PART 46 (END)

74 8 2
                                    

Breaking News! Pesawat dengan tujuan Singapura-Jakarta mengalami kecelakaan. Pesawat jatuh dan terbakar.

Arzan merasa dunianya runtuh saat itu juga. Sebuah notifikasi artikel itu membuat jantungnya berdegup kencang. Seluruh tubuhnya bergetar hebat. Ponsel yang berada di genggamannya pun terjatuh.

Ia menggelengkan kepalanya kuat, "Gak mungkin!"

Tanpa pikir panjang, ia langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan kencang. Tujuan utamanya saat ini jelas bandara. Ia ingin memastikan kebenaran berita yang ia baca.

Sesampainya di Bandara, ia melihat sekelilingnya. Ramai. Tangisan mulai terdengar dari orang-orang yang baru berdatangan, sama seperti dirinya.

Melihat keadaan di Bandara saat ini Arzan benar-benar hilang arah. Ia tidak tahu akan berbuat apa. Pikirannya sangat kacau. Ia berharap ini hanya mimpi semata. Siapapun, tolong bangunkan ia dari mimpi buruk ini. Ia tidak tahan berada di mimpi ini lebih lama lagi.

Setelah cukup lama, ia memilih untuk duduk di sebuah kursi karena merasa tubuhnya akan tumbang jika terus berdiri. Ia berusaha keras untuk mengatur napasnya yang memburu.

"Tuhan, dengan cara apapun itu, tolong izinkan aku bertemu dengannya."

"Sekali ini saja, aku mohon. Aku masih mencintainya."

"Jangan biarkan aku larut dalam kehilangan ini. Aku tidak akan mampu."

Air matanya menetes saat itu juga. Tidak henti-hentinya ia berdoa kepada Tuhan. Ia berharap akan ada keajaiban yang diberikan oleh-Nya.

Arzan mengusap wajahnya gusar. Ia mengacak-acak rambutnya frustasi. Bahkan kondisi matanya sudah sembap. Penampilannya saat ini sangat jauh dari kata layak untuk dipandang. Berantakan.

"Aku belum sempat ketemu kamu, Sha," lirihnya.

Beberapa menit berlalu. Arzan bangkit dari duduknya. Ia berjalan dengan langkah yang gontai. Ia menatap sekelilingnya. Orang-orang masih larut dalam tangisannya.

Ia terus melangkah melewati orang-orang yang kondisinya sama seperti dirinya. Semuanya merasakan kehilangan yang amat mendalam. Tanpa terkecuali.

"Arzan?"

Langkahnya terhenti. Tubuhnya mematung. Pandangannya tertuju pada sosok didepannya dengan jarak sekitar 3 meter.

"Visha?"

Saat itu juga Arzan berlari dan langsung berhambur ke pelukan wanita itu. Air matanya menetes. Tuhan mengabulkan permintaannya.

"Aku kangen kamu, Sha," ucapnya dengan sangat lirih.

Ia bersyukur. Akhirnya hari yang dinanti-nantinya telah tiba. Perlu waktu 12 tahun lamanya untuk ia agar bisa mengucapkan kalimat itu pada wanita yang saat ini berada di pelukannya.

Tak lama pelukan itu terlepas. Keduanya saling menatap. Dalam sekali. Ada rindu yang tersirat disana.

"Pesawat itu, Sha?"

Visha menggeleng kecil, "Bukan pesawat yang aku tumpangi," balasnya.

Arzan bernapas lega. Setelah itu tatapannya beralih pada sosok laki-laki disamping Visha.

"Dia Mas Ranung, suami aku, Zan."

Saat itu juga Arzan terdiam. Ia merasa hatinya dihantam bebatuan keras. Sakit sekali rasanya.

Dengan susah payah ia berusaha untuk tersenyum. Hanya senyum tipis. Susah sekali rasanya ia untuk sekedar tersenyum lebih lebar.

"Selamat, Sha." Arzan berucap dengan suara yang terdengar bergetar.

Lantas (END)Where stories live. Discover now