Part 21: Kecewa

530 91 17
                                    

Malam harinya, Arthit langsung menuju kamar Nora saat sampai di rumah. Ia sangat merindukan gadis kecilnya yang ditinggalkan selama satu pekan terakhir. Bukan tanpa alasan, Arthit melakukannya untuk menghindari wajah menggemaskan yang membuatnya sulit lupa. Namun, menghindarnya ternyata sia-sia. Karena anak itu terbukti adalah anak kandungnya sendiri.

Arthit merasa sangat bodoh meragukan Nora, padahal jelas terlihat bahwa keduanya memiliki banyak kesamaan. Ia seperti menyiksa dirinya dengan tidak bertemu dengan anak itu.

Sampai di depan kamar, Arthit langsung membuka pintu dan masuk ruangan itu. Gelap, hanya lampu tidur yang menjadi pencahayaan utama. Arthit tersenyum, ia menghampiri Nora dan duduk di tepi ranjang.

"Maafkan papa, tuan putri."

Arthit membelai surai hitam sang putri dengan senyum lebar yang terpatri pada wajahnya. Ia juga mengusap seluruh lekuk wajah damai anaknya yang sedang terlelap untuk menyalurkan rasa rindu yang teramat menyiksa.

Tiba-tiba pikirannya melayang jauh, mengingat setiap kata yang diucapkan oleh pria yang ia temui tadi siang. Arthit menatap lekat wajah Nora, meyakinkan sesuatu yang membuatnya meragu.

Jika dilihat dengan seksama, wajah Nora dengan Leon memang terlihat sama. Tidak ada perbedaan yang berarti pada keduanya. Nora adalah versi Leon dengan rambut panjang.

Sial. Kenapa ia baru menyadarinya?

Tangan kiri Arthit yang terbebas meraba perutnya sendiri, hingga membuatnya perlahan tenggelam dalam pikiran. Ia belum sepenuhnya percaya ucapan Singto, tetapi ia juga tidak bisa memungkiri hal itu. Apa mungkin perut kecilnya pernah menampung dua bayi sekaligus?

Arthit tau benar di perutnya terdapat bekas sayatan hasil operasi, tetapi Fah mengatakan itu adalah bekas operasi karena kecelakaan yang dialaminya. Namun, Arthit tidak pernah menyangka bahwa itu ada bekas operasi caesar.

"Papa."

Suara itu mengembalikan kesadaran Arthit dari lamunan. Ia mengalihkan atensinya pada gadis kecil yang perlahan membuka mata. Senyumnya kembali merekah bersama dengan pelukan hangat yang diberikan Nora secara tiba-tiba.

"Nora rindu sekali sama papa. Kenapa papa tidak pernah pulang?"

Arthit merasa bersalah mendengar ucapan anaknya, ia mengeratkan pelukannya pada sang putri, "Maafkan papa, papa sangat sibuk jadi tidak bisa pulang ke rumah."

"Apa papa tidak merindukan Nora?"

"Papa sangat merindukan Nora, bahkan papa tidak bisa tidur nyenyak karena rindu dengan Nora."

Arthit tidak mendengar lagi jawaban dari Nora, akan tetapi ia mendengar isak tangis yang perlahan mengeras. Arthit langsung melepas pelukannya dan menatap khawatir anak perempuannya itu.

"Kenapa Nora menangis?"

"Nora sangat menyayangi papa, papa jangan jauh-jauh dari Nora."

Mata Arthit mulai memanas, anak kecil itu ternyata menyadari situasi yang terjadi. Ia kembali memeluk Nora lebih erat dari sebelumnya, berharap hal itu bisa menenangkan tuan putrinya.

"Maafkan papa, Nak. Papa janji tidak akan meninggalkan Nora sendirian lagi, papa akan selalu bersama dengan Nora. Papa juga sangat menyayangi Nora."

"Janji?" Tanya Nora sembari terisak.

"Papa janji, sayang." Jawab Arthit meyakinkan.

Setelah beberapa saat, tangis Nora mulai mereda. Arthit menyuruhnya untuk kembali tidur karena hari semakin malam. Tak lupa ia menepuk-nepuk pelan dan menyanyikan lagu penghantar tidur seperti biasa untuk membuat Nora terlelap lebih cepat.

Unfinished LoveWhere stories live. Discover now