Figuran 41

3.8K 361 7
                                    

"Gue telat? "

Daniel menundukkan pandangannya ketika merasakan sakit di hatinya.

Yah, tampaknya Tuhan memang tidak memperbolehkan dirinya untuk memiliki pujaan hati, bahkan sebelumnya orang yang ia sukai mendadak meninggal dunia, entahlah dunia terkadang bercanda terlalu berlebihan.

Kirani juga ikut menunduk, namun bukan karena sedih namun karena senang dan haru karena bisa bertemu dengan foto bayi kecil yang selalu ia pandang beberapa tahun terakhir hingga ia tidak mampu mengekspresikan dirinya.

Laila memandang aneh keduanya, ia langsung beringsut kebelakang punggung Jack ketika melihat keduanya menengadahkan pandangan tepat pada dirinya.

"Jangan membuatnya takut. "

"Ekhm." Daniel berdehem untuk mengembalikan ekspresi, ia kemudian menawarkan Laila es krim yang langsung di balas dengan anggukan semangat dari wanita itu.

"Mau, mau, mau banget! "

Wanita itu berseru heboh, hingga beberapa anak panti mendekat ke arah Laila.

"Wah kakak pelutnya besal ya. " Anak-anak berseru ketika melihat perut Laila.

Salah satu dari anak-anak itu mendekat dan menatap perut Laila dengan tatapan polos.

"Kok pelut kakak besal? "

"Mungkin ada bola angin dalam pelut kakak itu laka. " Seorang gadis gembul yang mirip dengan anak laki-laki itu menjawab.

"Masa si? " Anak laki-laki itu tidak percaya terhadap ucapan kembarannya.

"Iya, kan kalo pelut kembung ada angin. " Anak perempuan itu kembali memberikan jawaban untuk memperkuat argumennya.

"Tapi kalo kembung, ndak bakal sebesal itu. "

"Hm? " Anak perempuan itu memegang dagunya dengan pose berpikir.

"Iya juga ya. " Setelah beberapa detik berpikir ia menyetujui ucapan kembarannya jika perut kembung tidak akan sebesar itu.

"Ih, kalian lucu banget. "

Laila jongkok, lalu mencubit pipi kedua bocah itu dengan sayang, yah tentu, mana mungkin ia mencubit pipi dengan warna putih kemerah-merahan itu dengan kencang, akan sangat sayang sekali jika melihat pipinya menjadi merah sepenuhnya.

"Nama kalian siapa? " Laila akan mencoba berkenalan dengan semua anak-anak manis ini.

"Aku? " Anak perempuan tadi menunjuk dirinya bertanya.

"Iya dong. " Laila mengecup pipi gadis itu dengan gemas membuat balita itu terkikik pelan.

"Aku lana." Ia kemudian mengarahkan telunjuknya ke arah bocah laki-laki yang mirip dengan dirinya.

"Kalo itu Lama. "

Laila menaikkan sebelah alisnya, melihat ekspresi itu sang empu langsung berbicara kembali.

"Lana tidak, eh belum maksudnya, Lana belum bisa bilang el. "

"Lana cadel. " Balita itu menundukkan wajahnya, ia malu, meskipun umurnya baru memasuki umur 4 tahun.

Rama yang melihat kembarannya bersedih mendekat, lalu memeluknya.

"Lana jangan sedih, kan Lana udah besal."

"Jadi kalau besal kita tidak boleh belsedih? "

Kembarannya dengan semangat mengangguk.

"Iya! Kalna kita udah besal, jadi tidak boleh sedih."

"Iya, Lana udah besal, jadi ndak boleh sedih. "

Laila menggigit bibirnya menahan teriakan, sungguh kedua Balita yang ada di depannya ini sungguh menggemaskan.

Figuran? Yeah it's me. Där berättelser lever. Upptäck nu