--11. Layu Sebelum Mekar--

209 37 6
                                    

"Kalian--ada apaan?" suara Deya memecah hening siang itu. Yeri segera menepis tangan Mark sebelum mendelik ketika cowok itu hendak bicara lagi.

"Nggak. Nggak. Nggak ada apa-apa," kata gadis mungil itu cepat dengan wajah panik. Yang justru membuat Deya memicing curiga.

"Lo diem-diem ya Yer.." gadis jangkung itu mendengus sesaat. Sebelum akhirnya mengibaskan rambut panjangnya melengos pergi. "Bay!"

Yeri yang ditinggalkan segera menyusul. Meski kembali tertarik ke belakang ketika ransel navy miliknya ditarik oleh Mark. Gadis mungil itu jelas meronta, berusaha untuk bisa terbebas dari sosok Mark yang hari ini agak aneh.

"Emang kenapa sih kalo kita ada apa-apa?" laki-laki berwajah kalem itu tak melepaskan Yeri. Hanya agak berpindah tempat agar bisa melihat wajah gadis itu yang kesal.

Yeri mengerjap kecil. Menggigit bibir bagian dalam dengan letupan kecil yang terasa makin membuat kepalanya panas. Gadis itu lantas mendengus.

"Ya emang ada apa sih? Project promosi club bahasa kan udah selesai waktu itu. Terus ada lagi?" gadis mungil itu berusaha untuk tidak menyeret perasaannya.

Ia kemudian menarik tangan Mark dari ranselnya hingga terlepas. Berjalan mendahului cowok itu yang mengacak rambutnya agak frustrasi. Lalu, mau tak mau mengikuti karena beberapa teman sekelas Yeri yang tinggal mulai keluar kelas.

"Yer!" suara Mark membuat Yeri lagi-lagi menoleh. "Katanya lo mau es krim Onemis,"

"Es krim cake, Mark," kata gadis itu mengoreksi keinginannya beberapa minggu lalu. Yang sebenarnya ia benar-benar tidak ambil pusing mengenai Mark yang ingkar janji.

Dia bisa beli apapun dengan uangnya sendiri. Dia bisa pergi sendiri, Yerina Mauryn itu adalah sosok mandiri. Dan dia.. Mulai menghapus jejak seorang lelaki dalam hidupnya.

Oh mungkin tidak untuk empat bocah prik sahabatnya itu. Mereka tidak akan bisa hidup tanpa seorang peri baik hati seperti dirinya.


"Yaudah, ayo beli itu," laki-laki dengan seragam rapi itu menunjuk lobi agar mereka segera pergi ke Onemis sebelum semakin ramai. "Kalo rame ngantrinya lama,"

Yeri mencibir di belakang. Pada akhirnya menyerah dan memilih mengekori laki-laki itu. Meski, perasaan meletup itu masih sama seperti beberapa waktu lalu. Kali ini, Yeri yang biasanya meramaikan koridor dengan suara cemprengnya nyatanya hanya diam.

Gadis itu berpikir keras. Mengenai bagaimana masa depan cerah mungkin akan segera menghampirinya. Tak lama ia mengulum bibir melihat Mark kembali berbalik memintanya agar cepat mendekat.

Ah. Jangan-jangan Yeri cuma kena ilusi semata. Nanti dia bakal baper sendirian lagi.

Tapi, bukankah tak ada alasan agar dia tak bawa perasaan begini?

Mark free.

Perlahan, Yeri mulai bersemu. Melangkah ringan di sisi Mark yang sama sekali tak berekspresi lebih banyak dari beberapa saat lalu. Gadis itu menoleh, hanya untuk memastikan sekali lagi. Apa perlu dia bawa perasaan untuk hari ini.

Yeri hampir naik ke jok belakang motor Mark ketika seorang gadis berambut panjang meneriaki nama laki-laki itu dengan keras. Wajahnya terlihat khawatir dengan napas naik turun tak teratur.

"Mark!" gadis berpipi bulat itu benar-benar sampai di samping motor Mark. "Feli kecelakaan di simpang depan, motornya hampir nabrak gerobak jadi dia ngindar gitu,"

Mata laki-laki itu melebar. Benar-benar menaruh atensinya pada sosok Yesha. Menatap gadis berambut panjang itu seksama.

"Dia gimana sekarang? Sama siapa?"

Fur Eye ✓ [MARK | YERI] Where stories live. Discover now