Part 41: Berpisah

817 71 26
                                    

Suara pintu yang terbuka mengalihkan atensi Krist dari gitar yang sedang dimainkan. Ia langsung melihat ke arah pintu dimana seorang wanita berdiri di tengahnya. Segera Krist meletakkan gitarnya dan mendekati wanita itu

"Fah," sapanya.

"Aku membawakan surat perceraian kita," ujar Fah, sembari tersenyum kecut.

Tangan Krist terulur untuk menerima map berukuran sedang yang diberikan oleh Fah. Ia merasa sangat buruk, rasa bersalah juga berkecamuk dalam hatinya. Ia telah menyakiti orang yang begitu tulus padanya.

"Kau baik-baik saja, Fah?"

Meskipun Krist tau bahwa jawabannya adalah tidak, ia tetap mempertanyakan hal itu. Ia ingin memastikan bahwa wanita yang dinikahinya 8 tahun yang lalu itu mampu melewati kehidupan tanpa dirinya, lagi.

"Setelah semua yang kita lalui selama ini, apa kau mengira aku akan baik-baik saja berpisah denganmu?" Tanya Fah, kembali tersenyum pedih.

"Maafkan aku."

Hanya kata itu yang mampu untuk diucapkan oleh Krist. Ia menundukkan kepala, tangannya menggenggam kuat untuk menyalurkan rasa bersalah. Ia tidak ingin menyakiti orang lain, tetapi ia juga tidak bisa membuatnya bahagia. Mempertahankan hubungan tanpa cinta hanyalah menunda waktu untuk semakin terluka.

"Kau sudah mengucapkan itu berapa kali? Aku sampai bosan mendengarnya." Fah memasuki ruangan musik dan membaca secarik kertas penuh coretan di atas meja, "Unfinished Love?"

Namun, Krist dengan cepat merebut kertas itu dan menyembunyikan di belakang tubuhnya, seakan tidak memperbolehkan Fah untuk melihat. Bukan apa-apa, ia hanya tidak ingin menambah luka di hati mantan istrinya itu.

"Tidak perlu disembunyikan, aku sudah membacanya." Fah menghela nafas dan menarik senyum kecil di wajahnya, "Lagu untuk Singto?"

Melihat Krist hanya terdiam dan jakunnya naik turun menelan ludah membuat Fah kembali tersenyum kecil. Ia menepuk pundak Krist pelan, "Boleh aku bertanya sesuatu?"

"Boleh."

"Sebagai Krist, apa kau pernah mencintaiku sedikit saja?"

Krist mengambil tangan Fah di pundaknya, kemudian menggenggam, "Jangankan sedikit, aku pernah mencintaimu dengan sepenuh hatiku."

Alis Fah berkerut, "Mencintaiku?"

"Dulu, ketika kita masih SMA, aku pernah mencintaimu. Tetapi aku sadar diri kalau aku tidak akan bisa menggapaimu. Kau terlalu tinggi untukku yang hanya orang biasa."

"Bodoh! Kenapa kau tidak pernah mengatakannya padaku?" Ujar Fah, marah.

"Kalau aku mengatakannya padamu, apa kau akan menerimaku?"

"Tentu saja!"

Krist tersenyum kecil, "Tidak, Fah. Kau mencintaiku sejak kau menikah dengan Arthit. Jika dulu aku mengatakannya padamu, aku yakin akan merusak persahabatan kita. Kau akan menjauhiku dan aku tidak akan menjadi seperti saat ini tanpamu."

Fah bungkam. Jujur saja perkataan Krist benar. Ia tidak menyimpan rasa pada pria itu sebelum ia memutuskan untuk menikahinya. Ia hanya memiliki rasa sayang sebagai sahabat, tidak lebih. Namun, setelah beberapa waktu bersama dengannya, perasaan lain muncul secara tak terduga.

"Kau benar." Fah melepaskan tangan dari genggaman Krist, "Maaf, aku terbawa perasaan."

"Kau akan mendapatkan yang lebih baik dariku, Fah. Pria yang bisa mencintaimu sepenuh hati, memberikan seluruh hidupnya untukmu dan hidup bahagia bersama."

Fah menghela nafas besar, "Lalu, apa rencanamu dengan Singto?"

"A-aku.. ehem.." Krist berdehem karena tidak tau harus memberikan jawaban yang cocok untuk pertanyaan itu.

Unfinished LoveWhere stories live. Discover now