Part 11: Jantung Hati

499 93 33
                                    

Sepanjang perjalanan pulang dari pesta ulang tahun Nora, Leon tidak henti-hentinya tersenyum. Wajahnya nampak berseri dan bahagia. Tidak seperti biasanya yang hanya diam tanpa ekspresi.

Hal itu mengundang perhatian Singto, pria itu beberapa kali melirik anaknya yang duduk di samping jok kemudi. Singto tidak tau harus mengatakan apa, tapi ia sangat senang melihat anaknya seperti itu.

Segala cara Singto lakukan untuk mengembalikan senyuman manis di wajah itu, tetapi hasilnya belum sesuai harapannya. Memang ada perbuhan, namun tidak signifikan seperti saat ini.

Singto ingat psikolog Leon pernah mengatakan bahwa obat terbaik untuk segala gangguan mental adalah dukungan keluarga dan orang sekitar. Singto mulai percaya itu.

Sejak kehadiran Arthit, Leon mulai menujukkan sikap-sikap yang ia anggap sulit dilakukan oleh anaknya, seperti memeluk, tersenyum lebar dan mengungkapkan perasaan. Arthit dapat membuat Leon pulih lebih cepat.

Singto membelokkan mobilnya ke salah satu mall yang ada di Tokyo. Leon menatap heran, pasalnya tidak ada janji sebelumnya untuk pergi ke tempat itu.

"Kenapa ke sini, ayah?"

"Hari ini adalah hari ulang tahunmu, jadi kau bebas membeli apapun yang kau mau." Singto menampakkan senyumnya dan mengusap pelan rambut Leon, "Selamat ulang tahun, Raja hutan."

"Tapi ulang tahunku baru minggu depan, 'kan?"

Singto tersenyum kemudian melepaskan seatbelt Leon, "Bukannya tadi Leon sudah meniup lilin, berarti hari ini ulang tahunmu, 'kan?"

"Tapi, ayah..."

"Sudahlah, ayo turun."

Singto keluar lebih dulu dari mobil dan membukakan pintu untuk Leon. Meski tidak setuju dengan sang ayah, Leon tetap mengikuti Singto untuk masuk ke mall itu. Selama di Jepang, ini adalah pertama kalinya Leon pergi ke mall bersama dengan ayahnya.

Pria itu membiarkan anaknya untuk memilih apapun yang ia suka sebagai hadiah ulang tahun. Singto menuruti semua keinginan Leon karena hari ini adalah hari spesialnya.

Ya, hari ini adalah hari ulang tahun Leon yang sesungguhnya.

Rod sengaja meminta rumah sakit untuk memalsukan kelahiran Leon karena Krist yang melahirkan secara mendadak, sehingga tidak ada waktu untuk bersiap-siap. Saat itu juga Nutcha masih menghadiri konferensi pers yang tidak memungkinkan untuk berpura-pura melahirkan.

Seminggu setelah kelahiran Leon, mereka mulai membuat drama melahirkan yang sangat sempurna. Tentu saja tanpa campur tangan Singto, karena waktu itu Singto masih berkabung atas kematian Krist. Pria itu hanya menuruti semua yang diinginkan oleh Rod.

Sehingga hari itu diperingati sebagai hari ulang tahun Leon hingga saat ini.

Satu hal yang mengganjal dari pikiran Singto sejak tadi. Jika Nora lahir di hari yang sama dengan Leon, bagaimana Singto bisa tidak mengetahui itu? Seingatnya, Krist sudah tidak bernyawa setelah melahirkan Leon dan Singto pergi dari ruang operasi. Singto bahkan tidak melihat tubuh Krist lagi setelah itu.

Tiba-tiba langkah Singto berhenti, ada sesuatu yang muncul dalam pikirannya. Singto tidak melihat jasad Krist karena Rod melarangnya dan mengalihkan perhatian Singto pada Leon. Jadi selain Fah, apa papanya juga dalang di balik semua ini?

●●●

Setumpukan hadiah memenuhi ruang kamar yang berwarna pink itu. Nora sungguh antusias dan tidak sabar membuka satu persatu kotak yang berhias indah. Ia tidak sendiri, papanya ada untuk menemani.

Arthit sengaja mengosongkan semua jadwalnya 2 hari ini untuk bersama dengan Nora. Begitu pula dengan Fah, tapi sayangnya Fah harus pergi meninggalkan mereka berdua karena ada rapat penting yang mendadak.

Unfinished LoveWhere stories live. Discover now