"ZILLA!"

"APA?!" teriak Zilla melebarkan matanya tak terima.

Tangannya terjulur menyentuh rahang Nara sebelum mencengkeramnya.

"Sampah kayak lo, nggak pantes sama Daniel!" peringat Zilla.

Nara tersenyum miring. "Lalu siapa? Kamu yang berkelakuan buruk ini, kah?"

PLAKKK!

Nara meringis nyeri merasakan denyut panas di pipi kirinya. Namun, itu tak menyurutkan rasa kecewa dalam hatinya atas tindakan yang Zilla berikan padanya.

"Cocok sama Daniel yang juga kasar. Nanti kalau berantem tinggal dilihat siapa yang menang."

PLAKKK!

"Diem, jalang!" geram Zilla seraya kembali mencengkeram kuat rahang Nara.

Nara tersenyum tipis, sedikit untuk menghalau rasa kebas di pipinya. Air liurnya terasa asin, mungkin sedikit mengeluarkan darah sudut bibirnya.

Nafas Zilla begitu cepat, dadanya naik turun terasa seperti ada kobaran api di dalamnya. "Gue bakalan siksa lo. Tenang, nggak sampai mati kok. Tapi cukup bikin lo kesakitan seumur hidup."

"Lakuin apa yang kamu pengin. Nanti kalau ada adu jotos antara kamu sama Daniel, aku tinggal jadi tim hore," ujar Nara membuat Zilla mendesis geram, cengkeramannya semakin diperkuat.

"MARISA!"

Seperkian detik, pintu terbuka. Menampilkan satu orang perempuan lagi yang Nara pernah lihat, tapi ia lupa dimana.

"Long time no see, Kak Nara." Gadis bertubuh pendek itu berjalan mendekat diiringi senyumnya yang manis. Nara waspada, beberapa menit yang lalu Zilla juga datang seperti ini. Nara takut, gadis ini akan lebih brutal daripada Zilla.

"Masih inget gue? Waktu itu kita ketemu di acara Om Tama." Oh ya, Nara ingat. Tapi ia tak bereaksi apapun.

"Gimana ceritanya perempuan yang sama-sama suka Daniel bisa kompak begini? Coba kasih tahu aku, mana yang bakal jadi permaisuri, dan mana yang bakal jadi selir?"

"Tutup mulut lo, Nara!" ucap Zilla mengingatkan sambil menekan pipi Nara dengan kuku tajamnya.

Tangan Marisa bergerak menurunkan tangan Zilla. Sedikit membuat Zilla melirik kesal, tapi Marisa berhasil meyakinkannya.

"Apa lo pernah denger tentang musuhnya musuh bisa jadi temen? Jadi, sebelum kita bersaing, sebaiknya kita kerja sama dulu buat singkirin lo, Nara." Marisa kembali tersenyum manis. Berbanding terbalik dengan apa yang cewek itu lakukan setelahnya. Satu tangannya menarik rambut Nara, sedang tangannya yang lain mencekik lehernya. Benar dugaan Nara, cewek ini bisa lebih mengerikan dari Zilla.

"Lo harusnya sadar, lo itu nggak ada apa-apanya. Pasti lo nawarin diri, kan? Makanya Daniel mau!"

"Tutup m-mulut kamu!" peringat Nara dengan mata tajam yang sama sekali tak menggentarkan hati lawan.

"Terus? Apa lo mau gue percaya kalau Daniel suka sama lo itu tulus?"

"Y-ya, karena aku m-masih punya moral." Nara tersenyum sinis. Demi Tuhan, dalam hati ia sebenarnya ingin menangis. Namun, ini bukan saatnya. Tidak ada yang berpihak padanya di sini.

Nara menggeleng cepat membuat cekikan Marisa yang sempat mengendur menjadi terlepas. Nara tersenyum menang.

"Bukannya kamu yang murahan, memaksa seorang laki-laki untuk membalas perasaan kamu. Sampai berbuat kotor seperti ini?"

BRAKKK!

"Awhh!" pekik Nara saat merasakan nyeri di kepala bagian belakang karena baru saja terbentur lantai. Ya, sangking tidak terimanya, Marisa sampai tega memandang kursi Nara hingga Nara terjengkang.

HeartbeatOnde histórias criam vida. Descubra agora