Figuran 02

53.9K 4.3K 12
                                    

Sinar matahari mulai menyinari bumi yang telah melewati masa gelap yang di selimuti taburan bintang, seakan memperlihatkan keindahan yang ada di langit tanpa mengetahui ada sosok gadis yang merasakan kegelapan sesungguhnya pada saat itu.

Laila mengucek matanya perlahan ketika sinar matahari itu sudah menyoroti tubuhnya yang putih pucat.

"Ternyata aku ketiduran."

Sadar akan apa yang terjadi ia kembali menangis, entah apa sebenarnya kehendak Tuhan hingga ia di takdirkan memiliki kehidupan yang seperti ini.

Di kehidupan sebelumnya ia adalah anak yatim piatu yang di besarkan di sebuah panti yang terletak jauh dari pusat kota, meskipun ia berada di panti yang seharusnya ia mendapatkan kenyamanan tapi malah mendapatkan kesengsaraan.

Ibu panti tersebut selalu menjadikan ia bahan pelampiasan amarah ketika ada donatur yang berhenti atau lupa memberikan dana kepada pantinya, bukan hanya itu jika ada anak panti yang membuat kesalahan maka Lailalah yang harus bertanggung jawab.

Laila menghapus air matanya ketika mengingat bahwasanya Figuran yang ia masuki jiwanya itu memiliki nama yang sama dengan dirinya.

Laila di dalam novel juga tidak memiliki orang tua, ia di besarkan di sebuah desa terpencil oleh sepasang wanita dan pria paruh baya yang sakit-sakitan.

Karena kondisi mereka, Laila berjuang untuk ikut mencari uang agar bisa menyembuhkan kedua orangtua angkatnya.

Hingga ia pergi ke kota dengan nekat, jadi saat di tawari bekerja hanya dengan modal menyajikan minuman dengan gaji tinggi, maka tanpa pikir panjang ia menyetujuinya tanpa tau konsekuensi yang ia dapatkan nantinya.

"Aku harus pulang, pasti ayah sama ibu udah panik cari aku."

Laila pulang melewati hutan-hutan untuk jalan pintas agar ia bisa sampai ke desa tempat Laila di besarkan di dalam novel.

Tanpa ragu ia memasuki hutan timbun tanpa takut sedikitpun, seakan tubuhnya sudah terbiasa dengan keadaan ini, sekitar lima jam ia berjalan hingga sampai ke gubuk tempat tinggal Laila.

Namun yang anehnya, jantungnya berdetak kencang ketika melihat pintu depan tidak terkunci, dengan cepat Laila memasuki rumah dan melihat kondisi ayah dan ibu angkatnya dengan keadaan menahan Isak tangis yang lebih besar.

Keduanya tengah berada di lantai dengan keadaan sungguh mengenaskan, wajah mereka penuh memar dan tak lupa dengan semua barang-barang yang telah di rusak.

"Hiks, ibu sama ayah kenapa?"

Laila menangis ketika melihat keadaan kedua orang tua angkatnya, wanita paruh baya yang mendengar itu tersenyum.

"Kemarilah nak," ujarnya lirih yang langsung di turuti oleh Laila.

"Pergilah ke kota nak, jangan pernah kembali ke sini."

"Tidak, Laila akan merawat kalian," tegas nya.

Pria paruh baya yang terbaring tidak jauh dari istrinya itu terkekeh pelan.

"Pergilah nduk, mereka akan ke sini sebentar lagi."

Laila menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kuat dengan Isak tangis pilu.

Dengan tenaga yang masih ada, pria paruh baya itu memberikan sebuah benda yang begitu berharga kepada Laila.

"Jangan kasih ini sama Laila, ini hiks punya ayah sama ibu," ucapnya menolak pemberian sang ayah angkat.

"Pergilah segera nak, mereka akan datang."

Setelah mengucapkan itu ibu dan ayah angkatnya menghembuskan napas terakhir, Laila meraung keras ketika merasakan tidak ada lagi orang yang akan menjadi sandarannya.

"Ha, ternyata anak si bapak tua itu sudah datang."

Laila yang masih bersedih atas kematian kedua orang tua angkatnya itu berbalik melihat seorang pria gendut yang menatapnya bernapsu.

"Jangan menangis sayang, aku akan menjadikanmu istriku," ucapnya mengusap bibir Laila.

