--42. Penjelasan--

145 33 3
                                    

**Aku nulis sambil dengerin 'Sorry, heart' nya nct. Siapa tau mau dengerin itu sambil baca**

.
.
.


Gadis itu terduduk di depan meja riasnya. Rambutnya masih setengah basah, sementara tubuhnya agak menggigil. Dengan hidung perih yang sepertinya-- sebentar lagi akan mengeluarkan cairan bening lebih banyak. Yeri mau galau estetik seperti di drama-drama yang Yira tonton. Tapi, ia agaknya tak ingat jika gampang flu.


Jadi kini, gadis itu menggosok ujung hidungnya dengan Tissue. Matanya pun ikut memerah. Menambah kesan menyedihkan seseorang yang baru saja tahu rahasia besar mengenai kekasihnya.


Gedoran di pintu disertai suara berisik membuatnya menghela napas panjang. Suara berat itu beradu dengan suara cempreng adiknya. Yang pada akhirnya, pintu yang terkunci dari dalam itu terbuka dari luar.

Pelakunya tak lain Gino Satriya dan monyet-monyetnya. Membuat Yeri memutar bola matanya jengah, sebelum menggosok ujung hidungnya lagi.

"Astagfirullah Teh, sakit hati begini banget sih," Haikal Raditya geleng-geleng kepala. Berdecak kecil lalu langsung merebahkan diri di ambal bulu.


"Lo keramas berapa jam sih?" James mengangsurkan segelas teh hangat padanya. Setelah beberapa saat kembali lagi dari bawah. "Minum dulu, biar angetan,"


Yeri hanya mencebik. Menerima-- bukan, lebih tepatnya hanya membuka mulut ketika James membantunya minum. Lalu kembali menegak saat Gino menyurukkan termometer di mulutnya.


"Udah makan belum?" Yeri hanya mengangguk kecil. "Can! Ambilin paracetamol," kata Gino pada Haikal yang langsung berdecak dan bangkit dengan ogah-ogahan.


"Nih biang kerok nggak dateng-dateng heran. Kemana sih tu bocah?" James berkacak pinggang. Sementara satu tangannya menggenggam handphone. Beberapa kali mendapat penolakan.


"Wah. Mau mati tuh si anak osis satu," James mendaratkan bokongnya di kursi putar depan meja belajar. Bibirnya mencuat, masih berusaha menekan nomor yang sama beberapa kali.

Yeri lagi-lagi menggosok ujung hidungnya. Tak lama terpaksa harus duduk menegak ketika Gino berinisiatif mengambil hairdryer dari laci mejanya. Menyambungkan ke aliran listrik.


Haikal yang baru saja kembali dari lantai bawah ikut bergabung. Kini keduanya berdiri di belakang Yeri yang sibuk mengelap ingus-ingusnya.


Dua cowok itu kemudian menggeser bagian off menjadi on.


"Anjing!" Gino mengumpat bersamaan dengan Haikal yang berjingkat heboh karena angin panas dari hairdryer mengarah ke wajah keduanya.

"Lo sih ah. Gimana sih Can," Gino mendorong Haikal dengan wajah marahnya. Sementara Haikal merasa amat tersakiti.

"Lu yang geser-geser ya bodoh!" Haikal Raditya mendengus. "Gue biasa nih pinjem punya si Esa! Bisa kok. Lo yang bikin ribet,"


"Lo yang arahin ke muka gue, sialan!"


Yeri menghela napas panjang. Meneguk lagi teh hangatnya. Membiarkan dua bocah itu terus berdebat, sementara dirinya menarik hairdryer dari tangan Haikal. Memang lebih baik ia mengurus diri sendiri. Daripada harus membuat kamarnya kebakaran karena bocah-bocah ini.


Handphone miliknya masih ia biarkan tergeletak dengan keadaan mati. Ia tidak ingin tambah sakit kepala karena sedari tadi Ajeng tak berhenti mengirimkan chat padanya. Juga cowok itu yang beberapa kali berusaha menghubunginya.


Fur Eye ✓ [MARK | YERI] Where stories live. Discover now