Part 38: Jangan Sedih, Nora

574 78 10
                                    

Banyaknya kejadian dalam hidup akan membuat seseorang belajar makna kehidupan, bertumbuh dewasa dan menemukan solusi dari setiap masalah. Semua yang terjadi, baik atau buruk, akan menciptakan kenangan yang tidak mudah untuk dilupakan. Kelak, ketika seseorang itu menoleh ke belakang, akan ada senyum bangga karena telah berhasil melewati segalanya.

Setelah badai, pelangi akan datang.

Itu yang dinamakan fase kehidupan. Kadang berada di atas, kadang berada di bawah. Kadang bahagia, kadang juga terluka. Tidak ada kesengsaraan yang bertahan lama dan tidak ada kebahagiaan yang menetap. Semua datang silih berganti untuk membuat seseorang lebih menghargai hidup.

Pemikiran itu yang membawa Krist sampai pada titik ini. Semua kehilangan, kesakitan, duka dan derita, telah ia telan dengan susah payah. Tak ada obat mujarab yang membuatnya sembuh dengan cepat. Namun, ia percaya bahwa waktu dapat membuatnya lebih baik.

Krist merasa bahwa hidupnya lebih mudah ketika ia menerima segala luka dan berdamai dengan diri sendiri. Tidak ada lagi beban berat yang harus ia tanggung. Hanya satu yang perlu ia perbaiki, yaitu hubungannya dengan anak laki-lakinya.

Meskipun Leon sudah tidak mempermasalahkan kehadirannya, akan tetapi anak itu masih enggan berbicara dengannya. Leon hanya menjawab dengan anggukan atau gelengan setiap kali Krist bertanya padanya. Tetapi tidak masalah, setidaknya Leon mau merespon ucapannya.

Ketika tidak memiliki jadwal, Krist akan datang untuk menjemput Nora. Selain itu, ia juga ingin menemui anak laki-laki yang sekarang menjadi rindunya. Meski hanya sebentar, hal itu sangat berarti untuk Krist. Ia tidak memiliki harapan yang besar, hanya sekedar melihat Leon menikmati harinya sudah membuat Krist senang bukan kepalang.

Begitu pula dengan Nora, ketika anak perempuan itu mengetahui faktanya, ia tidak pernah lepas dari sisi Leon. Mereka berdua seperti prangko yang saling menempel, sehingga membuat orang sekitar heran. Pasalnya, Nora yang tidak bisa diam terlihat akrab dengan Leon yang tidak banyak bicara. Suatu hal yang aneh, bukan?

Namun, di balik sikap dingin Leon, ia menyimpan peduli untuk kembarannya itu. Leon akan pasang badan dari siapapun yang hendak mengganggu Nora. Cara Leon menyampaikan rasa sayang memang berbeda. Ia tidak suka terlalu banyak bicara, tetapi aksinya nyata.

Tidak diragukan lagi, darah Singto memang mengalir pada tubuhnya.

"Leon," panggil Nora, saat keduanya tengah asyik makan bekal di taman sekolah.

Leon hanya membalas deheman karena mulutnya penuh dengan makanan.

"Nanti Leon dijemput siapa?" Tanya Nora.

"Paman Som," jawabnya singkat.

Nora menghela nafas kecewa, kemudian mengerucutkan bibirnya, "Kenapa tidak dijemput ayah saja?"

"Ayah sibuk."

Anak perempuan itu kembali mempoutkan bibirnya. Nora kesal. Sudah lebih dari satu minggu ia tidak bertemu dengan sang ayah. Papanya juga tidak mengizinkan untuk bermain ke rumah Leon, sehingga ia harus menahan rindu seorang diri.

Nora tidak tau yang terjadi di rumahnya, yang pasti semua telah berubah. Ia ingin menceritakan itu pada Singto, tetapi ia tidak memiliki kesempatan. Nora merasa tidak nyaman berada di rumah. Papa dan mamanya tidak memperdulikannya seperti dulu, mereka hidup untuk diri mereka masing-masing.

Saat ini yang dibutuhkan Nora adalah tempat untuk berkeluh kesah. Tidak mungkin ia mengadu pada Leon, karena kembarannya itu pasti tidak akan merespon. Lagipula, Leon hanya anak kecil seperti dirinya, dia pasti juga tidak mengerti.

"Nora mau bertemu ayah. Nora ingin bermain ke rumah Leon, tapi papa tidak mengizinkan."

Raut sedih menghiasi wajah anak perempuan itu. Ia bahkan menyudahi makan dan tak menghabiskannya. Hal itu mengundang rasa simpati Leon. Ingatkan bahwa mereka adalah kembar. Apapun yang dirasakan oleh Nora, Leon pun ikut merasakannya.

Unfinished LoveWhere stories live. Discover now