39. Gelato

147 30 6
                                    

Angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya agaknya tak terlalu mengganggu. Begitu pula dengan anak rambutnya yang beberapa kali mencolok netranya yang menatap bebas area rooftop sekolah.

Yerina ragu, sebab ia beberapa kali ke tempat ini bersama teman-temannya. Namun kini hanya seorang diri. Sementara yang lain terlihat saling mendribble bola di lapangan basket.

Suara Yuri menggema siang ini di beberapa speaker sekolah. Suara itu justru tidak membuatnya lupa bahwa kini tengah bergelut dengan pikirannya sendiri. Tentang nilai ujiannya yang mungkin turun setelah tes depan. Tentang-- Mark Endaru yang saat ini melambai padanya dari pinggir lapangan dengan cengiran lebarnya.

Ah cowok itu. Sudah berapa lama Yerina menjalin hubungan dengannya? Mungkin dua minggu?


Tapi ia jelas mengenal sosok Mark lebih lama daripada itu. Sejak masa SMP ia selalu tahu Mark punya magis tersendiri untuk semua orang. Dan kini, cowok itu secara langsung membuat Yerina menoleh padanya yang baru saja menampakkan diri di pintu masuk rooftop. Bergabung duduk di sisinya, dengan tangan kanan mengulurkan cone gelato dengan sendok mungil menancap di permukaan.


"Tumben banget?"


Cowok itu mendelik tak terima. "Kok tumben?" katanya sebelum mendengus kemudian.


"Oke. Sekarang gini," Mark mengubah posisi duduk jadi menghadap Yerina seutuhnya. "Kenapa hari ini Yerina Mauryn nggak siaran?"

"Lagi bete?" tanya Mark sekali lagi. Tangannya bergerak membawa anak rambut Yeri ke belakang telinga. Menghindarkan dari gelato yang mulai disantap gadis itu.


Seperti dugaannya, gadis itu mengangguk acuh. "Nah kan. Makanya gue bawain gelato, kebetulan males ke mart depan,"

Yerina mencebik, lantas menoleh pada kekasihnya itu. Agak dongkol sebenarnya karena cowok itu sibuk dengan osis dan tak mengabarinya sejak kemarin. Tapi berkat gelato itu-- ia merasa meringan.

"Pembohong. Padahal gue tau lo abis ambil dokumen dari perpus," meski sedari tadi ia ada di dalam kelas dan kini berpindah ke rooftop. Yerina bisa tahu kemanapun cowok itu meski ia tak melihat sendiri.

"Astaga.. Gemes banget yang lagi marah,"

Yeri tersenyum kecut, menjauhkan tangannya yang penuh gelato dari sosok itu ketika sang kekasih mengacak rambutnya-- lalu menjadikan pipinya serupa squishy. Tawa Mark Endaru selalu sama, dan itu memang menular.

Namun Yeri benar-benar tak ingin tertawa. Apalagi ketika sesendok penuh gelato yang ia ambil-- dicuri dengan sengaja oleh cowok itu.

"Mark!" Yerina bruntal menendang kakinya. Mengusirnya meski Mark memang hanya tertawa.

Mata Yerina memicing marah. Ingin sekali mendorong cowok itu berguling-guling di rumput sintetis yang memenuhi rooftop. Tapi alih-alih melakukannya, ia justru menyodorkan sesendok gelato untuk Mark.

Membuat cowok itu jelas kesenangan. Gemas sekali dengan si penyiar radio ini. Jadi tangannya memang tak bisa berhenti mengganggu gadis itu. Mengacak rambutnya, mencubit pipinya, sampai ia sudah mengangkat tangan kirinya, bersiap menggigitnya-- sebelum gadis itu mendelik tajam.

"Apa?! Mau apa?!"

Mark memasang ekspresi polos lalu menggeleng kecil. Jelas sekali menarik emosi Yerina. Gadis itu memutar bola matanya lelah sendiri. Ternyata-- menjadi kekasih Mark Endaru seperti sama saja mengadopsi bocah macam Haikal.

Yerina menghela napas, mendorong cowok itu agar menjaga jarak aman darinya. Atau ia akan benar-benar menjadi reog sebentar lagi.


Mark melirik itu, kemudian mencebik malas. Kini memilih merebahkan diri tepat di sisi Yeri. Menjadikan kedua lengannya sebagai alas-- sementara matanya tertutup sempurna. Jujur saja, baru kali ini ia pergi ke rooftop tanpa tujuan belajar. Karena biasanya ia akan lebih sibuk di gedung Utara untuk mengurus osis-- meski dirinya hanya ketua divisi biasa-- bukan seorang yang harusnya berlama-lama di ruang sekretariat dengan banyak kepentingan.


Fur Eye ✓ [MARK | YERI] Where stories live. Discover now