--34. Rengkuh--

243 41 11
                                    

Nggak panjang. Tapi semoga suka :"

.
.
.

"Please, don't go. Gue capek banget,"

Yeri masih bergeming. Suara Shaka mungkin terus terdengar. Tapi ia benar-benar mengabaikan si mantan kali ini.

Degup jantungnya masih sama abnormalnya dengan milik cowok itu. Dirinya seolah tak bisa bergerak atau sekedar bicara pada sosok Mark Endaru.

Si ketua club bahasa inggris itu-- dia tidak mati berdiri kan?


"Mark--"

"Please, gini aja dulu,"


Kedua pipinya jelas memanas. Ia sampai menggigit bibir karena tak ingin berteriak kencang sebab ulah Mark Endaru ini. Cowok itu nggak sinting kan?

"Makasih udah bilang gue keren," akhirnya, Mark kembali bersuara. "Tapi jujur gue tertekan Yer,"

Mark menarik napas panjang. Ia bisa menghirup aroma buah yang manis menguar dari rambut halus gadis itu. Ia memejamkan mata beberapa detik setelah berhenti bergumam.

"Disaat orang-orang berekspektasi gue bisa menggapai apa yang mereka inginkan. Nyatanya gue nggak pernah bisa," Mark tersenyum kecut. Meneguk salivanya susah payah karena tenggorokannya benar-benar kering sekarang.

Beberapa saat ia menarik napas panjang. Mengisi rongga dadanya yang sesak dengan udara yang baru-- nyatanya ia justru lebih merasa sesak karena sekelebat bayangan mommy di masa kecilnya terulang lagi. Tentang ia yang berkali-kali gagal kala itu. Benar-benar membuatnya makin merasa lelah.

"They expectation buat gue semangat dan ketakutan disaat bersamaan. Pada akhirnya, gue cuma bisa menyesal,"

Yeri tergugu. Ia tidak tahu jika Mark akan setertekan itu karena olimpiade kemarin. Ia kira, cowok macam Mark adalah manusia-manusia ambis yang mengerahkan segala cara tanpa takut akan ekspektasi orang lain. Yang ia kira, Mark Endaru adalah sosok sempurna yang selalu percaya diri. Bisa membuktikan apapun meski tak sesuai ekspektasi orang lain.

"You've done your best, Mark," Yeri menarik napas panjang. Perlahan tangannya menarik lembut lengan Mark yang mengukung tubuhnya.

Ia berbalik. Mendongak hanya untuk menatap sepasang mata bulat cowok itu yang berkaca-kaca. Yeri sadar, bahwa kini Shaka sudah pergi memutuskan sambungan. Membuatnya langsung menyimpan hape di saku rok.

"Lo udah berusaha sebaik mungkin. Hasilnya udah cukup bagus 'kan?" Yeri tersenyum tipis. Menepuk bahu Mark dua kali. "Peringkat itu nggak penting Mark,"

"Lo tahu?" pertanyaan itu membuat Yeri mengangguk cepat. Gadis itu tersenyum tipis, mengingat ia jelas tahu saat mengunjungi kubikel miss Tiffany.

"Yah.. Mungkin agak nggak tau diri saat gue tahu duluan karena ngintip di meja miss Tiffany tiga hari lalu," Yeri meringis. "Jiwa kepo gue emang nggak pernah bisa di tahan. Mark,"

Mark menghela napas panjang. Tahu fakta bahwa Yerina memang sering dapat informasi secara acak, jadi ia tak begitu kaget. Tapi ini bukan perkara Yeri dan segala infonya. Jadi, gadis itu sudah tahu perihal kekalahannya ini?

"Tapi lo udah berusaha dengan kemampuan sendiri.. Sulit buat capai ekspektasi orang-orang. Belum tentu mereka bisa menang olimpiade itu lawan sekolah inter lain,"

Mark terkekeh sekilas. Pandangannya sudah memburam sejak bermenit-menit yang lalu. Kemudian, ucapan gadis itu benar-benar bisa membuatnya tambah merasa jatuh. Apalagi tatapan tenang dan dalam itu. Yerina Mauryn mungkin selalu terlihat menggebu-gebu dan membara. Namun kali ini yang ia lihat adalah sosok lain dalam diri gadis itu.

Fur Eye ✓ [MARK | YERI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang