PART 35

67 28 1
                                    

"Tante Astrid?" Arzan mengernyit bingung.

Astrid yang sedang mengepel lantai pun terkejut ketika mendengar suara bariton milik Arzan. Ia mendongak. Ternyata benar ada Arzan yang kini berada dihadapannya.

"Ngapain disini?" tanya Arzan datar.

"Tante—

"Arzan!"

Mereka berdua menoleh ke sumber suara. Ada sosok Rendra yang melangkah mendekati mereka.

Rendra langsung menarik tangan Arzan kasar, "Ikut Papa."

Ia mengajak Arzan untuk pergi ke ruangannya. Sesampainya di ruangan, Rendra mengunci pintu agar tidak ada siapapun yang masuk ke dalam.

Rendra duduk di kursinya, menatap lurus ke arah Arzan. Ia menggelengkan kepalanya, "Papa gak habis pikir sama kamu, Zan."

"Mereka klien penting Papa, dan dengan seenaknya kamu datang tanpa ada sopan santun sedikitpun!" ucap Rendra penuh dengan penekanan.

"Papa malu punya anak yang gak punya sopan santun kaya Arzan?"

Rendra mengangguk cepat, "YA! PAPA MALU!" ia meninggikan suaranya.

Arzan menyeringai kecil. "Kayaknya Arzan dilahirkan memang untuk bikin malu Papa." ucapnya santai.

Rendra menghela nafasnya kasar. "Ngapain kamu kesini?" tanyanya.

Arzan berjalan mendekati Rendra.  Kemudian ia mengeluarkan ponselnya dari saku seragamnya. Lalu menunjukan sebuah foto tepat didepan wajah Rendra.

"Tolong jelasin ke Arzan maksud dari foto itu." ucapnya dingin.

"Darimana kamu dapat foto itu?" tanya Rendra sembari bangkit dari duduknya.

"Apa itu penting buat Papa?" tanya Arzan dengan tatapan mata penuh kemarahan. 

"PAPA TANYA DARIMANA KAMU DAPAT FOTO ITU, ARZAN!" teriak Rendra sembari merebut ponsel Arzan dari tangannya lalu melemparnya ke lantai dengan keras.

Hal itu membuat kemarahan Arzan semakin bergejolak. Ia melirik sekilas pada ponselnya yang sudah tak berbentuk. Kemudian Arzan beralih menatap Rendra yang menatapnya dengan tatapan tajam.

"Sejak kapan Papa punya hubungan sama wanita murahan itu?" tanya Arzan dengan suara yang bergetar. Anak laki-laki itu sedang menahan tangisnya agar tidak pecah dihadapan sang Papa.

"JAGA UCAPKAN KAMU, ARZAN!" ucap Rendra dengan suara yang begitu keras.

"DEMI TUHAN, PAPA BENAR-BENAR MENYESAL MEMILIKI ANAK SEPERTI KAMU!" suara Rendra menggelegar memenuhi ruangan ini.

Satu bulir air mata jatuh di pipi Arzan tepat setelah Rendra berucap. Ia sudah tidak tahan menahan tangisnya lebih lama lagi. Kalau boleh jujur, sakit sekali rasanya.

"Kalau Papa menyesal, bunuh Arzan sekarang." lirihnya. 

"BUNUH ARZAN, PAH!" Arzan meninggikan suaranya.

"KALAU ARZAN MATI, PAPA BISA HIDUP BEBAS SAMA WANITA MURAHAN ITU!" lanjutnya dengan nafas yang sudah tidak teratur.

Plak

Rendra melayangkan satu tamparan keras dipipi Arzan. Membuat bekas merah terlihat jelas di pipinya.

Saat itu juga kedua mata Arzan memicing. Deru nafasnya semakin memburu. Tangannya terkepal kuat disampingnya. Ia tidak menyangka sang Papa menamparnya hanya karena orang asing.

"Papa jahat."

"Papa bukan Superhero yang selalu Arzan banggain ke temen-temen Arzan waktu kecil dulu." ucapnya sembari menggeleng kuat.

Lantas (END)Where stories live. Discover now