Chapter 40

1.6K 66 0
                                    

Daniel memandang jengah dua sejoli yang dengan tanpa berperasaan nya tengah mempertontonkan adegan romantis di tengah-tengah pengunjung kantin yang menatap mereka iri.

Theo dan Ares yang duduk mengapit Daniel hanya bisa saling lirik dengan bibir bawah maju. Sejujurnya mereka ingin mengusir. Ah tidak, lebih tepatnya menendang Erick yang seenaknya umbar kemesraan di depan mereka.

"Anjing, anjing. Please, lah. Gue manusia bukan manekin," celetuk Theo. Bukannya tersindir, Erick malah tertawa dan semakin menjadi.

"Lo mau pesen jus stroberi, lagi?" tanya Erick lembut pada Dania yang menunduk seraya menikmati baksonya dengan tidak nyaman. Bagaimana mau nyaman kalau Daniel saja mendelik tajam ke arahnya.

Ini semua salah Erick. Dania yang baru saja masuk kantin malah ditarik untuk satu meja dengan cowok itu. Kalau hanya berdua, Dania sih, oke-oke saja. Masalahnya di sini ada kakaknya dan teman-temannya yang lain.

Uhuk-uhuk

Dania tiba-tiba tersedak. Erick dengan sigap membukakan botol air mineral lalu segera ia berikan pada Dania.

Dania meminum dengan tenang, sesekali melirik ke arah Daniel yang berdecih sinis.

"Kalau niat pacaran, modal sana. Cari meja lagi. Jangan ngerusuh di sini," ucap Daniel dengan tangan yang sudah terlipat di dada. Theo dan Ares serempak mengangguk.

"Ck, ga senyaman di sini. Lagian masa mata lo sepet ngeliat adik lo sen--akhhh," jerit Erick saat Dania tiba-tiba mencubit paha kirinya. Erick menatap tajam Dania. "Apa sih, sayang. Sakit loh."

"Bangsat mau muntah gue denger lo ngomong alay kayak gitu. Mana pake sayang-sayangan." Ares mencibir dengan muka jijik.

Dania, kan, semakin malu.
"Aku izin permisi aja."

"Dania, udah. Nggak usah peduliin kaum jomblo kayak mereka, oke?"

"Sembarang, gue punya ya anjing!" sentak Daniel tak terima.

Ares dan Theo menghela napas panjang.

"Kok kita ga punya ya, Res? Apa itu artinya kita yang harus bersama?" tanya Theo ngelantur yang langsung mendapatkan tempelengan dari Ares.

"Gila lo? Gue masih mau bikinin cucu buat nyokap gue ya, plis!" jawab Ares bergidik ngeri.

Hal itu mengundang tawa Dania dan Erick. Sedangkan Daniel yang duduk di tengah mereka hanya melirik dan berdecak malas.

"Katanya mau pergi, sana pergi." Kalau saja ada nominasi kakak paling tidak punya hati. Dania yakin kalau Daniel akan menempati posisi pertama. Atau bahkan keluar sebagai pemenangnya.

Dania yang benar-benar kesal sudah hampir bangkit, tapi Erick mencegahnya. Ia melirik Daniel. "Yang bermasalah kan lo, kenapa harus cewek gue yang pergi?"

Daniel mendelik.
"Cewek lo adik gue ya, babi!"

"Niel, mending lo cari Nara terus bawa ke sini. Lo dari tadi kudu cari musuh mulu. Lupa nggak di kasih jatah, ya?"

"Maksud lo?!" sentak Daniel langsung membuat Theo kicep dan memojok. Takut diamuk.

"Ma-maksud gue jatah makan, Niel. Akhir-akhir ini, Nara, kan, suka ngasih bekal." Theo menjawab dengan ketakutan.

Daniel menghela napas panjang. Ia melirik ke arah pintu masuk kantin. Ia mengeryit saat hanya mendapati Safira sendirian. Ia bergegas bangkit mendekati gadis itu.

"Eh, Daniel?" ucap Safira kaget.

"Mana Nara?" tanya Daniel seraya celingukan.

Safira menghela napas.
"Dia ngga ikut. Katanya sih, kurang enak badan."

HeartbeatOnde histórias criam vida. Descubra agora