57. Kendali

1.1K 176 15
                                    

Sudah berlalu lima menit sejak Mayuno membuka matanya kembali dan selama waktu itu pula ia tidak melepaskan tangan Hildan. Menggenggamnya erat bak jimat pelindung yang hangat. Hildan tidak masalah dengan hal itu meskipun terkadang Mayuno menggunakan tenaga berlebih hingga terasa sakit.

"Kamu mau apa? Tadi sebelum kamu sadar aku udah beli makanan. Tapi kalo nggak ada yang kamu suka, aku beliin sekarang." Hildan menunjuk kantong keresek di nakas yang berisi beberapa jenis roti dan sandwich serta minuman.

Mayuno menggeleng lemah dalam posisi duduk bersandar beralaskan bantal di kepala ranjang UKS. Wajahnya pucat dan sembab usai bermimpi buruk hingga menangis sebelum membuka mata kembali dan menjerit ketakutan. Saat itu, Hildan dan Tiana yang merupakan tenaga kesehatan di sekolah itu pun dibuat kebingungan karena Mayuno langsung menghardik mereka berdua, mengusir bahkan sampai melempar bantal ke sembarang arah.

Untungnya gadis itu sadar beberapa saat kemudian dan menghentikan amukannya, terdiam membatu memandang Hildan dengan pipi yang basah. Ketika lelaki mendekat dan memberikan kata-kata penenang, Mayuno langsung saja mencengkeram tangan Hildan dan memintanya untuk tetap tinggal.

"Kamu harus makan walaupun sedikit." Tiana menimpali. Wanita berjas putih itu menaruh pil beserta air putih hangat di nakas. "Obat sakit kepala. Tapi kamu harus makan dulu sebelum makan pil ini."

"Saya nggak papa, Bu. Cuma pusing dikit. Nanti juga sembuh kalo udah istirahat sebentar," balas Mayuno lirih dan serak.

"Jangan meremehkan sakit kepala yang sedikit itu. Isi perut, makan pil, terus tidur. Kamu juga harus makan, Hildan. Waktu istirahat tidak banyak," kata Tiana lagi sebelum kembali duduk di mejanya.

Penuturan Tiana mengingatkan Mayuno kalau lelaki yang sedari tadi menemani dan merelakan tangannya digenggam itu juga belum menyentuh makanan. Apalagi sedetik setelahnya alarm tanda lapar di perut Hildan berbunyi.

"Kamu makan aja kalo laper," ujar Mayuno membebaskan tangan Hildan. Akan tetapi, lelaki itu malah gantian menggenggam tangannya.

"Jangan dilepas. Tangan kamu dingin."

"Kamu perlu makan. Aku mau tidur. Maaf udah ngerepotin." Ia mencoba melepaskan tangannya tetapi gagal.

"Kamu juga harus makan atau kita kelaparan sama-sama." Hildan membuat penawaran yang membuat Mayuno menyerah. Tidak mungkin ia membiarkan lelaki yang telah menjaganya kelaparan.

Menghembuskan napas lelah, pada akhirnya Mayuno menuruti perintah Tiana untuk makan dan minum obat. Setelah itu tidur sampai istirahat kedua lalu kembali ke kelas dengan dibantu Hildan. Lelaki itu terus menemaninya kecuali ketika jam pelajaran berlangsung.

Sepanjang waktu itu, Hildan tidak lagi bertanya mengenai alasan pingsannya Mayuno setelah gadis itu mengatakan ia sangat pusing hingga ambruk sendiri di sana. Hildan tidak serta merta percaya, tetapi memaksa orang yang tampak lelah tidak akan membuahkan hasil baik. Bisa saja obrolan mereka nanti berakhir dengan pertengkaran.

Mundur ke beberapa jam yang lalu. Hildan memeriksa ponsel setelah menolak pernyataan cinta Kara. Di sana terpampang beberapa pesan, salah satunya Mayuno yang mengajak makan bersama. Lelaki itu senang dan berniat langsung pergi ke kelas Mayuno. Akan tetapi, langkahnya terhenti oleh sebuah panggilan dari nomor privat.

Hildan sempat ragu untuk menjawab karena bagaimanapun itu nomor tidak dikenal, tapi rasa penasaran mendorongnya menekan tombol telepon berwarna hijau.

"Mayuno pingsan di rooftop." Begitu kata suara bariton di seberang telepon. Lalu panggilan berakhir tanpa menunggu jawaban dari Hildan. Setelah itu, ia menghubungi Mayuno untuk mengonfirmasi kebenaran. Tidak diangkat yang artinya kemungkinan besar itu benar.

Mayuno The FiguranWhere stories live. Discover now