PART 23

116 38 0
                                    

Happy Reading

Dua jam yang lalu Rendra mengantar pulang Astrid dan Visha ke rumah mereka. Dan kini, Visha sedang berada di kamarnya. Ia sudah berkutat dengan buku-buku catatannya selama satu jam lebih. Rasa bosan pun perlahan mulai menghampirinya.

Berselang beberapa detik pintu kamar terbuka. Terlihat Astrid berada di ambang pintu dengan sebuah nampan ditangannya.

"Kamu belum makan malam, kan?" tanya Astrid sembari melangkah menuju meja belajar Visha.

Visha menggeleng, "Belum, Bu," ucapnya dengan diakhiri sedikit kekehan.

"Ibu masakin bubur kacang hijau kesukaan kamu. Di makan, ya?"

Visha mengangguk, "Iya, Bu. Makasih, ya."

"Sama-sama, Nak," sahut Astrid dan hendak beranjak dari hadapan Visha.

Dengan cepat Visha mencekal tangan Astrid, "Bu, Visha mau ngomong sesuatu," ucapnya.

Astrid mengangkat kedua alisnya, "Apa, Nak?" tanyanya.

Visha mengajak Astrid untuk duduk di ujung kasurnya.

"Kamu lagi ada masalah?" tanya Astrid ketika mendapati Visha yang tak kunjung mengeluarkan suaranya.

Gadis itu menggeleng, "Enggak, Bu."

"Terus?"

Sebelum berucap, Visha menarik dan menghembuskan nafasnya terlebih dahulu. Menetralkan jantungnya yang tiba-tiba berdegup sedikit kencang.

"Tadi waktu di sekolah, Visha dipanggil ke ruang kepala sekolah. Dan disana Pak Galih nawarin satu beasiswa untuk kuliah di Swiss. Beasiswa itu cuma untuk satu orang. Dan Pak Galih bilang kalau Visha orang yang tepat untuk beasiswa itu, Bu," jelasnya.

Astrid yang mendengar itu mengulas senyumnya. Ia merasa bangga pada anak gadisnya itu.

"Hebat anak Ibu," ucap Astrid sembari memegang erat tangan Visha.

"Ibu bangga sama kamu, sayang," lanjutnya.

"Makasih, Ibu," ucap Visha sembari memeluk erat sang Ibu.

"Doain Visha, ya, Bu? Semoga di semester 5 ini Visha masih tetap ada di rangking satu. Supaya beasiswa itu bisa Visha dapetin," ucapnya dengan sedikit mendongak.

"Ibu selalu doain kamu, Nak," ucap Astrid sembari mengelus pelan rambut halus Visha.

"Tapi, Visha takut, Bu..." cicit Visha masih didalam pelukan Astrid. 

"Apa yang kamu takutkan, Nak?" tanya Astrid dengan suara halusnya.

"Visha takut Ibu kecewa kalau beasiswa itu gak berhasil Visha dapetin," ucapnya.

Astrid menggeleng, "Enggak. Ibu gak akan kecewa kalau memang beasiswa itu gak berhasil kamu dapetin."

"Apapun yang terjadi kedepannya, Ibu akan tetap bangga sama kamu, Nak," ucap Astrid sembari mencium pucuk kepala Visha.

Visha mengerucutkan bibirnya, "Visha gak tahu kenapa ketakutan Visha akan kegagalan sebesar itu, Bu," ucapnya hendak menangis.

"Kegagalan dalam hidup itu wajar, Nak. Wajar sekali. Yang tidak wajar itu ketika kita yang terlalu memikirkan sebuah kegagalan yang belum tentu terjadi di hidup kita," ucap Astrid dengan tangan yang mengelus punggung anak gadisnya.

"Ibu tahu kamu anak hebat. Dan Ibu yakin kamu pasti bisa melewati ketakutan itu." Astrid berucap dengan senyum hangatnya. Ia berharap dengan senyuman itu bisa sedikit meredakan kegelisahan anaknya.

Lantas (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang