Part 29: Selamat Datang, Krist

528 83 49
                                    

Mata bulat itu perlahan-lahan terbuka, setelah sekian lama redup dalam keheningan. Seorang wanita yang senantiasa duduk di sampingnya pun bergerak antusias, memeriksa bahwa semua baik-baik saja.

"Kau sudah sadar? Apa yang sakit?" Tanya Fah.

Tak ada yang keluar dari mulut Arthit, ia hanya diam dan menatap. Pandangannya tak lepas dari wanita yang terlihat mengkhawatirkan keadaannya. Pandangan itu pula yang membuat Fah merasa ketakutan.

"A-Arthit," panggil Fah, ragu.

Pria yang dipanggil itu pun bangun dari tidurnya dan duduk menyandar pada kepala ranjang. Arthit memejamkan mata sejenak sembari menghela nafas panjang.

"Kenapa, Fah?"

Fah mengerutkan kedua alis bingung, "Kenapa, apa?"

"Kenapa kau bertindak sejauh ini? Aku hanya punya satu orang yang aku percaya, yaitu kau. Kenapa kau membohongiku juga?"

"Arthit, aku sudah—"

"Tindakanmu ini akan menyakiti banyak orang. Aku, Nora, Leonard, bahkan kau sendiri. Kenapa kau mengorbankan hidupmu yang indah hanya untuk menyelamatkanku, Fah?"

"Karena aku tidak ingin melihatmu terluka."

"Lalu, apa kau pikir aku tega melihatmu terluka?" Arthit menghela nafas berat, "Setelah kehilangan keluarga, aku hanya punya kau yang peduli padaku. Kau satu-satunya sahabatku, aku juga tidak ingin kau terluka."

Fah terkejut mendengar itu, ia mulai merasa bahwa pria yang di hadapannya itu bukan Arthit yang biasa yang ia kenal. Pria itu lebih mirip dengan Krist.

"Ingatanmu..."

"Ya aku ingat segalanya, bahkan aku mengingat pertemuan pertama kita."

Tubuh Fah lemas seketika, nafasnya terasa tercekat dan jantungnya berdesir lebih cepat. Rasanya dunia telah runtuh, kehancuran terlihat di depan mata. Apa semua akan berakhir sia-sia?

Selama ini Fah hanya berfokus pada Arthit dan Nora, ia bahkan tidak mempedulikan dirinya sendiri. Fah mengesampingkan urusan pribadi jauh di bawah kebahagiaan keduanya. Jika mereka memutuskan untuk pergi, maka hidupnya tak lagi sama.

"Kau sangat melukaiku, Fah. Aku kecewa karena kau membohongiku, tapi lebih dari itu aku sangat terluka saat tau kau mengorbankan hidupmu untukku."

Air mata mulai berjatuhan dari pelupuk matanya. Fah tidak tau apa yang dirasa, karena semuanya bercampur aduk menjadi satu. Beban berat terasa menimpa pundaknya dan perlahan menusuk sampai ke bagian terdalam.

Melihat tangis yang tak berhenti dari sahabatnya itu, Krist tak tega. Satu sisi ia sangat marah, tetapi disisi lain ia merasa iba. Setelah semua pengorbanan yang dilakukan oleh Fah, pantaskah ia meluapkan amarah?

Krist mengusap air mata Fah dan tatapannya pun melunak, "Jangan menangis. Air matamu terlalu berharga untuk menangisi pria tidak tau diri sepertiku."

Bukannya berhenti, tangis itu justru semakin keras. Fah mengambil tangan Krist yang berada di pipinya dan menggenggam dengan erat. Kemudian ia mendekap tangan itu layaknya ia sedang memeluk suaminya. Arthit.

"Tolong jangan membenciku," ujar Fah dalam tangisnya.

Krist menghela nafas panjang, lagi dan lagi. Ia juga sama terlukanya seperti Fah, hanya saja ia tidak mau meluapkan seperti sebelumnya. Waktu itu Krist menganggap Fah sangat bersalah karena membohonginya tanpa tau keadaan yang sebenarnya. Namun, setelah ingatannya kembali, ia semakin terluka karena ia mendapati sahabatnya telah berkorban banyak untuknya.

"Andai kau tidak memperdulikanku, kau pasti sudah bahagia dengan hidupmu sendiri."

"Tidak." Fah menggeleng dengan cepat dan menambah erat genggaman tangannya, "Aku tidak pernah sebahagia ini dalam hidup, kau dan Nora membuatku tau arti bahagia yang sesungguhnya."

Unfinished LoveWhere stories live. Discover now