--33. Capek--

192 41 18
                                    

Mark mendengus ketika suara cempreng Ajeng membuat gendang telinganya berdenging. Gadis mungil itu meneriaki namanya dari ruang osis sembari berlari menghampirinya di dekat lapangan basket.

"Mark! Mark eyy!" gadis itu menarik napas panjang ketika Mark berhasil melempar bola oranye ke arah Jeje yang menunggu di tengah lapangan.


"Apaan?" tanya cowok itu sembari menoleh pada gadis mungil si teman kelasnya.

"Nih. Gue cariin, katanya Boban lo bisa atur jadwal buat siaran sama mereka. Katanya oke oke aja selagi nggak ganggu kegiatan kalian aja. Gimana?"

Mark lantas ikut duduk di tribun. Bersisian dengan Ajeng yang kini meneguk minuman dinginnya kalap. Gadis mungil itu kemudian menunjuk beberapa nama yang akan memiliki jadwal untuk siaran promosi club bahasa Inggris.


"Itu nama-namanya udah ada. Kalo jadwal kalian ada yang bentrok di rolling aja nggak pa-pa," Ajeng menyerahkan proposal tipis itu kepada Mark.

Kening cowok itu masih berkerut dalam. Menatap gadis mungil di sebelahnya yang sekarang justru antusias melihat Ajun, Jeje dan Dimas di tengah lapangan.

"Kenapa jadi lo yang kesini sih?" perlahan Ajeng menolehkan kepala. Dengan dua alis terangkat dan bibir nyaris terbuka sempurna.

"Lah, kenapa emang?" Ajeng mendengus tersindir. "Ya meskipun gue nggak rajin amat siarannya, tapi tetep gue tuh member radio ya!"


Mark berdecak lagi. "Ya kan member radio bukan lo doang," sewotnya. Apalagi ketika melihat justru nama Haikal Raditya yang bersanding di sisi namanya.

Ajeng kini benar-benar tidak bisa fokus memperhatikan Kak Dimas yang terlihat lebih tampan berkali-kali lipat itu. Gadis berambut pendek itu kini mengubah posisi duduknya jadi menyerong. Benar-benar memperhatikan Mark lebih banyak daripada tadi.


"Lo mengharapkan bestie gue nih pasti!" telunjuk mungilnya sibuk berada di depan wajah Mark.

Meski si ketua kelasnya justru melengos dengan hela napas panjang. "Ngaco!"

Membuatnya tambah ingin menghujatnya setengah mati. Ia jadi terheran sendiri. Ini Mark sama Yeri apakah mereka tidak berniat saling bertemu dan memperbaiki hubungan anehnya?

Maksudnya, mereka bahkan tidak jelas sekali. Ambigu yang membelenggu! Ajeng sebagai penonton gemas setengah mati. Sumpah!

Mark mungkin tidak benar-benar menganggap perkataan Ajeng adalah hal serius. Terbukti dari kelakuannya yang justru mengabaikan Ajeng. Memilih fokus membaca laporan terbaru tentang program kerja dengan anak-anak radio.


Ajeng melirik itu sinis. Terbesit satu ide ala Haikal Raditya yang murahan. "Tuh ada bulu mata yang jatoh,"

Tapi, ia bisa melihat bagaimana perubahan ekspresi Mark. Cowok itu langsung menegak. Mengambil alih cermin kecil yang ada di genggaman Ajeng sebelumnya. Dengan tergesa-- cowok itu memeriksa wajahnya di pantulan cermin.

Membuat gadis di sebelahnya berdecak sinis dengan wajah julid yang sulit dikendalikan. Menatap prihatin Mark Endaru yang di luar terkenal lebih kalem-- tapi sekarang justru rusuh bukan main untuk mencari keberadaan 'Fur Eye' dan segala mitos yang Yerina percayai.


"Mana? Nggak ada," Mark menoleh cepat. Dengan alis tertaut ia menatap nyalang si anggota kelasnya. "Bohong nih lo,"


Setelah menaruh cermin di sisi tempat duduknya. Mark kembali fokus ke laporan yang ada di tangannya. Meski, sebenarnya ia memiliki kepala yang lebih berisik dari teriakan Jeje di tengah lapangan. Apalagi, ketika dirinya menemukan nama gadis itu, Yerina Mauryn.


Fur Eye ✓ [MARK | YERI] Where stories live. Discover now