Part 20: Fakta Yang Terungkap

733 91 43
                                    

Suara isak tangis terdengar nyaring di tengah taman bermain sekolah. Seorang anak perempuan sedang memegangi lututnya yang berdarah akibat terjatuh saat bermain. Semua teman mengerubunginya, tetapi tidak ada yang bergerak untuk menolong.

Sampai sebuah tangan terulur untuk menutup bagian yang sakit dengan tisu agar tidak terjadi infeksi. Nora, anak perempuan yang terjatuh itu langsung menghentikan tangis dan menatap si baik hati yang menolongnya.

"Leon."

"Kau bisa jalan ke UKS, 'kan? Lukanya harus dibersihkan agar cepat sembuh," ujarnya.

Nora menggeleng. Kakinya terasa amat sakit, ia tidak akan sanggup untuk berjalan ke ruang UKS yang berada di paling ujung. Berdiri dengan tegak saja mungkin ia tak mampu.

Melihat hal itu, Leon langsung mengangkat lengan Nora dan meletakkan pada bahunya. Ia meminta teman satu kelasnya yang berada di sana untuk membantu dengan mengangkat lengan Nora yang satunya.

Sesampainya di UKS, Nora dirawat oleh dokter yang menjaga. Leon tak meninggalkan Nora, bahkan anak laki-laki itu mencoba untuk menenangkan Nora yang kesakitan.

Sepanjang berjalannya pengobatan, Nora tidak pernah melepaskan tangan Leon dalam genggaman. Entah mengapa memegang tangan Leon membuatnya merasa lebih tenang, sama seperti menggenggam tangan papanya.

"Sudah tidak sakit, 'kan?" Tanya Leon.

Nora mengangguk, tetapi mulutnya masih melingkar ke bawah.

"Kalian bersaudara, ya?" Tanya Dokter dengan tersenyum.

"Tidak," jawab Leon.

Dokter itu kembali tersenyum melihat kelucuan mereka berdua, "Tapi kalian sangat mirip, seperti anak kembar."

Tiba-tiba Nora terkekeh, hingga membuat dokter itu dan Leon menaruh perhatian padanya. Nora pun seketika terdiam dan menatap Leon balik, "Nora suka kalau Leon jadi saudara Nora."

"Tapi aku tidak suka," jawab Leon datar.

Nora mengerucutkan bibirnya, ia juga melepaskan tangan Leon dengan kasar karena kesal dengan jawaban anak laki-laki itu. Kemudian, Leon pergi dari ruangan tanpa sepatah kata lagi.

"Leon jahat!"

●●●

Arthit melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, menyalakan klakson pada setiap mobil yang menghalanginya dan menerobos lampu merah. Ia bergegas untuk menuju sebuah tempat yang akan memberikan jawaban atas segala pertanyaan yang terbesit dalam benaknya.

Sesampainya di tempat itu, Arthit disambut baik oleh beberapa karyawan yang sedang bertugas di lobby. Sebagian besar dari mereka mengetahui Arthit, sehingga tidak mempertanyakan maksud dan tujuan kedatangan pria itu di tempat kerja mereka.

Arthit menaiki lift untuk menuju ruangan yang sesuai dengan pesan singkat yang masuk di ponselnya. Lantai paling atas yang hanya berisi satu ruangan, yaitu ruangan pemilik perusahaan. Arthit mengetuk beberapa kali, kemudian masuk ke dalam ruangan itu.

"Selamat datang, Arthit." Sapa pria yang duduk di kursi kerjanya.

"Tidak perlu basa-basi, cukup jawab pertanyaanku."

Pemilik perusahaan Jinxmaya itu tersenyum kecil kemudian berdiri menghampiri Arthit yang tidak jauh dari tempat duduknya. Lalu ia mempersilahkan Arthit untuk duduk di sofa sebelah kanannya.

"Baiklah. Apa yang ingin kau tanyakan sampai membuatmu mendatangiku kemari?"

Arthit mengeluarkan secarik kertas yang masih terbungkus rapi dalam amplop putih bersih. Ia menyerahkannya di hadapan Singto dengan raut wajah yang teramat dingin.

Unfinished LoveWhere stories live. Discover now