Figuran 29

9.7K 1.1K 53
                                    

Brak

Laila memasuki sebuah bilik kamar mandi yang sepi, mendekati wastafel dan segera mungkin membasuh wajahnya.

"Sakit, kepala Ila sakit."

Laila menjambak rambutnya ketika merasakan sesuatu yang seperti mengambil alih tubuhnya.

Ia mencoba berteriak, namun suaranya seakan tertahan oleh sesuatu.

Laila merosotkan tubuhnya ketika ia sudah tak mampu menopang berat badannya.

"Laila!"

Silver dengan cepat memeluk gadis itu ketika akan mencoba menutup mata.

"Lo kenapa?"

"Plis jangan gini, gue takut."

Laila hanya menatap Silver datar, ia tak membalas ucapan pemuda itu karena tubuhnya seperti di ambil oleh seseorang.

Karena sudah panik, Silver langsung menggendong Laila menuju arah UKS.

Orang-orang yang sedang mengikuti proses belajar mengajar sedikit curi-curi pandang ke arah mereka.

Silver menendang pintu UKS karena ia sulit untuk membuka pintu dengan tangannya.

Seorang dokter yang ada di UKS agak kaget karena melihat Silver menggendong gadis yang biasa mengantarkan makanan ke tempatnya.

Dia Arnold, seorang dokter muda yang menjalankan tugasnya sebagai dokter di SMA Meteor, entah apa yang membuat dokter muda itu mau bekerja di sekolah itu.

"Letakkan dia di sini."

Silver tanpa banyak bicara langsung meletakkan Laila di atas ranjang yang di tunjuk oleh Arnold.

"Dia kenapa?"

Silver menggelengkan kepalanya tidak tau, yang ia tau tadi Laila pasti salah paham karena posisi dirinya dengan Alana tadi, meskipun begitu hati kecil Silver agak senang mengingat sedikit wajah cemburu Laila ketika melihat mereka.

"Dia kelelahan."

"Saran saya, dia tidak bekerja dulu sampai tubuhnya kembali stabil."

Silver mengangguk, ia kemudian mendekati Laila, tanpa memperdulikan Arnold ia menggenggam tangan Laila yang agak dingin.

Silver tidak mengucapkan apa pun, namun jika seseorang melihat matanya maka di sana akan terlihat begitu khawatirnya Silver.

"Kau sakit?"

Silver menatap Arnold, sakit yang ia rasakan sudah tidak terasa lagi ketika melihat Laila malah menggantikan dirinya berbaring seperti tadi pagi.

"Tidak."

Arnold hanya menatap datar Silver yang masih menggenggam tangan Laila.

"Bawakan bubur untuknya."

Silver tanpa kata pergi untuk mengambil bubur, agar ketika Laila sadar ia bisa memakan bubur itu setelahnya minum obat.

Sebelum meninggalkan Laila, Silver menyempatkan dirinya untuk mengecup punggung tangan gadis itu.

Setelah kepergian Silver, Arnold mendekati gadis yang berbaring di ranjang UKS, atau lebih tepatnya wanita.

"Hai babe."

Arnold dengan lembut mengambil tangan Laila yang sempat di kecup oleh Silver tadi dan membersihkannya dengan tissue.

"Akhirnya kita bertemu, gadis nakal." Arnold tersenyum aneh, masih sangat jelas di ingatanya bagaimana rasa sakit dari tendangan maut gadis itu pada masa depannya kala itu di club.

Semenjak hari itu, Arnold berusaha mencari tahu semua tentang gadis itu, mulai dari kebiasaan hingga masa lalu, sampai ia mengetahui gadis itu ah, lebih tepatnya wanitanya telah mengandung.

Mata Arnold turun ke arah perut Laila yang mulai tampak menonjol.

"Aku tak keberatan harus menjadi ayah sambung untuk mereka."

Arnold terkekeh kecil, ketika melihat kening Laila mengerut dalam tidurnya.

Dengan pelan, Arnold mengusapnya dengan lembut, mencoba menenangkan gadis itu.

"Kenapa kau cantik sekali hm?"

Arnold sangat tidak menyangka ketika mengetahui masa lalu gadis itu yang kurang baik, dari ia yang di asuh oleh orang tua angkatnya hingga keduanya meninggal dunia, sampai tragedi gadis itu resmi menjadi seorang wanita.

"Andai waktu itu aku yang melakukan itu."

"Pasti yang di dalam perut mu ini adalah anak ku."

Tap

Tap

Tap

Arnold langsung mengambil jarak jauh dari Laila ketika mendengar suara langkah kaki yang mendekat.

Clek

"Daniel?"

Pemuda dengan Almamater dengan lambang OSIS itu sedikit membungkuk untuk menghormati dokter muda itu.

"Anda di panggil ke ruang kepala sekolah Sir."

Arnold tersenyum, lalu berkata akan segera menemui kepala sekolah, ia memang selalu tampak ramah di luar tanpa mereka ketahui ada sisi gelap dari dirinya yang tidak di ketahui oleh orang lain.

Seperti definisi lain di mulut lain di hati, Arnold mengumpati kepala sekolah yang memanggilnya itu.

"Dasar tua Bangka, ku harap dia cepat resign."

Daniel tetap berdiri di depan UKS, ia memang tidak akan pergi sebelum melihat dokter muda itu akan melakukan perintah dari kepala sekolah.

"Bisa kah kau pergi dulu? Saya akan menyusul."

Arnold memberikan senyumnya, namun Daniel hanya menatap datar dokter muda itu membuat Arnold mengumpat keras dalam hati.

"Siapa yang memilih anak ini menjadi Ketua OSIS!?"

"Anak ini sungguh membuat ku ingin mencincangnya."

"Baik, saya akan langsung pergi."

Karena kesal, Arnold menubruk bahu Daniel ketika melewati pintu, namun bukannya meminta maaf Arnold malah berpura-pura tidak tau.

Daniel tidak memperdulikan Arnold, ia malah melangkahkan kakinya menuju ranjang milik Laila, menyentuh kening gadis itu dengan pelan.

"Cepat sembuh."

Hanya dua kata itu yang bisa Daniel ucapkan, lalu ia pergi meninggalkan Laila.

Clek

Bunyi pintu tertutup membuat mata biru muda yang sempat tertutup itu langsung otomatis terbuka dengan mata melotot.

Lalu detik berikutnya mata itu berubah menjadi warna kuning.

Gadis itu turun dari ranjang, melangkahkan kakinya menuju toilet yang ada di UKS.

"Akhirnya aku bisa keluar."

Gadis dengan mata kuning itu mematut wajahnya di cermin dengan pelan, lalu menggigit jarinya dengan pose aneh.

"Aku tak percaya bisa kembali!"

Gadis bermata kuning itu berseru dengan senang, namun kesenangan itu hanya bertahan beberapa detik.

"Aku butuh darah."

Prang

Tanpa membuang waktu, gadis itu meninju cermin yang ada di depannya hingga pecah, tak lupa darah juga mengucur dari kepalan tangannya.

Lalu ia menghirup aroma darah itu dengan mata terpejam.

"Nikmatnya," lirih gadis itu.

___________

Part berikutnya menyusul setelah jam sembilan awokwaok.

See you next chapter. ☄️




Figuran? Yeah it's me. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang