Part 36: Semua Memiliki Luka

474 78 17
                                    

Suara pintu yang terbuka memgalihkan atensi Nora dari boneka yang dimainkannya. Ia tersenyum ceria saat mendapati seseorang yang selalu di nanti hadir di depan matanya. Papa; orang yang selalu membuatnya rindu meski satu detik tak bertemu.

"Tuan putri belum tidur?" Tanya Krist.

Nora menggeleng cepat dan berjalan mendekati papanya. Ia merentangkan tangan sebagai tanda bahwa ia ingin masuk dalam gendongan Krist, seperti biasanya. Nora memang selalu bersikap manja saat bersama dengan Krist.

Melihat hal itu, Krist segera mengangkat sang tuan putri dan mendekapnya agar tidak terjatuh. Ia merasa semakin hari berat tubuh Nora semakin meningkat, atau mungkin dirinya yang sudah semakin tua sehingga tenaganya tidak prima seperti dulu.

"Malam ini papa tidur bersama Nora lagi, boleh?"

"Boleh." Nora tersenyum riang, "Aku suka tidur bersama papa."

Krist mencubit gemas hidung mancung sang anak, sebelum akhirnya membawa Nora untuk tidur. Ia mematikan lampu utama dan menghidupkan lampu tidur. Nora tidak menyukai tidur dalam gelap, karena akan membuatnya mimpi buruk.

"Papa," panggil Nora.

"Ya, sayang." Krist menjawab sembari membenarkan posisi selimut anaknya.

"Kenapa papa tidak pernah mengatakan kalau aku memiliki ayah?"

Krist membelalakkan mata karena terkejut, "Ayah?"

"Iya. Ayahnya Leon, ayah Nora juga."

Nafas Krist terasa tecekat, lidahnya pun keluh. Ia tidak siap dengan pertanyaan mendadak itu. Sebenarnya ia tau cepat atau lambat Nora juga akan mengetahui segalanya. Namun, ia tidak mengira kalau waktu akan datang secepat ini.

Krist sangat takut Nora tidak bisa menerima semuanya. Pemikiran anak itu masih terlalu dini untuk mengerti rumitnya hubungan di antara mereka. Berkaca pada Leon yang sulit menerimanya, ia yakin Nora juga akan melakukan hal yang sama.

"Kata siapa Nora memeliki ayah?" Tanya Krist, getir.

"Ayah yang mengatakannya pada Nora. Katanya, Nora punya tiga orang tua, papa, mama dan ayah."

"Nora tidak marah?"

Nora mengerutkan alisnya dan memiringkan kepala untuk menatap Krist, "Tidak. Nora sangat senang memiliki ayah. Apalagi, ayah Nora baik seperti ayah Singto."

Krist terkejut dengan ucapan Nora, ia tidak menyangka anak perempuannya akan dengan mudah menerima Singto. Padahal, Nora tidak begitu sering berinteraksi dengan Singto dan ia juga tidak pernah mengenalkan Singto secara resmi pada Nora. Mengapa mereka terlihat begitu dekat?

Perlahan ingatan Krist kembali pada saat dirinya hamil, dimana kedua anaknya itu akan sangat aktif kalau Singto mengajaknya berbicara. Mereka berdua berulang kali menendang dan berputar seakan bahagia mendengar suara ayahnya.

Hembusan nafas kasar keluar, Krist merasa iri pada Singto. Ia mengandung dan melahirkan, akan tetapi keduanya justru lebih dekat dengan pria itu.

Jika dipikir lebih dalam, Singto memang lebih menyayangi mereka daripada dirinya. Ia sempat tidak menerima kehadiran keduanya, bahkan ingin membunuh mereka. Berbeda dengan Singto yang selalu menjaganya dengan sepenuh hati. Ia memberikan apapun yang dibutuhkan bahkan sebelum mereka melihat dunia.

Sepertinya mereka bisa merasakan ketulusan itu, sehingga keduanya sangat dekat dengan Singto.

"Lalu apa yang Singto katakan pada Nora?" Tanya Krist.

"Ayah mengatakan aku anak kandung papa dan ayah, terus mama adalah orang yang merawatku dari kecil. Meskipun mama bukan mama kandung Nora, tetapi mama juga menyayangi Nora seperti papa dan ayah."

Unfinished LoveWhere stories live. Discover now