Chapter 32

1.5K 81 0
                                    

Hallo hai, pakabar

Jangan lupa klik vote dan komen

Selamat malam Rabu

***

Kedatangan Daniel di sekolah cukup menjadi berita hangat sejak pagi hari usai hilangnya dia selama seminggu, bahkan teman sekelasnya tidak tahu keberadaan Daniel yang tidak masuk tanpa memberi kabar. Sama seperti sebelumnya, meski sosok Daniel tak lepas dari penilaian yang buruk, nyatanya kharisma serta ketampanan cowok itu tetap menjadikannya idaman hingga kedatangannya mampu membuat para perempuan terpesona---setidaknya itu yang Daniel pikirkan ketika tadi pagi para siswi kaget melihat ia berjalan santai di koridor.

Dan sekarang, di sebuah ruangan yang menurut sebagian siswa pengap, Daniel berada. Ia duduk dengan santai, sedikitpun tidak terusik oleh tatapan tajam yang dilayangkan Bu Novi.

"Sekali lagi saya tanya, seminggu ini kamu ke mana?"

"Nggak masuk!"

Bu Novi mendesah. "Alasannya?"

"Lagi males sekolah," jawab Daniel asal.

"Saya tanya serius, Daniel. Beri alasan yang benar."

Daniel tak menggubris, cowok itu malah bangkit berdiri membuat Bu Novi mendongak mengerutkan kening kebingungan.

"Kalau begitu alasannya lain kali, saya belum menemukan alasan yang benar sesuai keinginan Bu Novi," ucap Daniel dengan senyuman tipis. "Saya permisi, Bu."

Daniel hanya mendengar helaan nafas panjang, namun tidak mengurungkan langkahnya untuk keluar dari ruang bimbingan konseling. Di depan ruang konseling yang berhadapan dengan taman, ada Dania yang berdiri menunggunya. Daniel berjalan mendekat, menaikkan satu alisnya bertanya ada apa gerangan gadis itu ke mari.

"Kak Daniel ...." Belum sempat Dania menyelesaikan ucapannya, suara isakan lebih dulu keluar diikuti air mata yang luruh di pipinya. Daniel yang tak tega menyempatkan diri melirik suasana sekitar sebelum akhirnya memeluk tubuh kecil adiknya. "Kak Daniel ke mana seminggu ini?" tanyanya serak.

Mengingat kali terakhir ia melihat kakaknya dalam keadaan yang tidak baik, bohong jika Dania mengatakan tidak khawatir. Bahkan Rita ikut uring-uringan, wanita itu baru akan tenang saat Daniel menjawab pesannya mengatakan jika dirinya baik-baik saja.

"Kak Daniel tinggal di mana?" tanyanya sekali lagi dalam dekapan Daniel.

"Tinggal di rumah Nara."

Dania langsung melepaskan pelukannya, mengusap kedua pipinya yang basah dan menatap Daniel menyelidik. "Kak Daniel nggak bohong?"

"Tanya langsung aja sama Nara," jawab Daniel acuh. Jelas Dania tak akan mau, itu sama saja membuka kedoknya di depan Nara. "Nggak ada salahnya bilang kalau lo adik gue ke Nara. Gue bisa jamin dia nggak bakal ember!" ucap Daniel ketika melihat ekspresi tidak enak Dania.

Dania tidak menjawab, dia malah mengalihkan topik. "Kak Daniel nggak pulang? Kasian Bunda kepikiran terus."

Daniel tersenyum miring. "Bilang aja kalau lo kangen sama gue." Sejujurnya Daniel juga sama, rindu pada ibunya, adiknya, dan juga ... ayahnya. Daniel mendesah panjang, mengacak rambut Dania membuat gadis itu manyun. "Sana masuk kelas!" titah Daniel yang langsung diiyakan Dania.

Sepeninggal Dania, Daniel berniat ke kelasnya. Koridor di jam istirahat memang cukup ramai. Namun, semua langsung menyingkir ketika Daniel lewat, mereka benar-benar tidak ingin mencari masalah. Di tengah jalan, Daniel menghentikan langkah. Suatu hal ada yang menarik perhatiannya. Ia berdecak kala memperhatikan dengan teliti, dua orang itu tak lain adalah Nara dan Altair.

HeartbeatWhere stories live. Discover now