Part 31: Leonard Prachaya

479 72 11
                                    

TW⚠️
Kekerasan pada anak. Tidak pantas untuk ditiru.
Harap bijak dalam membaca.

Siang hari, saat mentari terasa tepat di atas kepala, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun berlari kecil memasuki rumah. Ia membawa sebuah gelang hasil karyanya di sekolah. Dari raut wajahnya, ia tampak begitu bahagia. Senyuman tak lepas dari wajah menggemaskannya, terpatri hingga sampai pada tempat yang dituju.

"Tuan Leon sudah pulang? Mau bibi buatkan makanan?" Tanya asisten rumah tangga.

Leon menggeleng dengan cepat, "Aku mau bertemu mama."

"Mama sedang pergi, Tuan."

Raut kecewa pun nampak jelas di wajahnya. Ia sudah tidak sabar untuk menunjukkan hasil karya yang ia buat khusus untuk sang mama. Leon membentuknya dengan cantik, memberikan manik-manik sesuai dengan warna kesukaan Nutcha.

Meskipun Nutcha jarang berinteraksi dengannya, akan tetapi Leon sangat menyayangi wanita yang dipanggilnya mama itu. Ia memahami bahwa Nutcha adalah orang yang sibuk, wajar kalau tidak memiliki waktu untuknya.

"Ambilkan aku minuman."

Suara itu langsung merenggut atensi Leon, suara orang yang sejak tadi ia tunggu. Secepat mungkin Leon menuruni tangga untuk menemui Nutcha. Leon tersenyum kala melihat mamanya duduk bersandar di sofa.

"Mama," sapa Leon.

Nutcha hanya melirik malas dan menghela nafas kasar, kemudian kembali fokus memainkan ponselnya. Ia tidak peduli dengan Leon yang menyapanya menggunakan senyum yang sangat mirip dengan orang yang paling dibenci olehnya. Sungguh, Nutcha sangat membenci senyum itu.

"Lihat, aku membuatkan gelang untuk mama. Tadi di sekolah, bu guru menyuruhku membuat gelang untuk orang yang aku sayang. Lalu, aku membuatnya untuk mama." Jelas Leon penuh semangat.

Namun, yang Leon ajak bicara sama sekali tak menggubris. Nutcha bahkan tengah asyik bermain dengan ponselnya, seakan-akan tidak ada yang mengajaknya mengobrol. Nutcha sangat jelas mengabaikan Leon, akan tetapi anak itu tak merasakannya. Leon masih antusias memamerkan hasil karyanya untuk Nutcha.

"Pakai, ma." Leon mengambil tangan Nutcha untuk memakaikannya gelang, akan tetapi dengan cepat Nutcha menarik tangannya dari pegangan Leon.

"Jangan menyentuhku!"

Senyum di wajah Leon luntur, kepalanya menunduk karena takut. Sebenarnya ia sudah terbiasa dengan bentakan Nutcha, hanya saja ia terkejut kalau secara tiba-tiba.

Nutcha menghela nafas kasar, "Berikan padaku gelangnya."

Kepala Leon terangkat, senyum di wajahnya pun kembali bersemi. Ia dengan cepat memberikan gelang itu pada Nutcha. Kemudian, Nutcha memakai dan memotretnya menggunakan ponsel untuk diunggah di media sosialnya. Tentu saja dengan caption yang sangat manis.

Setelahnya, Nutcha melepas gelang itu dan membantingnya di meja, membuat karetnya putus dan manik-maniknya tercerai-berai. Tanpa merasa bersalah, tanpa melihat sedikit pun, ia langsung pergi begitu saja setelah merusak hasil karya Leon.

Anak laki-laki yang melihat hasil kerja kerasnya hancur itu sangat sedih. Ia sudah bersusah payah untuk merucing satu persatu pernak-pernik agar menjadi sesuatu yang menyenangkan hati mamanya, akan tetapi hancur begitu saja. Leon mengumpulkan bulir demi bulir yang berceceran dengan hati kecewa.

"Tidak apa-apa, nanti Nanny bantu menyatukannya lagi, ya." Hibur pengasuh Leon.

"Gelangnya jelek, ya? Mama tidak suka buatanku."

"Gelang Leon bagus sekali. Nanny saja suka, mama juga pasti menyukainya."

Meski masih ada yang mengganjal di hati Leon, ia tetap mempercayai ucapan pengasuhnya. Ia masih berpikir bahwa mamanya adalah orang yang baik, tidak mungkin sengaja menjatuhkannya. Leon akan memperbaikinya dan memberikan pada Nutcha setelah itu.

Unfinished LoveOù les histoires vivent. Découvrez maintenant