36. Kesenangan yang Berbeda

1.7K 217 16
                                    

"Bau Theo, maksudnya?" Mayuno bertanya seraya mengendus bahunya dan yang tercium hanyalah parfumnya sendiri. "Bau apaan?"

"Coba cium lagi yang bener. Emang wangi kamu lebih kuat, tapi sebagai pemilik hidung yang tajem, aku bisa nyium parfumnya si Theo," jelas Hildan bangga dengan penciumannya, tapi itu mendatangkan reaksi berbeda bagi yang mendengarkan.

Pikiran Mayuno melalang buana, melewati akal sehat yang memunculkan dugaan tidak senonoh. Seseorang berjenis kelamin lelaki mengenali bau parfum lelaki lain yang bahkan Mayuno sendiri tidak menyadari. Bagaimana bisa itu terjadi? Maksudnya, kalau pun memang ada bau parfum lain yang menempel pada Mayuno, mengapa Hildan langsung menyimpulkan itu bau Theo?

Di antara jutaan manusia yang hidup di bumi, dan ribuan atau mungkin ratusan yang dikenali Hildan, Theo adalah nama pertama yang terucap olehnya. Ini bukan seperti Mayuno yang mengenali wangi Hildan saat lelaki itu menahan tubuhnya tadi, karena hanya ada mereka bertiga di halaman ini makanya Mayuno tidak ragu untuk menebak.

Di luar sana juga Mayuno pernah tidak sengaja mencium wangi yang sama dengan milik Hildan dan itu bukan Hildan. Jadi untuk menduga seceoat dan setepat itu dengan percaya diri, tentunya hubungan mereka tidak biasa. Namun, tidak mungkin ada penyimpangan, kan? Genre cerita tidak mungkin berubah sebesar ini.

"Kamu ... tau wangi Theo?" tanya Mayuno tidak enak hati, raut geli tergambar jelas di wajahnya. Ia mengambil langkah mundur dari Hildan yang masih berkacak pinggang dengan bangga. Kalau ini komik, mungkin hidungnya sudah panjang meruncing ke atas.

Hildan yang menyadari itu lantas merangkul pundak Mayuno sehingga tubuh mereka menempel kembali. "Tentu. Aku hapal beberapa bau orang yang emang stay sama satu jenis parfum. Apalagi Theo."

"Oh, gitu," balas Mayuno tertawa canggung. Perkataan Hildan barusan bukannya meredakan prasangka negatif, justru menambah imajinasi menyimpang di otak gadis itu.

Rangkulan Hildan berubah menjadi pelukan. Lagi, punggung Mayuno menempel di dada bidangnya.

"Karena parfum dia itu custom ke salah satu merek terkenal. Jadi, bau dia khas, beda sama yang lain. Nah ...." Hildan menjeda, merunduk hingga wajahnya sejajar dengan Mayuno.

Raut wajah Hildan tampak ramah dengan lengkungan bibir lebar sampai matanya menyipit, tapi disaat bersamaan juga menyeramkan. Lelaki itu mendongakkan kepala Mayuno, menahan rahang gadis itu agar wajahnya tetap berada di depan mata, memaksa untuk saling bertatapan. Sedangkan tangan satunya setia memeluk gadis itu.

"Sekarang jelasin, kenapa ada bau Theo di bahu kamu?" lanjut Hildan dengan nada rendah.

Napas Mayuno tercekat, merasakan embusan napas beraroma mint yang menyapa kulitnya. Jarak mereka amat dekat dari ujung hidung yang hampir menyentuh dan sorot mata yang mengunci. Debaran jantung makin cepat, menyebabkan keresahan. Debaran ini bukan debaran saat dirinya dulu terbawa perasaan atau semacamnya. Namun, lebih ke tegang. Takut dilihat orang.

Bagi Mayuno, posisi ini terlalu vulgar untuk dipertontonkan di luar ruangan seperti ini. Orang yang melihat pasti menggelengkan kepala mereka menganggapnya sebagai remaja yang tidak tahu tempat untuk bermesraan.

Namun, bagi Hildan ini adalah hiburan yang menyenangkan. Ia tidak mengerti dengan kesenangan barunya. Hormon dopamin seolah selalu terpicu tiap kali ia menggoda Mayuno, membuat gadis itu salah tingkah dan malu.

"Itu tempat khusus buat aku senderan, jangan dibagi sama cowok lain," katanya lagi masih dalam posisi yang sama, menahan rahang Mayuno yang berusaha menoleh ke arah lain. "Kenapa lirik-lirik ke jalan? Pacar kamu di sini. Arghh!" Hildan memekik tertahan oleh pukulan, lebih tepatnya sikutan Mayuno di ulu hati.

Mayuno The FiguranWhere stories live. Discover now