--55. Harus Yerina--

188 27 12
                                    

"Mark," Mark yang kala itu tengah mengikat tali sepatunya jadi mendongak. Memandangi Yeri yang duduk di kursi panjang depan ruang radio.

"Kayaknya.. Mommy kamu nggak suka ya sama aku?"

"Kok ngomong gitu sih? Mommy ngomong apa ke kamu?" laki-laki itu langsung menegakkan tubuh. Memandangi tepat Yerina yang duduk di sisinya.

"Enggak kok. Justru kayaknya aku yang bikin sakit hati," gadis itu meringis kecil. "Maaf ya.. Emang kamu kayaknya harus fokus belajar aja biar bisa nyusul Troy Belanda."

Mark menarik napas panjang. Menyelipkan rambut Yerina ke belakang telinga. Kemudian mengusap puncak kepala gadis itu pelan.

"Aku tahu, aku udah salah banget ngomong macem-macem ke mommy kamu. Emang mulutku ini nggak pernah bisa dijaga. Emang bener kalo TKR tuh isinya anak-anak yang bikin migrain semua termasuk aku. Aku akui itu,"

"Maaf ya? Tolong sampaikan maafku ke mommy kamu. Sekali lagi Yerina minta maaf karena lancang,"

Yeri menggigit bibirnya. Ia sama sekali tidak berani untuk sekedar menatap Mark seperti biasanya. Ia tahu, kekasihnya ini begitu patuh dan menyayangi kedua orang tuanya. Mark adalah sosok penyayang keluarga. Jadi jika setelah ini Mark benar-benar memutuskannya-- Yeri merasa tidak apa-apa. Karena kesalahannya fatal.

Karena ia tidak tahu diri. Istilah yang dibawa Fauzin biasanya-- 'Di tulung malah mentung' --mungkin cocok untuk kelakuannya.

"Hey.. Kenapa sih? Kamu kenapa ngomong itu? Hm?"

"Pasti kamu marah banget ke aku kan? Nggak pa-pa marahin aku aja sekalian nggak pa-pa. Aku udah pikirin dari kemarin. Aku emang salah, aku emang nggak punya sopan santun,"

"Gimana mommy kamu mau jadiin aku mantu kalo kelakuanku aja begini. I'm feel so bad. Sorry Mark Endaru,".

Pemuda itu menarik napas panjang. Menatap Yerina yang kini menggigit bibir bawahnya sembari menunduk dalam. Mungkin saja tengah menyesal. Tangannya terulur mengacak puncak kepala gadis itu dengan gemas.

"Maaf ya. Pasti mommy kamu marah banget ya?"

"Nggak sih. Marah aja," Yeri segera mendelik tangannya ingin menggeplak bahu Mark. Tapi kemudian mendesah lagi merasa sangat merana. "Astaga.. Kenapa sih? Emang ngomong apa?

"Pasti kamu bakal marah sih," Yeri menyibak poni yang mulai menyentuh ujung matanya. "Ya nggak papa sih aku beneran salah,"

"Aku bilang sama mommy kamu biar nggak paksa ke Belanda," ada jeda selama beberapa detik sebelum gadis itu mulai percakapannya. "Salah kan? Atau gini deh.. Salah kah? Kalo aku bilang ini hidup kamu. Ini punya kamu,"

"Menurutku nggak semua orang bisa ada di posisi itu. Tapi semua orang berhak atas hidup mereka kan? Masa depan tuh siapa yang jalanin kalo bukan diri sendiri?"

Mark tergugu. Ia menutup kembali bibirnya yang setengah terbuka. Memandangi gadis mungil itu yang mulai menyadarkan punggung ke dinding di belakang. Menerawang awan yang mulai bergumul dan berwarna abu.

"Mark. Aku beneran merasa salah, tapi nggak se menyesal itu sih. Semoga mommy kamu ngerti. Bisa aja kamu dapet univ yang lebih dari Troy-- yang sesuai sama keinginan dan passion kamu,"

"Katanya, rezeki udah ada yang atur. Masa depan emang masih abu-abu, tapi bukan nggak mungkin kamu sama sekali nggak berhasil kan?"

Mark menelengkan kepala. Masih dengan mamandangi Yerina-- bibirnya tertarik lebih lebar. Tangannya bergerak menyentuh pipi bulat Yerina, mengusapnya pelan. Dengan senyum yang masih lebar.

Fur Eye ✓ [MARK | YERI] Where stories live. Discover now