1.5K 200 14
                                    

Ulangan Tengah Semester telah tiba. Seminggu ke depan para siswa akan menguras otak, mengerahkan usaha terbaik untuk meraih nilai terbaik pula. Menguji pengetahuan yang diasah khusus untuk menghadapi minggu penuh tantangan ini.

Seperti kebanyakan kelas, kelas 10.D juga sangat hening, semua penghuni menutup rapat mulut mereka dan berkonsentrasi mengerjakan 30 soal pilihan ganda ditambah 10 soal esai. Ekspresi wajah mereka rata-rata berkerut serius, sesekali mengeluh, dan kadang tersenyum begitu mendapati soal yang bisa dijawab dengan yakin.

"Manusia ingin tetap hidup dan mempertahankan kelangsungan hidupnya yang hanya bisa dicapai melalui kerjasama dengan sesamanya. Faktor pendorong manusia untuk bekerjasama dengan manusia lain tersebut berdasarkan aspek ..." Mayuno menjeda kegiatan membaca tanpa suaranya, meneliti satu per satu poin jawaban tersedia.

Bibirnya langsung melengkung ke atas begitu mendapati jawaban yang tepat tanpa perlu menalar lebih jauh. "Biologis." Namun, tangannya terhenti saat ingin menyilang jawaban itu karena ucapan Freya beberapa hari lalu yang kembali melintas di kepala.

"May, tolong belajar bener-bener. Aku nggak mau kita pisah," katanya ketika Mayuno menumpang mobilnya ke rumah Hildan.

"Pisah, maksudnya?"

Freya yang awalnya bersandar sambil memejamkan mata menoleh, menatap Mayuno yang balas menatapnya bertanya. "Aku dilarang ngasih tau ini ke kamu, tapi aku nggak mau kita pisah. Jadi demi kamu, aku kasih tau," ia diam sejenak lalu melanjutkan, "Bianca mau ngeluarin kamu dari kelompok kalo nilai UTS kamu jelek."

Kini Mayuno yang terdiam. Mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Freya, memahami kalimat itu dengan seksama untuk meyakinkan diri kalau tidak sedang salah dengar.

"Kamu nggak mau itu terjadi, kan? Sekelompok sama Bianca itu bisa naikin derajat kamu yang biasa itu. Jadi kalo dikeluarin kamu yang bakal rugi," kata Freya lagi.

Mayuno langsung memalingkan wajah ke jendela samping, mendesah pelan yang diartikan Freya sebagai bentuk kegelisahan sehingga gadis itu juga ikut gelisah. Namun, Freya mencoba menenangkan Mayuno dengan tepukan di bahu.

"Aku paham, kok. Aku juga bakal gitu kalo jadi kamu. Nggak banyak yang bisa deket sama Bia. Apalagi dengan status kamu yang biasa aja. Aku tau semua usaha kamu sampe bisa berhasil gabung dan sekarang, kamu bakal dibuang." Freya terus berucap tanpa tahu gadis yang dikasihaninya sedang menggigit bibir bawahnya untuk menahan tawa, menahan kebahagiaan atas kabar itu.

"Jujur aja, aku nggak setuju sama Keputusan dia tapi aku nggak berani ngomong karena alasannya yang masuk akal."

Keinginan untuk tertawa sudah reda, berganti oleh rasa penasaran tentang alasan masuk akal yang dikatakan Freya. "Alasannya apa?" Mayuno bertanya seraya menoleh kembali.

"Kamu ... nggak punya nilai lebih."

Alis Mayuno terangkat, kurang lebih bisa menebak apa maksud nilai itu sendiri. Namun, ia harus bertanya untuk lebih memastikan. "Nilai?"

Freya mengangguk, terlihat keraguan samar di sorot matanya. "Kamu paham maksudnya, kan?"

Mayuno menggeleng meski ia sudah menebak jawaban apa yang akan didapat. "Enggak."

"Kamu mau tau?" tanya Freya.

Mayuno mengangguk. "Iya."

"Yakin?" tanya Freya lagi.

"Yakin." Mayuno menjawab mantap.

Freya menghembuskan napas panjang, meletakkan ponselnya di saku pintu mobil lalu memandang Mayuno yang duduk di sampingnya dengan iba.

Mayuno The FiguranWhere stories live. Discover now