Chapter 24

1.5K 104 0
                                    

Vote dulu yuk sebelum baca:)

***

Bohong jika Nara tidak merasa kepikiran dengan ucapan Trisha kemarin. Kenyataanya pernyataan itu menghantuinya sampai malam dan membuatnya kesulitan tidur. Ia hanya menghabiskan waktu untuk menatap kosong halaman kontrakan lewat jendela kamar sambil terus terbayang ucapan Trisha. Bermodal guling yang ia peluk sepanjang malam, ia merenung mencoba bertanya pada diri sendiri walaupun dengan jelas tidak ada jawaban yang pasti karena dirinya sendiri juga tidak tahu.

Nara menghela nafas seraya merubah posisi menjadi berpangku tangan. Saat ini dirinya sedang berada di kantin bersama Safira yang sibuk menikmati pesanannya. Namun, bukan Safira namanya kalau ia tidak peka dengan gerak-gerik aneh Nara. Cewek itu menghentikan acara makannya, lalu menatap sahabatnya yang tidak segera sadar kalau saat ini ia tengah menjadi pusat perhatian Safira.

"Lo kenapa, sih, Ra?" Barulah temannya itu mengerjap, dan mengerutkan keningnya. Safira menghela nafasnya pelan. "Lo ada masalah?"

Nara tak segera menjawab. Apa iya dia harus bercerita kalau masalahnya saat ini karena ucapan Trisha kemarin? Bisa-bisa Safira menertawakannya karena dianggap memikirkan hal tidak penting, padahal ini sungguh penting untuk kenyamanan hati serta pikiran Nara. Gadis itu hanya membuang muka, menciptakan sebuah suara dengusan kesal Safira karena merasa diabaikan. Tetapi, demi apapun Nara menyesal memilih membuang muka ketimbang mendengarkan Safira. Sebab, sekarang tatapannya harus beradu dengan tatapan Nevan yang duduk tidak jauh dari tempatnya.

Beberapa detik, keduanya saling mengunci tatapan. Mencoba berkomunikasi lewat mata, menyuarakan isi hati masing-masing yang selama ini hanya tertahan tanpa ada kesempatan untuk saling mengutarakan. Nara yang memutus tatapan itu lebih dulu. Rasanya, ia masih tidak sanggup untuk melanjutkan hal yang bisa menariknya ke ingatan masa lalu. Matanya berkelana tanpa mengenai Nevan sedikitpun, berharap dengan cara ini bayangan itu bisa sedikit teralihkan. Dan tepat, Safira memecah hening usai menegak segelas es teh manisnya.

"Ada pacar lo, tuh!"

"Hah?" Nara kaget. Cewek itu memasang tampang bodoh membuat Safira gemas sendiri.

"Daniel, Nara! Di belakang, lo!" Sejenak, Nara mematung di tempat. Ia menoleh, mendapati Daniel yang duduk bersama teman-temannya di pojok kantin. Mata cowok itu tertuju ke arahnya tanpa beralih sedikitpun, membuat otak Nara langsung memunculkan satu pertanyaan.

"Dia dari tadi di situ?" tanya Nara, sesekali ia melirik Nevan yang sibuk dengan ponselnya. Safira mengikuti arah pandang Nara, ia baru tahu ada Nevan di sana. Safira menghela nafas panjang seraya bibirnya mencebik.

"Lo udah kayak ketauan selingkuh aja, Ra."

"Firaaa."

"Nggak! Daniel baru aja dateng, kok."

"Syukurlah."

"Apanya yang syukur?"

Keduanya sama-sama kaget dan langsung menoleh ke arah sumber suara. Ada Daniel yang duduk di samping Nara memasang tatapan curiga, begitu mengintimidasi membuat Nara dan Safira sama-sama meneguk ludahnya kasar. Sempat-sempatnya Nara melirik meja Nevan, beruntung cowok itu sudah pergi.

"Lo liat apa?"

Nara dan Safira tidak segera menjawab, keduanya saling tatap membuat Daniel berdecak kesal.

"Kalian berdua budek apa bisu, sih?"

Nara melirik Daniel tanpa ekspresi, yang dibalas Daniel dengan tatapan tajam.

"Ra, gue bayar ini dulu, ya? Sekalian ke kamar mandi." Ingin mencegah, tapi Nara tahu kalau ini memang sengaja Safira lakukan untuk meninggalkan dirinya berdua bersama Daniel. Sayangnya, Nara sedang tidak ingin berdua bersama Daniel. Walaupun hati kecilnya yang kemarin menanyakan keberadaan Daniel sedikit terobati.

HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang