Chapter 21

1.7K 87 5
                                    

Halo guys 👋🏻👋🏻

Happy reading, ya

***

Suasana di sepanjang koridor pagi ini cukup ramai. Banyak dari mereka yang mengobrol di depan kelas, saling melempar canda dan tawa satu sama lain. Sisanya memilih saling menukar pikiran dengan membawa buku, dan berlalu lalang dengan santai.

Nara tersenyum tipis dengan kepala sedikit menunduk. Suasana seperti ini menurutnya menjadi suasana paling aman dan nyaman setelah hampir berminggu-minggu pasca Daniel mengatakan Nara kekasihnya, Nara seperti tidak bisa berjalan tenang setiap kali melewati koridor. Memang, mereka tidak lagi mencemooh Nara secara lisan. Namun, dari tatapan yang memandang Nara penuh ketidakpercayaan tentang, bagaimana gadis seperti Nara bisa berpacaran dengan seorang Daniel. Kalau ada yang berani bertanya seperti itu, mau tak mau Nara harus memberi saran agar orang itu lebih baik bertanya pada Daniel. Karena jelas cowok itu lebih tau alasan mengapa menjadikan Nara sebagai kekasihnya.

Terus berjalan, Nara sampai di perempatan koridor yang kiri-kanannya berupa taman. Cukup sepi jika dibandingkan koridor sebelumnya. Namun dari sini sudah terlihat lagi keramaian di depan sana. Ketika Nara akan melangkah, sebuah tangan lebih dulu menahan bahu Nara membuat Nara kaku di tempat.

Nara percaya hal ghaib itu ada, dan yang sekarang sedang memegang bahunya apakah salah satu jenis makhluk astral? Tidak menutup kemungkinan, apalagi di tempat yang sepi seperti ini.

Beberapa menit berlalu tangan itu tidak juga lenyap dari bahunya. Membuat Nara terpaksa harus berbalik badan demi memastikan siapa pemiliknya. Semoga saja masih manusia.

Di detik Nara berbalik, ketegangannya berangsur menghilang, digantikan rasa kaget hingga bibirnya sedikit terbuka. Tubuhnya masih gemetar, tidak percaya pada sosok yang berdiri menjulang di hadapannya. Apalagi sambil menebar senyum tipis.

"Nggak salah lagi! Ini, lo. Nara Zarina." Ia memberi senyum lebih lebar, sedangkan Nara masih mencoba mencerna apa yang di lihat mata kepalanya. Dia benar-benar ada, di sini, berdiri di depan Nara seraya terus mengusung senyum, dan ... menggunakan seragam SMA Cakrawala.

Tunggu.

Seragam SMA Cakrawala?

Nara meliriknya lantas menatap cowok itu lagi. "Kamu---"

"Gue pindah ke sini."

Belum sempat Nara menyudahi keterkejutannya, Safira dari balik punggung cowok itu menyapanya dengan kedua tangan melambai. Nara beralih menatap Safira, mengabaikan cowok itu yang kini tengah menatap raut wajah Nara begitu lamat, seolah Nara adalah orang yang teramat ia rindukan. Nara menatap balik membuatnya seketika dilanda gugup.

"Aku permisi dulu," pamit Nara lantas menghampiri Safira dan segera mengajak sahabatnya itu ke kelas. Gerakan langkah kaki Nara yang cepat membuat Safira harus beberapa kali tersandung, namun ia tidak banyak bertanya sebelum sampai ke kelas karena peka jika sahabatnya ini sedang tidak baik-baik saja.

Barulah setelah Nara duduk dan terlihat beberapa kali menghela nafas, Safira mulai berani bertanya. "Ada apa? Tadi siapa?"

"Aku nggak papa," jawab Nara kemudian menunduk. Safira mengeryit masih setia menunggu jawaban Nara untuk pertanyaan kedua. "Dia temen di sekolah dulu."

Safira mengangguk mengerti, walaupun ia tidak melihat jelas wajah cowok itu karena posisinya yang memunggungi. Tapi Safira yakin, selain Nara yang gugup, cowok itu pasti juga demikian. Ingin bertanya lebih lanjut tentang hubungan keduanya karena mendapati respon Nara yang tidak biasa, untungnya Safira bisa menahan karena ini mungkin masalah pribadi keduanya. Meski mereka bisa dikatakan sahabat, Safira tidak ingin Nara menjadi kurang nyaman karena kekepoannya. Apalagi mereka belum lama menjadi sahabat. Baiklah, Safira menunggu Nara bercerita sendiri, dan Safira janji akan mendengarkannya dengan baik.

HeartbeatWhere stories live. Discover now