"Tidak akan."

Pria yang mendengar itu langsung naik pitam dan menyeret Laila keluar dari gubuk itu dan melemparkannya ke luar.

Laila yang merasakan tubuhnya di lempar menahan Isak tangisnya yang ingin keluar, ia tidak boleh lemah.

Pria itu adalah seorang rentenir, Laila juga tau pasti pria itu yang menyiksa orang tuanya karena tidak mau menjadikan Laila sebagai pelunasan hutang.

Pria itu mencengkram dagu Laila dengan kuat, pria itu memandang gadis itu penuh benci ketika mengingat ia tidak pernah bisa mendapati gadis yang ada dicengkramannya itu.

Tanpa perasaan ia menendang gadis itu hingga membuat Laila kembali terjembab di tanah.

"Aku pasti gila karna pernah menyukai gadis pelacur seperti mu."

Ia berkata seperti itu ketika melihat banyak tanda yang ada di tubuh Laila, hal itu di buat oleh laki-laki brengsek yang telah merebut mahkotanya.

"Tapi sepertinya tidak ada salahnya untuk mencoba mencicipimu bukan?"

Laila yang mendengar itu menggelengkan kepalanya, ia memundurkan tubuhnya ketika pria gendut itu mendekati, dengan sisa keberanian yang ada, ia mengambil batu yang ada di belakang tubuhnya dan melemparkannya ke kepala pria gendut itu hingga kepalanya berdarah.

Laila berusaha lari ketika pria gendut itu mulai mengembalikan kesadaran, ia berlari masuk ke dalam hutan tanpa takut tak lupa membawa benda yang telah diberikan orang tua angkatnya sebelum pergi kabur dari pria gendut itu dengan sudah payah.

Karna tidak memperhatikan jalan, gadis itu terpleset hingga masuk ke dalam jurang yang di bawahnya ada sebuah sungai yang dalam.

Laila menutup matanya, menikmati detik-detik rasa sakit yang ia dapatkan ketika luka goresan yang ada di tubuhnya terkena air, tanpa melepaskan kotak yang sudah di berikan oleh orang tua angkatnya.

"Jika aku mati, ku harap aku tak pergi ke surga, karna aku tak pantas berada di sana."

Laila menutup matanya, memasrahkan dirinya di dasar sungai paling dalam, tak peduli jika nyawanya akan hilang, ia sudah terlalu lelah dengan dua kehidupannya.

Namun sebelum tubuhnya menyentuh dasar sungai tersebut, ia merasakan tubuhnya di bawa ke atas, namun karena sudah terlalu lemas ia tak terlalu peduli hingga kesadarannya menghilangkan ketika tubuhnya sudah berada di daratan.

"Mbak, kamu masih hidup kan mbak?"

Seorang anak laki-laki itu menepuk-nepuk wajah seorang gadis yang telah ia selamatkan. Edo melirik ke arah kotak hitam yang masih berada di genggaman gadis itu meski tampak sudah mulai melemah pegangannya.

Sebelumnya ia hanya berniat mencari ikan di sungai yang dalam itu, karena ia pernah mendengar kalau sungainya dalam maka ikan yang ada di sana kemungkinan akan sangat besar.

Namun belum selesai ia memasang umpan di pancingannya, ia melihat sosok gadis yang terjatuh dari jurang hingga tenggelam, tanpa pikir panjang ia menyelamatkan gadis itu.

"Mbak," panggilnya.

"Edo panggil bude aja kali ya."

"Mbak, maafin Edo ya, Edo tinggal buat panggil bude dulu," ucapnya pamit.

Selang beberapa waktu, Edo kembali datang bersama seorang wanita paruh baya yang tampak panik ketika mendengar cerita anaknya itu, dengan bergegas mereka mendatangi gadis yang berada di tepi sungai itu dengan tergesa-gesa.

"Nak, ini kudu kita bawa ke rumah sakit, panggilkan mang Ujang buat bawa Mbak ini ya."

Edo mengangguk lalu meninggalkan budenya untuk memanggil mang Ujang.

"Kamu punya masalah apa nduk?"

Wanita paruh baya itu menatap sayu kepada gadis yang telah diselamatkan oleh anaknya, tampak tubuh gadis itu sedang tidak baik-baik saja.

"Bude akan merawatmu."

__________

Figuran? Yeah it's me. Where stories live. Discover now