29. Mencoba Berunding

1.7K 191 4
                                    

Makin sore, makin banyak pelanggan yang datang ke kafe bersama tujuan mereka masing-masing. Ada yang sekedar hanya ingin mengobrol dan ada juga yang menghadap laptopnya untuk bekerja. Sangat ramai sampai hampir semua tempat terisi termasuk meja-meja di luar ruangan.

Namun, meski ramai tapi tidak berisik. Tidak berisik bukan berarti tidak boleh mengobrol atau bercengkrama, tapi tidak menggunakan suara secara berlebihan seperti berteriak, tertawa terbahak-bahak, dan sebagainya. Itu semua demi kenyamanan bersama.

Musik pun tidak berhenti diputar sedari tadi, dari mulai pop, RnB, lalu sekarang jazz. Berbeda dengan musik pop sebelumnya yang mengajak kepala bergerak karena ketukannya, musik jazz ini memberi kesan rileks bagi pendengar termasuk Mayuno. Jika dideskripsikan, ia seolah sedang menikmati segelas jus di dalam bak mandi seraya melihat langit malam bertabur gemerlapnya lampu bangunan pencakar langit.

Sedari tadi, Mayuno terus menahan ekspresinya walau diri sendiri sebenarnya juga resah, tetapi setelah berhasil memancing Meyra rasanya agak tenang hingga ia bisa sedikit menikmati alunan musik jazz.

Sedangkan keresahan Meyra justru bertambah. Dentuman jantung memenuhi indera pendengarannya sendiri, mengalahkan volume musik yang memang tidak terlalu keras.

Ia melirik Mayuno dan saat melihat gadis itu lengah, Meyra langsung merebut ponsel merah muda yang tergeletak di atas meja, menyangka kalau Mayuno diam-diam menghidupkan perekam suara. Namun, saat ia menekan tombol di samping, nihil. Ponsel masih dalam keadaan mati.

Mayuno tertawa kecil. "Kamu pikir alat buat merekam cuma ponsel?"

"Apa?"

"Aku punya yang lain."

"D-di mana?"

"Rahasia, dong."

Lirikan Meyra tertuju pada tas merah muda di kursi seberang. "Aku mau ke toilet dulu," ujarnya beralasan. Padahal berencana untuk merebut tas itu dan membawanya lari tapi lengannya langsung dicekal kuat.

"Nggak boleh. Kamu tetep di sini karena aku belum ngasih tau tujuan aku."

"Tapi aku kebelet!'

"Aku nggak peduli, Meyra. Kamu duduk dan kita bicara. Setelah itu baru kamu boleh ke toilet atau balik sekalian." Mayuno menegaskan permintaannya yang memaksa Meyra duduk kembali.

"Apa mau kamu?"

"Hapus video itu. Jangan disebarin."

"V-video apa, sih?"

"Jangan pura-pura nggak tau. Aku udah jelasin sebelumnya, kan? Selain tau kamu ngerekam Kak Neti yang lagi mukulin Tari, Sien juga nyuruh kamu buat nyebarin," jelas Mayuno dengan nada suara rendah serta sorot mata tajam, berusaha untuk mengintimidasi lawan.

"Ini pesanannya, Kak."

Mayuno langsung menoleh dan mengulas senyum sambil berucap, "Makasih." Sementara dari sudut matanya melihat Meyra yang membeku seolah kesadarannya sedang berada di tempat lain.

Pelayan yang datang menginterupsi perbincangan mereka menaruh pesanan di atas meja dengan hati-hati sambil terus tersenyum ramah, memudarkan ketegangan walau hanya sesaat. Ketegangan yang tentunya kembali sepeninggalan pelayan itu.

"Nah, silahkan dinikmati dulu pesanan kamu. Liat, cantik banget bentuknya. Selera kamu ternyata tinggi banget, ya," ujar Mayuno, menepuk bahu gadis di sebelahnya yang masih terdiam, menyadarkan gadis itu dari segala pikiran yang berkecamuk di dalam otak dan membuatnya tidak tenang.

Meyra tersentak dari lamunan, mendapati sepiring kue yang dilumuri krim coklat, dihiasi sedemikian rupa dengan kismis dan segala macam hal yang ia kurang tahu. Tampak sangat menggiurkan. Sangat menggiurkan tapi selera makannya terhalang oleh kegelisahan.

Mayuno The FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang