Meeting of the Two Brothers

335 49 5
                                    

Rasa khawatir Ilaya bukan tanpa sebab. Setelah mengetahui apa yang dirasakan oleh Aldo, Ilaya mulai sedikit merasakan apa yang Aldo rasakan. Meskipun rasanya jengkel masih menghantui tetap saja di mata Ilaya, Aldo pernah menjadi saudaranya.

Harus di garis bawahi dengan penekanan kalimat yang menyatakan pernah adanya hubungan di antara dirinya dan Aldo, karena jika boleh berkata jujur, Ilaya tidak akan munafik jika ia sudah sangat sulit untuk menerima Aldo kembali sebagai saudaranya.

Ia dengan ketujuh saudaranya memang tidak terikat oleh hubungan darah, namun perasaan dan ikatan yang terjalin di antara dirinya dan saudaranya sudah lebih dari sekedar persaudaraan yang terikat oleh hubungan darah.

Masih terngiang dengan sangat jelas suara dan gambaran Aldo yang menangis di pojok ruangan. Menyendiri melampiaskan kesedihannya. Memaksa siapa saja yang mendengarnya turut merasakan perasaan terluka.

Matanya menatap jauh ke dalam bangunan kokoh yang masih meninggalkan kesan kemegahan meskipun telah lama ditinggalkan, seolah ia mampu melihat kembali aktivitas yang pernah terjadi di bangunan kokoh tersebut.

Diamnya Ilaya menatap rumah lama mereka membuat Iori yang saat ini sedang di obati oleh Rayyan menatapnya. Heningnya Ilaya bahkan mampu membuat ringisan yang dihasilkan oleh Iori sebab luka-lukanya yang menimbulkan rasa sakit menjadi pemecah keheningan di antara mereka bertiga. Bahkan pandangan sendu yang dipancarkan oleh Ilaya ketika melihat tempat tinggal mereka di masa lalu, dapat menyiratkan kesedihan sendiri yang dapat di rasakan oleh Iori.

Iori menarik nafasnya dalam sebagai upaya untuk mengistirahatkan tubuh letihnya. Matanya kini juga turut menatap bangunan kokoh yang tampak suram tersebut, "mereka akan baik-baik aja. Ada Farez di dalam sana" ucapnya

Ilaya menghembuskan nafasnya dengan berat setelah mendengar penuturan dari Iori, "mereka memang akan baik-baik aja" ucapnya, "tapi Aldo ga akan baik-baik aja, Mas"

Pernyataan yang baru saja meluncur dari bibir Ilaya berhasil membuat Rayyan menghentikan aktivitasnya mengobati Iori, "ga perlu mengkhawatirkan orang kayak dia, Mbak" tegas Rayyan

"Mas penasaran gak kenapa gue nggak ada luka atau memar di tubuh gue?" tanya Ilaya tanpa menoleh ke Rayyan

"Itu karena, dia nangis di depan gue Mas" jawab Ilaya tanpa ingin menunggu jawaban dari Rayyan ataupun Iori

"Dia nangis. Rasanya gue udah lama nggak lihat tangisan dia yang sangat sarat menjelaskan kesedihan dia" ucap Ilaya, "mungkin tangisan yang tadi dia tunjukin ke gue itu, tangisan pertama kalinya setelah lima belas tahun lalu. Lo masih ingat dengan dia yang tiba-tiba nangis di pojok kamar tanpa kita tau sebab tangisannya apa saat itu?"

"Tangisan dia yang tau kalau rupanya kita anak angkat Ayah dan Bunda?" jawab Iori

Ilaya menangguk, "iya, tangisannya sama kayak tangisan waktu itu. Dan tau gak penyebab dia bisa menangis sesedih itu?" tanya Ilaya

"Dia menangis karena kita nggak pernah jenguk dia selama dia di rawat di rumah sakit, dia menangis karena dia nggak kita perhatikan, dia menangis karena kita mulai lupain dia sebagai anggota keluarga kita dan mulai memperlakukan dia sebagai orang asing"

"Dia menangis karena berkali-kali dia mau pulang ke rumah, berkali-kali juga dia di usir oleh Bunda" sambung Ilaya, "dia nangis Mas karena dia pengen diperhatikan sama Bunda, di sayang Bunda, di peluk Bunda, tapi pada kenyataannya dia di buang sama Bunda. Dia menangis karena perlakuan dari kita yang menghukum dia sejahat itu"

💠

"Ah sialan! Belum ada sehari tapi kerjaan gue udah nangis terus gara-gara kalian!" kesal Aldo

Azalea's Angels | ENDWhere stories live. Discover now