Chapter 58

1.4K 58 2
                                    

Haloooo

Ada yang nunggu? Dikit lagi ending, nih:(

Jangan lupa vote dan komennya

Happy Reading guysss

***

Sepulang sekolah, setelah sempat berganti baju dan melihat keadaan ibunya. Daniel bergegas menelepon Nara, demi memastikan keadaan cewek itu sedang baik-baik saja. Tubuhnya yang bertelanjang dada langsung merebah ke sofa kamar dengan satu kaki menyilang. Satu tangan memegang ponsel, sedang yang lainnya ia jadikan sebagai bantalan.

Daniel menggeser layar untuk mencari kontak Nara. Tidak ada yang spesial. Nama kontaknya tak pernah ia beri embel-embel seperti pasangan pacaran pada umumnya. Apalagi sampai menyematkannya. Dibilang tidak romantis, Daniel akan mengatakan itu benar. Ia tidak terbiasa bersikap seperti itu, pun dengan Sabrina dulu. Tak heran, jika Sabrina menanggapinya seperti teman biasa dan malah jatuh hati dengan cowok lain. Itu karena Daniel sendiri yang tak memberi perlakuan spesial untuk Sabrina selain setia menjadi teman cerita dan teman es krim cewek itu. Jangankan memberi perlakuan spesial, memberi kode saja Daniel sangat jarang. Cowok itu terkesan apa adanya tanpa aksi sedikitpun.

Namun, dalam hati ia berjanji. Untuk Nara, ia akan sering memberi perlakuan, entah itu manis ataupun pahit. Tergantung mood dan sikap Nara jika tak sedang menyebalkan. Bukankah seperti itu harusnya laki-laki? Lebih banyak aktif dari pada pasif? Daniel tidak akan menbiarkan apa yang menjadi miliknya nantinya menjadi milik orang lain lagi. Apalagi ini orang yang sama—Altair.

Daniel menghela napas, usai ia menemukan kontak Nara. Tanpa berpikir panjang, ia segera menyambungkan telepon. Cukup lama untuk bersambung, mungkin Nara sedang susah sinyal. Ketika berdering, tak langsung mendapat jawaban hingga telepon mati menampilkan panggilan Daniel yang tak terjawab. Daniel mengerutkan keningnya, tak biasanya Nara mengabaikan panggilannya. Dua kali, panggilan tak juga terjawab. Hingga menginjak panggilan ketiga, telepon Nara benar-benar tak aktif. Daniel semakin dibuat bingung. Hal itu membuatnya sampai bangkit terduduk menatap panggilannya yang tak kunjung mendapat jawaban Nara. Entah kenapa, ia mendadak khawatir.

Satu-satunya orang yang bisa ia hubungi hanyalah Trisha. Namun, ia terlalu sungkan. Bisa saja wanita itu sedang bekerja. Tapi, ia perlu bertanya untuk memastikan keadaan Nara baik-baik saja. Jadilah Daniel menghubungi Trisha. Panggilan langsung terhubung, dan tanpa basa-basi Daniel segera menanyakan apa yang memang sedang ingin ia tanyakan.

"Tante?" panggil Daniel sekali lagi ketika pertanyaannya tak kunjung mendapat jawaban. Jujur, perasannya semakin tak enak. Ada apa sebenarnya?

"Ya? Kamu tenang saja, Nara baik-baik saja."

Daniel bukan orang bodoh, jelas-jelas suara Trisha terdengar serak. Ia mendesah, hatinya semakin tak tenang.

"Tante jangan bohong," ucap Daniel sedikit penekanan.

"Tidak, Daniel—"

"Tante ...." Suara Daniel memohon. Seharusnya ia tak sampai seperti ini, tapi dari suara Trisha yang begitu serak jelas saja Daniel menjadi tak percaya. Baginya, pasti ada suatu hal yang sedang ditutup-tutupi.

"Ya, tapi kamu tenang saja. Tante sudah minta tolong orang Tante dan polisi," jawab Trisha membuat Daniel mengeryit.

"Maksud Tante?"

"Nara diculik."

Daniel menegang kaku sampai-sampai ia terduduk di sofa kamar dan menatap lantai dengan pandangan kosong. Ia yakin telinganya tak salah dengar sehingga ia tak perlu meminta Trisha mengulang ucapannya lagi. Namun, kenapa semuanya terjadi tiba-tiba di saat ia harus fokus atas hilangnya Dania.

HeartbeatWhere stories live. Discover now