Part 32: Cinta dan Amarah

442 70 9
                                    

"Aku menemukannya!"

Singto langsung menghampiri Fah yang sejak tadi menyibukkan diri untuk mencari keberadaan anaknya. Wanita itu terus mengotak-atik ponselnya untuk menemukan GPS pada jam tangan milik Nora. Akhirnya, setelah beberapa saat ia mendapatkan lokasi mereka.

"Yu San berbohong. Krist ada di rumahnya."

"Kita kesana sekarang," ujar Singto, kemudian bergegas mengambil kunci mobilnya.

Mobil yang dikendarai oleh Singto itu melaju dengan kecepatan penuh, membela kota Tokyo yang lebih lenggang saat malam hari. Ia tidak berpikir apapun, karena pikirannya penuh dengan Leon. Ia bahkan tidak memperdulikan lagi perseteruannya dengan Fah, justru keduanya terlihat akur dan membentuk kerja sama yang baik.

"Kenapa kau sangat takut terjadi sesuatu dengan Leon? Dia bersama papanya, dia akan baik-baik saja." Ujar Fah, memecahkan keheningan.

"Aku tau Krist akan memperlakukannya dengan baik, tapi aku sangat tau bagaimana Leon saat bertemu dengan orang baru." Singto menghela nafas berat, "Apalagi cara Krist membawa Leon dengan paksa. Aku khawatir dia akan ketakutan."

Setelah itu keadaan kembali hening. Keduanya fokus pada pikiran dan ketakutan masing-masing. Tak terasa mobil yang melaju kencang itu sampai pada tujuannya, yaitu rumah Yu San.

Namun, ada pemandangan yang tidak mengenakkan setelah sampai pada pelataran rumah Yu San. Ingatan Singto seakan dibawa ke satu tahun silam, dimana keadaan yang sama menimpanya. Ia seperti déjà vu.

Sedangkan Krist yang melihat Singto dan Fah di depan matanya sangat terkejut. Krist langsung menatap Yu San penuh tanya, karena mengira Yu San memberitahu Fah keberadaannya. Namun, Yu San menggeleng dengan cepat sebagai jawaban. Lalu, bagaimana mereka bisa sampai di sini?

"Krist, ada apa dengan Leon?" Tanya Fah.

Kaki Singto terasa lemas, tubuhnya gemetar karena takut. Ia tidak menyangka akan menyaksikan hal seperti ini lagi dalam hidupnya. Hal yang membuatnya juga merasa trauma akan kehilangan belahan hatinya.

"Mamaaa," ujar Nora. Anak perempuan itu langsung berlari untuk memeluk Fah.

"Kau baik-baik saja? Tidak ada yang sakit?"

"Tidak." Nora menangis sembari menunjuk Leon dalam gendongan Krist, "Tapi Leon—"

"Siapkan mobil. Kenapa kau diam saja?" Bentak Krist kepada Yu San.

Tanpa basa-basi, Singto langsung menyeret Krist untuk membawanya masuk mobil. Kemudian menancap gas dengan kecepatan penuh untuk membawa Leon ke rumah sakit. Pikiran kacau itu dipaksa untuk fokus pada jalanan. Sesekali ia melihat ke arah anaknya yang betah memejamkan mata.

"Leon. Ini ayah, Nak. Kau dengar ayah? Bangun, Leon."

Tak ada jawaban, yang terdengar hanya suara isakan Krist yang tak tertahan. Ia sangat merasa bersalah atas perbuatannya. Meskipun tidak disadari, tetap saja ia sudah melukai Leon hingga pingsan. Seharusnya ia bisa mengontrol emosi, sehingga tidak membangunkan ingatan kelam dalam benak anak kecil itu.

"Bagaimana ini bisa terjadi?" Tanya Singto. Suaranya menggeram karena menahan emosi.

"A-aku.. a-aku tidak sengaja. Maafkan aku, maafkan papa, Leonard."

Tangis Krist semakin pecah saat memeluk tubuh ringkih tak berdaya di pangkuannya. Bukan ini yang Krist mau. Ia hanya ingin bersama Leon dan menjauhkan anaknya dari orang-orang yang berusaha menyakiti. Namun, hal itu justru melukai Leon lebih dalam lagi.

Singto benar. Ia memang tidak tau apa-apa.

"Aku hanya ingin bersama anakku. Apa itu salah?"

Singto memukul setirnya berulang kali dengan kasar karena emosi, "Tapi bukan seperti itu caranya! Kau tidak tau bagaimana rasanya melihat anakmu hampir mati di depan matamu, 'kan? Aku yang pernah, Krist. Aku yang merasakan semua itu!"

Unfinished LoveWhere stories live. Discover now