PART 10

172 58 3
                                    

Arzan dan Visha yang mendengar hal itu langsung membelalakkan mata mereka tidak percaya.

Visha menggeleng kuat sembari membekap mulutnya karena tidak percaya dengan ini.

"Gak mungkin. Lo bercanda, kan?" tanya Visha seraya mengambil testpack yang berada di tangan Vina dan melihatnya dengan seksama.

Tubuh Visha sangat lemas saat ini. Pikirannya sudah kalang kabut.

"Lo kan bilang ke gue kalau laki-laki bejat itu gak lakuin hal itu ke lo?" tanya Visha masih tidak percaya.

"Jadi lo bohong, Vin?"

"KENAPA, VIN? KENAPA LO HARUS BOHONG SAMA GUE?"

Pertanyaan demi pertanyaan terus dilontarkan oleh Visha yang sudah menangis saat ini.

"GUE MALU, SHA. GUE TAKUT!" Vina berteriak histeris dengan air mata yang sudah luruh sejak tadi.

Vina memeluk tubuhnya sendiri dengan erat. Ia takut, sangat takut. Tubuh gadis itu terlihat sangat bergetar dengan hebatnya.

Arzan yang masih tidak percaya dengan ini hanya memilih untuk diam sedari tadi.

Lalu ia menghampiri Vina, "Jadi, sebelum gue dateng malam itu laki-laki bejat itu udah ngelakuin hal keji itu ke lo?" tanya Arzan.

Vina mengangguk pelan.

"BAJINGAN," umpatnya.

Arzan sudah mengepalkan tangannya kuat-kuat. Emosinya sudah memuncak saat ini.

Setelah itu ia menghampiri Visha, "Sha, lo di sini temenin Vina. Gue akan cari laki-laki bejat itu dan minta pertanggungjawaban dia." Arzan berucap setelah itu ia keluar dari kamar Vina.

Setelah Arzan keluar. Visha mengajak Vina untuk berbaring di kasurnya.

"Gue gagal jadi sahabat lo, Vin."

"Gue gagal jagain lo."

"Gue gak pantes di sebut sebagai sahabat."

Visha membenahi rambut Vina yang sangat berantakan itu.

"Lo gak gagal jadi sahabat gue, Sha. Dan lo gak akan pernah gagal." Vina menghapus air mata yang sudah membasahi pipi Visha.

"Terus sekarang gimana? lo udah kasih tau orang tua lo?" Visha bertanya dengan suara yang serak karena menangis.

Vina menggeleng pelan, "Gue takut," lirihnya.

Mendengar lirihan Vina membuat Visha merasakan perih pada hatinya.
Ia masih tidak percaya dengan semua ini.

"Gue mau berhenti sekolah, Sha," lanjut Vina sembari bangkit dari tidurnya.

Visha langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Gak boleh. Kelulusan udah di depan mata kita, Vin," ucapnya.

"Lo gak lupa sama janji kita waktu kelas 10 dulu, kan? kita udah janji untuk lulus bareng gimana pun keadaannya" lanjutnya.

"Masa depan gue udah gak ada, Sha," ucap Vina sambil menggelengkan kepalanya.

"Masa depan gue udah hilang," lanjutkan lagi.

"Semesta gak adil banget ke gue,"

"Kata orang-orang semua manusia itu akan mendapatkan kebahagiaannya masing-masing. Tapi di mana letak kebahagiaan gue? di hidup gue gak ada kata bahagia sama sekali, Sha. Dari dulu," ucap Vina sembari memukul-mukul dadanya.

"Vin, ada gue. Gue akan jadi sumber bahagia buat lo." Visha menarik tangan Vina agar berhenti memukul-mukul dadanya.

Setelah itu Visha menangkup wajah Vina lalu ia mengatakan, "Sebelum Bapak meninggal, beliau selalu bilang ke gue kalau manusia itu ibaratkan bintang, yang artinya akan bersinar pada waktunya sendiri. Jadi lo harus sabar dan selalu sabar sampai bintang lo akan memancarkan sinar nantinya," ucap Visha yang kembali memeluk tubuh Vina.

Lantas (END)Where stories live. Discover now