BAB 13: ARNOV PARENT'S

100K 7.8K 137
                                    

"Bukankah dia sangat manis, bibi?."

Maid itu pun tersenyum, "Iya, tuan begitu manis saat bersama anda nyonya."

Lia tersenyum malu, ia begitu tersipu mendengar perkataan maid tersebut.

"Nyonya maaf menganggu anda, saya ingin menyampaikan jika orang tua tuan Arnov datang kemari" ujar salah satu maid yang menghampirinya untuk memberitahu.

Lia membulatkan matanya, kenapa mertuanya datang di saat Arnov sedang tidak ada di mansion. Wanita itu sangat canggung jika bertemu dengan mereka, apalagi dengan ayah mertuanya.

"Baiklah, aku akan menyambut mereka. Kau buatkan mereka minum dan camilan" titah Lia dan diangguki oleh maid tersebut.

Lia menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya, dirinya mencoba tersenyum ramah dan berjalan menuju ruang tamu.

Wanita itu mempertahankan senyum ramahnya saat melihat dua orang paruh baya tengah duduk di sofa.

"Ibu, apa kau sudah lama sampai di sini?" tanya Lia lalu mengecup punggung tangan wanita paruh baya itu.

"Astaga, kenapa kau masih memanggil Mama dengan sebutan ibu, hm? Kau harus memanggilku Mama."

Yoseline berseru heboh mendengar menantunya yang masih memanggil ia dengan sebutan itu.

Lia tersenyum kikuk, ia mengangguk pelan.

"I-iya, Mama."

"Bagus, sini Mama ingin mencium mu."

Lia mengangguk dan duduk di sebelah ibu mertuanya.

Yoseline mengecup dahi dan kedua pipi milik Lia, wanita paruh baya itu terlihat begitu menyayangi menantu cantiknya ini.

Lia tersenyum lembut, perasaannya begitu tenang saat berinteraksi dengan Yoseline. Ini kali pertama ia berhadapan dengan mertuanya sendiri, biasanya selalu ada Arnov walau mereka harus memerankan sebuah drama pasangan romantis.

"Ekhem" deheman keras mengalihkan perhatian Lia dan Yoseline.

Wanita paruh baya itu menepuk dahinya pelan lalu kembali menatap Lia sambil tersenyum.

"Kau lupa tidak menyapa Papa mu, Lia" ujar Yoseline sambil tertawa pelan.

Lia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia beranjak dari duduknya.

"Maaf emm-Om..." ucap Lia canggung lalu dirinya mencium punggung tangan ayah mertuanya itu.

Yoseline kembali mengoceh, "Lia kau harus memanggilnya Papa, apa wajahnya sangat mirip dengan om-om sehingga kau memanggilnya seperti itu?."

"Tidak Ma, hanya saja ak_" ucapannya terpotong.

Damian menatapnya dengan mata tajamnya, "Papa."

"Ha?"

"Damian memintamu untuk memanggilnya Papa, Lia. Astaga kau juga kenapa harus singkat-singkat saat berbicara" gerutu Yoseline tak habis pikir.

Para maid mengantarkan minum dan camilan lalu menghidangkannya di meja.

"Ma, Pa kalian minumlah" ujar Lia.

Yoseline mengangguk dan meminum sedikit segelas jus jeruk itu.

"Lia, kau mau menemani mama memasak?."

"Mama lapar? Biar maid yang memasakkannya, Ma" ujar Lia sambil merutuki dirinya sendiri. Astaga kenapa ia bisa lupa untuk menawari mereka makan.

"Tidak, entah kenapa mama ingin memasak" balas Yoseline sambil mengendikkan bahunya.

Lia menggeleng pelan, tak habis pikir dengan mama mertuanya ini.

Yoseline berdiri dan mengapit lengan Lia, "Ayo kita memasak."

Damian menghela nafas kasar, entah apa salahnya hingga selalu terlupakan.

_

Alana tengah memoleskan lipstik berwarna merah pada bibirnya, ia menatap pantulan dirinya pada cermin. Senyum miring tercetak di wajahnya kala sebuah rencana licik telah tersusun rapi.

Ia keluar dari toilet dan menuju ruangannya untuk mengambil beberapa berkas yang harus ditandatangani oleh sang atasan.

Alana membuka pintu ruangan sang atasan begitu saja tanpa mengetuknya terlebih dahulu.

Mata Arnov menyorot Alana dengan tajam, seharusnya kemarin ia langsung memecatnya.

Wanita itu berjalan ke arah Arnov sambil menggigit bibir bawahnya, ia menyelipkan anak rambut ke belakang telinga.

"Ini berkas yang harus kau tandatangani pak" ujar Alana sembari menatap Arnov dengan menggoda.

Alana semakin mendekati kursinya lalu menjatuhkan dirinya di pangkuan Arnov.

Mata tajam Arnov menggelap, jiwa iblisnya seakan ingin keluar.

"Sial_"

Cup

Alana lebih dulu mengecup pipi kiri Arnov, pria itu langsung membanting tubuh Alana.

"Sialan kau" umpat Arnov sembari mengusap pipi kirinya dengan kasar.

Lia saja belum pernah menciumnya di pipi kirinya tapi wanita itu dengan lancang menyentuhnya.

Arnov mencekik leher Alana bahkan badan wanita itu sampai terangkat hingga berdiri. Tenaga Arnov tidak main-main, ia begitu murka dengan kelakuannya.

"Jangan salahkan aku jika kau akan segera ku kirim ke neraka."

Alana menepuk pelan tangan kekar Arnov, wajahnya sudah memerah sebab kehabisan nafas.

"Le- lepas" ujarnya lirih, sungguh Arnov begitu kuat mencekiknya.

Tetapi Alana tidak pernah menyesal setidaknya ia sudah memiliki alat sebagai perusak rumah tangga Lia dan Arnov.

Leo memasuki ruangan tuannya saat mendengar keributan di sana. Ia sangat terkejut melihat apa yang terjadi.

"Tuan, tolong lepaskan dia nona Alana bisa mat_" sebuah buku tebal melayang kearahnya hingga mengenai pelipisnya.

"Jangan menghentikanku Leo atau kau yang akan jadi penggantinya" Arnov terus mencekik Alana tanpa belas kasihan.

Ia sudah memberikan peringatan pada wanita ini, tetapi sepertinya kematian lebih ditunggu oleh Alana daripada keselamatan.

Leo menelan ludahnya susah payah sambil mengusap pelipisnya yang lebam.

Arnov melepaskan cekikannya pada Alana saat wanita itu sudah tak sadarkan diri.

Bruk

Alana terkapar di lantai dengan leher yang membiru dan wajahnya terlihat pucat.

"Bawa dia ke rumah sakit" perintah Arnov pada Leo, "Aku sudah memecatnya."

Leo mengangguk dan menghampiri wanita malang itu. Ia membawanya ke rumah sakit sesuai dengan perintah Arnov.

Arnov menghela nafas kasar sembari mengusap pipi kirinya. Perasaan marah dan kecewa kini hinggap di dadanya, bagaimana jika Lia-nya tahu dan akan membencinya?

Ia akan segera melenyapkan wanita rubah. Ya! Sepertinya itu pilihan yang tepat.

_

Terimakasih ✨

ARNOVEA: Second Life His Wife Where stories live. Discover now