54. Sebuah Rasa

1.3K 217 35
                                    

Suara film horor dari ruang tengah menjadi suara yang dominan di apartemen mewah milik Dante. Para penonton di sana tidak ada satupun yang bersuara karena mereka semua fokus pada jalannya cerita. Lampu pun dimatikan, demi menambahkan suasana seram dan mencekam tetapi menyenangkan.

Namun, tidak semua orang menyukai film horor, termasuk sang tuan rumah sendiri. Dante benci film horor yang membuatnya teringat pada sosok wanita bergaun putih di kolong tempat tidur dan di dalam lemarinya ketika masih kecil. Jadi, ia memilih untuk menjauh dan berniat duduk dibalkon sambil mendengarkan musik setelah meletakkan es lkrim di kulkas.

Di dapur Dante menemui Mayuno. Memang sedari selesai makan gadis itu tidak menampakkan diri di rumah tamu untuk menonton film bersama. Rupanya masih di sini, berkutat dengan alat makan kotor.

Dante menegurnya, mengatakan untuk meninggalkan cucian yang tidak sedikit agar dikerjakan oleh asisten rumah tangga yang datang tiap hari dan pulang di siang hari, bagaimanapun Mayuno adalah tamu walaupun sebelumnya direpotkan oleh Enzi untuk memasak.

Namun, gadis itu menolak. Ia tetap melanjutkan pekerjaan dengan gerakan yang cekatan. Cepat sekali tapi rapi dan tidak ceroboh seperti sudah sering dilakukan. Sama halnya ketika memasak.

Dante adalah orang yang walaupun terlihat cuek, tapi ia diam-diam selalu memerhatikan sekitar. Mengamati orang-orang. Ia juga tertarik dengan perubahan sikap manusia, tentang alasan mereka berubah. Ketertarikan ini muncul semenjak kedua orang tuanya saling menjauh meski masih terikat pernikahan dan masih terikat sampai sekarang.

Karena itu, ia yang awalnya tidak menyukai Mayuno mulai memperhatikan gadis itu selama beberapa hari ini, berpikir mungkin saja perubahan itu hanya sandiwara belaka dan pikiran itu patah beberapa jam yang lalu.

Alasan dari semua itu adalah ingatan yang muncul setelah beberapa lama. Ingatan random yang tidak penting.

Suatu hari, ketika Dante sedang duduk sendirian di balik rimbunan pohon bonsai yang dibentuk layaknya pagar setinggi pinggang, secara tidak sengaja geng Bianca juga berada tidak jauh darinya. Mereka duduk di bawah pohon apel dan tidak menyadari keberadaan Dante.

Bianca. Gadis beracun yang memasang topeng berlapis itu adalah perwujudan yang sangat menjijikkan bagi Dante. Bahkan kelahirannya saja sudah salah. Gadis itu harusnya tidak ada di dunia ini dan tersenyum palsu seperti itu. Senyum yang memuakkan untuk dilihat.

Tentu, Dante sadar dirinya juga bukan orang yang baik, tapi ia tidak peduli. Kebencian yang sudah mengakar sejak sepuluh tahun lalu membuatnya mengaburkan kesadaran diri.

Kembali ke ingatan itu, di sana ia melihat Mayuno yang masih belum lama bergabung dengan geng Bianca disuruh Sien untuk mengupas apel. Keluhan dan ringisan keluar dari bibirnya karena merasa sangat kesusahan.

Jemarinya bahkan terluka. Lalu gadis itu mengatakan sesuatu yang intinya merendahkan pekerjaan dapur. Dari sana saja sudah jelas Mayuno tidak pandai memasak dan benci memasak.

Lalu di sinilah Mayuno sekarang, bukan hanya memasak dengan baik tapi juga bersih, tidak belepotan di sana-sini walaupun secara keahlian, Hildan patut diacungi jempol. Memberi instruksi kepada Enzi, membersihkan ikan, memotong bahan makanan, dan lain-lain tanpa terlihat kesusahan. Apakah kemampuan motorik bisa dilatih secepat itu?

Bukan hanya gerakan tangan yang diperhatikan, ekspresi juga. Orang yang semula meremehkan suatu pekerjaan tidak akan tenang ketika melakukannya. Itu sudah pola pikir dan pola pikir sangat sulit diubah.

Kecepatan, kelihaian, dan ekspresi. Semua itu bukan berasal dari perubahan instan hasil latihan. Itu adalah kebiasaan.

Rasa penasaran makin membumbung, membuat Dante yang biasanya hanya diam mengamati dan berpikir sendiri pun untuk pertama kalinya bertanya langsung pada subjek pengamatannya.

Mayuno The FiguranWhere stories live. Discover now