--44. Cokelat Stroberi--

159 29 4
                                    

**kalo ada typo tolong tandai dengan bahasa yang baik ya, soalnya aku belum edit seluruhnya**




Yerina tahu, dirinya adalah manusia yang suka mencari penyakit. Jadi, ketika malam itu hujan turun lebih lebat dari siang tadi. Dirinya bergelung di bawah selimut tebalnya. Secangkir susu hangat agaknya makin dingin karena ia biarkan saja.

Tangannya menggenggam handphone, sementara bibirnya terus menggerutu tak tentu. Akun instagram dengan nama teramat alay itu sudah ia pegang sejak bertahun-tahun yang lalu. Tapi baru kali ini ia menggunakan untuk mengorek informasi kekasihnya sendiri.

Mark Endaru Gabriell nyaris tidak pernah ada dalam pencarian informasinya. Bukan tidak tertarik-- hanya saja ia merasa kehidupan cowok itu terlalu sempurna untuk ia cari celahnya.

Lalu, nama Arinda Khanza juga tidak pernah ada dalam daftar orang-orang yang ia cari. Mana pernah Arinda membuat gosip menghebohkan selain menjadi pacar Mark Endaru. Menjadi couple goals yang dielukan manusia gampang ambyar seperti teman-temannya.

Tapi berita putusnya mereka memang tidak pernah tersebar. Dan mungkin, jika Yeri ingin, ia hanya perlu melakukan dua hal untuk itu. Membeberkan di akun lambe sekolah, lalu dipanggil Elsa Salvia karena menyalahi aturan pengurus osis.

Lagipula, Yeri tidak mau hubungannya makin renggang dengan Mark.

Apalagi cowok itu seolah tak punya gerakan sedikitpun. Apa Mark Endaru benar-benar si kapten 11 TAV 2 yang terkenal bijak dan tegas itu? Apa Mark ini masih menjabat sebagai ketua club bahasa Inggris yang hebat public speaking itu? Atau, benarkah cowok ini si panutan ketua Divisi humas osis itu?

Cih.

Mark Endaru memang agaknya terlalu banyak gelar tak pasti. Tapi actionnya nol besar.

Kemana dia sampai hari ini belum juga menanyakan kabarnya? Apa ia terlalu merasa bersalah sampai tak bisa melangkah ke rumahnya?


Yeri mendengus. Flu nya masih belum sembuh hingga kini. Bahkan mama menyarankan untuk pergi ke dokter dan meminum resepnya. Tapi mama tak tahu, yang sakit bukan hidung melernya atau kepalanya yang berat, tapi hatinya.

Hatinya yang sekeras batu tambah keras seperti adonan semen terkena sinar matahari. Hati batunya ini terlalu gengsi untuk mengatakan bahwa dia rindu. Hati batunya ini terlalu munafik untuk mengatakan ia memaafkan cowok itu.

Dua hari ini Yeri terus menghipnotos diri, mengingat berapa kali menjadi korban mulut buaya teman-temannya. Mengatakan bahwa Mark pasti sama saja, meskii statusnya jelas sudah berbeda.

Mark pasti tidak jauh beda dengan Dion yang mengatakan seribu kata manis padahal belum move on sepenuhnya. Pasti cowok itu tipe yang tidak bisa menerima orang baru segampang Lukas mengganti gebetannya seminggu tiga kali.


Dan kini, setelah pintu kamarnya terbuka lebar. Yeri menemukan manusia yang hampir-- satu spesies dengan Lukas. Cowok jangkung dengan mata bulat dan bulu mata cantik itu bersiul-siul dari depan pintu. Kemudian, setelah Yeri menoleh untuk memastikan wujudnya dengan benar-- cowok itu mengedipkan sebelah matanya dengan menjijikan.

"Na, tolong dong jangan bikin gue yang flu jadi masuk angin," Yeri memutar bola matanya malas. "Gue nyaris gumoh gara-gara elo,"

Jinendra James Adnan tidak terlalu peduli. Ia hanya mencebikkan bibir sebelum menggeser tubuh Yeri dan mendudukkan diri di ujung ranjang gadis itu.

"Galau gini muka lo tambah menarik Teh, kayak layangan terbang," James menyeringai.

Kini cowok itu benar-benar menarik Yeri agar duduk di depannya. Sebelum ia meraih kantung plastik yang ia bawa. Mengeluarkan beberapa kemasan dengan varian coklat lebih banyak.

Fur Eye ✓ [MARK | YERI] Where stories live. Discover now