Part 13: Debaran Pertama

524 96 48
                                    

Arthit tengah berdiri di pinggir pantai, merasakan angin sepoi-sepoi yang menyapu wajahnya. Deburan ombak terdengar seperti melodi yang mengalun indah di telinga. Serta bau khas laut yang begitu menenangkan indera penciumannya. Ia memejamkan mata untuk menikmati setiap desir yang membuatnya terasa nyaman.

Perlahan mentari pergi untuk bersembunyi, meninggalkan warna jingga yang menghias di atas birunya samudra. Warna yang paling memanjakan mata diantara semuanya.

Sebuah tangan tiba-tiba melingkar di perut Arthit membuat senyumnya merekah. Netranya perlahan terbuka dan menangkap sosok yang kini menyandarkan wajah pada bahunya. Arthit memegang erat tangan itu sebagai balasan atas dekapannya.

"Kenapa kau disini? Anak-anak sedang mencarimu." Orang itu mengecup bahu Arthit dengan lembut, "Ayo, kita temui anak-anak."

Arthit tidak mendengarkan perkataan itu, ia justru memegang semakin erat tangan yang mendekapnya. Untuk kali ini saja, ia ingin menikmati suasana romantis berdua dengan orang terkasihnya itu. Rasanya sudah lama sekali Arthit tidak memiliki waktu yang berkualitas hanya berdua saja.

"Ada apa, hmm?" Tanya orang itu lagi.

"Waktu berjalan sangat cepat, ya." Arthit mengusap tangan orang yang mendekapnya, "Dulu aku hanya bisa mengusap mereka di perut, sekarang aku bisa melihat mereka berlari."

"Waktu akan terasa begitu cepat saat kita menikmatinya." Orang itu kembali mengecup bahu Arthit dan mengeratkan dekapannya, "Apa kau juga merasa waktu begitu cepat saat bersamaku?"

Arthit tak bisa menyembunyikan senyum, rasanya bibir itu ingin terus terangkat tinggi. Tidak dipungkiri bahwa perkataan orang itu benar, waktu akan terasa begitu cepat saat Arthit menikmati keadaan.

"Tidak peduli cepat atau lambat, aku ingin menghabiskan setiap waktu bersamamu."

Meskipun tidak melihat langsung, Arthit bisa merasakan orang itu tersenyum. Senyuman yang selalu membuat jantungnya berdegup dengan kencang. Anehnya, degup itu tidak pernah hilang bahkan setelah sekian lama bersama. Arthit selalu merasa jatuh cinta lagi pada orang yang sama setiap ia melihatnya.

"Tapi bagaimana jika aku hilang dari hidupmu?"

Senyum Arthit luntur, bibirnya perlahan mendatar. Pria manis itu ingin berbalik untuk menatap orang yang mendekapnya, tetapi orang tersebut menahannya agar tetap pada posisi itu.

"Apa maksudmu?" Arthit memberontak untuk dilepaskan, namun orang itu malah mendekapnya lagi, "Aku tidak akan membiarkanmu meninggalkanku."

"Lalu bagaimana jika kau meninggalkanku?"

"Aku tidak akan meninggalkanmu!" Jawab Arthit tegas.

"Aku percaya kau tidak akan meninggalkanku dengan sengaja, tapi bagaimana kalau kau meninggalkanku tanpa sengaja?"

"Aku tidak mengerti." Arthit nampak bingung.

"Bisa saja kau meninggalkanku dan melupakan semua tentang kita."

Arthit bisa merasakan nafas orang itu memberat dan sedikit tercekat dengan kata-kata yang ia ucapkan sendiri, seakan orang tersebut sedang mengalami keadaan yang menyedihkan itu.

Suara isakan perlahan masuk telinga Arthit, menandakan orang yang memeluknya itu sedang menangis. Basah di bahunya juga menjadi penguatan atas opininya itu.

"Hei, kenapa menangis? Aku tidak akan melupakan semua tentang kita, apalagi melupakanmu." Arthit mencoba menangkup pipi orang itu dengan satu tangannya hingga membuat pipi mereka menempel, "Jika ingatanku tidak mengenalmu, aku yakin hatiku akan menunjukkan jalan kembali padamu."

Unfinished LoveWhere stories live. Discover now