Figuran 08

32.2K 2.9K 35
                                    

"You are mine!"

Laila menepis tangan laki-laki itu dari bibirnya yang terasa perih karena di makan oleh laki-laki asing itu.

Laila berusaha mendorong tubuh besar itu, tanpa perasaan ia menendang kemaluan laki-laki itu tanpa perasaan.

"Shit, gadis ku sangat ganas ternyata."

Tanpa memperdulikan laki-laki itu Laila melangkahkan kakinya menuju meja tempat penyaji minuman haram itu.

"Eh, Laila? ini beneran elo?"

Laila mengangguk menjawab pertanyaan itu, Simon Chowel adalah teman satu-satunya milik Laila asli.

Simon memberikannya sebuah susu kotak rasa vanila, yang di terima senang hati oleh sang empu.

"Kemana aja lo selama ini?"

Laila memejamkan matanya

"Bapak sama ibu udah pergi."

"Gue tau."

Laila melirik laki-laki yang tengah meneguk minuman haram itu, Simon mendekatkan dirinya ke arah Laila.

"Gue cinta sama lo."

Laila tidak terkejut dengan ungkapan Simon, ia juga sudah tau hanya dengan melihat gelagat laki-laki itu yang terus memandanginya dengan penuh cinta.

"Dan seharusnya kamu tau jawabannya."

Simon hanya terkekeh miris ketika mengetahui cintanya tidak terbalas, ia juga sebenarnya sudah tau Laila pasti akan menolaknya, namun tetap saja hatinya merasa sakit.

"Kenapa?"

Laila menggeleng-gelengkan kepalanya tidak tau harus menjawab pertanyaan itu.

"Tipe cewek kamu gimana? biar aku cariin."

"Tipe gue kayak lo."

Laila menaikkan sebelah alisnya bingung, meskipun hal itu tentu tidak tampak jelas karena kondisi cahaya yang tidak terlalu terang.

"Yang kaya mana?"

"Lo cantik, pekerja keras, pantang nyerah dan poin pentingnya lo ga pernah mau memberikan mahkota lo kepada siapa pun."

Mendengar kalimat terakhir laki-laki itu membuat Laila langsung mengelus sesuatu yang ada di perutnya.

"Kenapa?"

"Apanya yang kenapa?"

Simon balik bertanya ketika Laila melemparkan kata itu.

"Kenapa lo berpikir begitu."

"Karna gue percaya sama lo."

"Gimana kalo gue bohong sama lo?"

Laila memancing Simon untuk menjawab jujur pertanyaannya.

"Yah paling gue jadi enek liat muka lo, hahah."

Simon mengatakan itu dengan tawa di akhir, ia mengusap air matanya yang keluar.

"Tapi gue yakin, lo bukan cewe kayak mereka," tunjuk Simon ke arah para jalang yang dengan senang hati melemparkan tubuhnya pada pria tua yang beruang.

"Nyatanya gue memang sama kayak mereka."

Laila mengelus perutnya dengan pelan, kemudian ia pamit pada Simon yang tengah melayani orang-orang.

Laila memperbaiki pakaiannya terlebih dahulu sebelum ia keluar, ia ingin cepat-cepat keluar karena merasakan perasaan aneh.

Bruk

Baru saja Laila berpikir demikian, seorang pemuda berpakaian SMA malah menabrak dirinya.

"Umm kangen," cicit pemuda itu langsung memeluk Laila erat.

Laila mengatur napasnya, ingin sekali ia berteriak, sungguh yang tadi saja Laila masih kesal sekarang ada lagi? Namun entah mengapa Laila tidak memiliki keinginan untuk menolak sentuhan pertama mereka.

"Hiks, mau susu."

Laila mendelik ketika mendengar Isak tangis pemuda berbadan Titan itu, sungguh badan dan pemikirannya tidak singkron.

Definisi badan Daddy, sifat baby.

"Hiks, susu mau susu!"

Pemuda itu menggoyang-goyangkan tubuh Laila seperti anak kecil yang memberontak ketika di larang membeli sesuatu yang sangat di inginkannya.

"Susu, mau susu, hiks aa-"

Teriakan pemuda itu terpotong ketika dengan kesal Laila memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulut pemuda itu.

Awalnya Laila berpikir pemuda itu akan mengeluarkan jari telunjuknya dari mulut pemuda itu, namun bukan itu yang terjadi.

Pemuda itu malah menghisap jari telunjuk Laila dengan kuat, seakan jari tersebut akan mengeluarkan sesuatu yang begitu nikmat.

"Heh!"

Laila berusaha mengeluarkan jarinya, namun bukannya keluar pemuda itu malah menggigit telunjuk Laila dengan kesal, lalu kembali menangis.

"Hiks, ga ada airnya."

Laila menjatuhkan rahangnya ketika mendengar ucapan polos laki-laki itu.

"Mau susu!"

"Eden mau susu!"

Laila menggaruk tengkuknya yang terasa gatal karena ocehan pemuda asing itu.

"Tapi aku ga punya susu.".

"Hiks pasti ada."

Laila menaikkan sebelah alisnya ketika mendengar ucapan pemuda itu.

"Mana emangnya?"

Laila terpekik ketika dengan polosnya pemuda itu menekan dadanya dengan pelan.

"Hiks, kata Neo itu susu, tapi bukan susu formula tapi susu alami."

"Boleh ya, hiks."

Tanpa menunggu jawaban Laila, pemuda itu menarik Laila ke arah sofa di ujung bar.

Laila memberontak ketika laki-laki itu dengan seenaknya menarik dirinya, ia mencoba sekuat tenaga untuk lepas namun tidak berhasil.

"Awas, Laila mau pulang!"

"Aaa ga boleh hiks."

"Laila ndaak boleh pulang," ujarnya menangis kencang.

Meskipun begitu, Laila sama sekali tidak terpengaruh dengan hal itu, ia mendorong pemuda itu ketika pemuda itu ingin membuka kancing bajunya.

"Hiks, Eden minta maaf ya."

Laila yang tadinya memberontak tiba-tiba terdiam heran, lah kenapa laki-laki ini minta maaf? Pikirannya.

"Apakah otaknya mulai normal?" Bingung Laila membatin.

"Shhh," ringis Laila ketika sebuah jarum suntik itu di tusukkan ke arah lehernya.

Perlahan Laila kehilangan kesadarannya, terakhir yang ia lihat hanya pemuda itu yang terus mengucapkan kata maaf.

"Hiks, maaf tapi Eden mau susu."

Dengan berani pemuda itu membuka kancing baju Laila dengan pelan.

"Maaf ya," lirihnya.

______________

Figuran? Yeah it's me. Where stories live. Discover now