--25. Yerina Kalah--

270 51 15
                                    

Yeri gemetar bukan main. Ia hampir menangis karena Mark tak jua menjawabnya. Sekedar berdeham atau apapun. Cowok itu--benar-benar pingsan.

Lengannya yang ia tahan terasa sangat panas. Sedangkan kepalanya terkulai lemas di bahu Yeri.

"Mark.. Plis dong," Yeri merengek lagi.

Tidak ada yang benar-benar bersambang ke lantai tiga ini. Apalagi hari ekskul diliburkan begini.

Gadis itu menelepon sembarang nomor. Siapapun yang bisa ia hubungi saat ini. Sampai, dengung panjang itu akhirnya terbalas.

"Tolongin gue plis.. Kesini buruan!" suara gadis itu bergetar menahan tangis. "Buruan! Di gedung ekskul!"


Tak lama, ia mendengar derap kaki dari lantai bawah. Tidak mungkin Gino dan James sampai secepat itu ketika mereka tengah asik di warnet.


"Loh.. Eh! Yer, ngapain?" itu suara Jeje. "Anjir inget tempat!"


"IH! TOLONGIN ANJIR!" Yeri berteriak panik dengan suara sumbangnya. Membuat Jeje yang kala itu bersama Danial ikut membalas tak kalah panik.

"Eh aduh. Pingsan dia?" tanya Jeje masih sempat bertanya.

"IH JE! PLIS YAAA," Yeri lagi-lagi menjerit panik. Lalu Jeje benar-benar bergerak meraih tubuh Mark bersama Danial.

Tubuh Mark memang tidak sebongsor Gino apalagi Lukas. Tapi untuk ukuran orang pingsan, ia jelas perlu lebih banyak bantuan dari sekedar dua bocah itu. Jadi, Yeri juga mengambil inisiatif, meski akhirnya ia justru termundur beberapa langkah ketika tubuh besar Gino menariknya dari belakang.

"Lo jangan cari penyakit juga," kata cowok bermata sipit itu terdengar tegas.

"Iya Teh, nanti lo ikut encok," entah dari mana datangnya, Leon Pramudya ada di sana. Si adik tingkat chindo itu juga bergerak tanpa diminta bersama Jai.

Yeri melotot ketika dengan seenaknya Leon dan Jeje menarik dua lengan Mark tanpa hati-hati. Lalu, Jai yang berbadan paling bongsor mengerjapkan mata beberapa kali di sisi Leon. Memperhatikan Mark yang benar-benar melemas. Seakan hari ini dia baru pertama kali melihat orang pingsan. Dan. Takjub bukan main.


"Jaidan.. Yang bener dong, bantuin aduh," Leon menggerutu. Membuat Jai bergerak meraih bagian tubuh yang lainnya.


Yeri khawatir. Bocah-bocah ini justru akan menyebabkan tubuh Mark remuk setelah bangun nanti. Ini bukan hanya perkara Mark yang mendadak demam--tapi juga keselamatan tubuh cowok itu yang tiba-tiba jadi boneka dadakan di tangan teman-temannya.


"Yang bener dong," Yeri benar-benar tak tahan. "Gotong yang bener Je--"


"Iye Yer. Astagaa.. Pacar lo aman! Aman!" Jeje mendengus kasar. Tapi tak ayal ia jadi lebih sigap. Mengangkat tubuh Mark bersamaan dengan yang lainnya. Lalu, pertanyaannya hanya satu.

"Ini mau dibawa kemana deh?" Jai menengok kanan kiri mencari solusi.


Yeri ingin menangis sekarang. Menangisi teman-temannya, dirinya, juga sekolah ini yang dibangun dengan gedung berjauhan. UKS ada di gedung depan sementara mereka harus turun ke lantai satu, dan menyerangi lapangan voly sebelum sampai di gedung depan.


"Ruang radio," Gino memberi perintah. Diangguki semua bocah itu--karena memang selain wajah Gino yang serius dua ribu persen, tidak mungkin mereka harus berjalan jauh menggotong Mark yang pingsan begini.


Yeri ingin menanggapi. Tapi ia juga panik setengah mati. Jadi, dengan tangan mungilnya yang terus mengipas wajah Mark yang terlihat merah--ia ikut bergerak naik ke lantai atas. Hanya berjalan lurus di koridor lalu sampai pada ruangan di paling ujung.


Fur Eye ✓ [MARK | YERI] Where stories live. Discover now