Part 24: Penolakan

463 83 34
                                    

"Papaaaaa."

Gadis kecil itu langsung berlari menghampiri sang ayah setelah melihat kejadian itu. Ia sangat terkejut, secara tiba-tiba papan itu terjatuh mengenai beberapa orang yang berdiri di dekatnya. Beruntung, papanya tidak menjadi korban atas tragedi itu.

Namun, tetap saja Nora khawatir dengan keadaan Arthit yang terlihat jatuh dekat lokasi kejadian. Ia takut kalau terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan pada papanya.

Nora menerobos barisan orang-orang yang berkerumun untuk melihat kejadian secara langsung. Ia tidak peduli dengan tubuh yang terhuyung kesana kemari karena terdorong orang dewasa, yang ia pedulikan saat ini adalah kondisi papanya.

"Papaa," ujar Nora khawatir saat melihat Arthit masih terlentang di atas tanah.

Air matanya mulai berhamburan keluar, Nora langsung berjongkok melihat kondisi papanya. Ia melihat Arthit menangis sembari memeluk erat Leon yang berada diatas tubuhnya.

"Papa," panggil Nora sekali lagi.

Sadar akan kehadiran orang lain, Arthit membuka mata dan melihat Nora yang tampak sangat mengkhawatirkannya. Ia pun segera memeluk Nora bersamaan dengan Leon, hingga membuat tangisnya makin pecah. Arthit tidak memperdulikan orang-orang yang menatap mereka dengan heran.

"Papa baik-baik saja?" Celetuk Nora dalam peluk Arthit.

"Selama ada kalian berdua, papa akan baik-baik saja."

Setelah para tenaga medis datang, mereka membantu Arthit dan Leon untuk diobati. Meskipun tidak menjadi korban yang tertimpa papan, akan tetapi tubuh mereka terdapat lecet ringan akibat terjatuh.

"Aku baik-baik saja, tolong periksa keadaan putraku."

"Tapi luka anda lebih parah, pak."

"Tidak, aku baik-baik saja. Tolong periksa anakku lebih dulu," ujar Arthit memohon.

"Baiklah."

Tenaga medis itu memeriksa kondisi Leon dan mengobati lecet yang ada di tangannya akibat tergores tanah. Mata Arthit tak pernah lepas dari memandangi Leon yang terlihat kesakitan. Arthit tidak tega, tentu saja, semua orang tua tidak akan mampu melihat anaknya terluka.

"Leon!"

Panggilan itu mampu mengalihkan perhatian Leon sepenuhnya. Ia menarik tangannya yang sedang diobati dan langsung berlari menghampiri si pemilik suara.

"Ayah," ujarnya dengan menangis.

"Kau baik-baik saja? Apa kau terluka? Astaga, kenapa tanganmu, nak?" Cecar Singto yang sangat mengkhawatirkan kondisi Leon.

Anak laki-laki itu tidak menjawab, ia justru memeluk ayahnya dan menangis sangat kencang. Leon seakan mengadukan segala kesakitan dan rasa takut yang dialaminya kepada Singto. Sedari tadi ia menahan untuk tidak meluapkan, karena ia tak punya tempat untuk mengadu. Baginya, hanya ayah tempat bersandar paling nyaman.

"Maafkan ayah terlambat menjemputmu dan akhirnya kau terluka seperti ini, harusnya ayah datang lebih cepat agar kau baik-baik saja. Maafkan ayah, nak."

Singto terus menerus mengusap punggung Leon untuk menenangkannya. Ia juga merasa bersalah karena lalai menjaga Leon, sehingga anaknya harus terluka. Singto sangat menyesali itu.

Setelah Leon lebih tenang, Singto membawanya kembali untuk diobati, karena Leon pergi secara paksa. Ia menggendong anaknya yang enggan untuk mendapat perawatan, Leon terus memeluk erat tubuh Singto tanpa berniat melepaskan.

"Arthit, kau juga terluka?" Tanya Singto khawatir.

"Papa menyelamatkan Leon, jadi papa juga terluka." Jawab si gadis kecil.

Unfinished LoveWhere stories live. Discover now