BAB 11: ARNOV OTHER SIDE

110K 8.3K 68
                                    

Suara jeritan kesakitan menggema di ruangan minim cahaya itu, seseorang tengah menancapkan pisau tajam pada lawannya yang diikat pada kursi. Tidak ada ekspresi yang dikeluarkan selain wajah datar, tangannya tidak berhenti mengoyak seluruh tubuh lawannya itu.

"Akhhhh, he-ntikan bodoh ini sangat sa-kittttt" jerit pria tua yang tengah diikat pada kursi.

Kaki pria tua itu berusaha menendang tubuh orang yang menyiksanya.

"Ck, menyusahkan" decak pria iblis tanpa ekspresi tersebut.

Ia mengambil parang lalu mengayunkannya pada pria tua itu.

Bles

Krak

Kedua kaki pria tua itu patah hingga terpental jauh dari posisinya.

"Akhhhhhh" jeritnya begitu keras, pria di depannya ini bagai malaikat maut yang sudah siap untuk menjemput ajalnya.

"Bu-nuh saja aku" merasa tidak kuat dengan rasa sakit, pria itu lebih baik jika mati saja daripada harus menanggung siksaan manusia iblis ini.

"Tidak semudah itu, tuan. Bukankah tangannya ini sangat lihai dalam menggelapkan dana perusahaan ku."

"Ah, aku lupa jika mulut busukmu ini juga pintar dalam memanipulasi setiap perkataan."

"Harus aku apakan tubuh nakalmu ini?."

Pria tua bergetar, sepertinya ia berkhianat di tempat yang salah. Dirinya yakin jika hari ini terakhir kali ia bisa melihat dunia.

Pria iblis itu memutar-mutarkan pisaunya di depan wajah pria tua, tanpa aba-aba ia menancapkan pisau tersebut tepat di bola matanya.

Erangan kesakitan begitu menggema membuat para penjaga yang berada di sana merinding.

Pria iblis itu terus menyiksa lawannya hingga tak bernyawa.

Terakhir ia merobek perut pria tua itu hingga semua isinya keluar. Wajah tampannya bahkan terkena bercak darah dari lawannya.

Ia membuang pisaunya ke sembarangan arah, lalu mata tajamnya menatap para penjaga yang siap diberikan perintah.

"Bereskan. Berikan jasadnya pada singaku" perintahnya.

"Baik, tuan Arnov."

Arnovea Delvan Nicholas, pria itu lebih berbahaya dan kejam dari yang dibayangkan. Membunuh orang yang berkhianat sudah biasa baginya. Ia bahkan kerap menyiksa mereka hingga tak berdaya.

Arnov memang kejam tetapi Lia tidak boleh melihat sisinya yang ini.

"Bukankah sebentar lagi aku harus memusnahkan dua hama itu" senyum mematikan tercetak di bibirnya membuat semua orang yang berada di sana bergetar.

Bukan hanya ini, masih ada satu hal tentang dirinya yang Arnov sembunyikan!

"Aish brengsek, aku merindukan Lia-ku" ia mengusap wajahnya yang terkena percikan darah tadi.

"Darah menjijikkan."

Ia segera mengganti pakaiannya dengan kemeja putih baru lalu membakar pakaian lama yang terkena noda darah.

Arnov mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh, jalanan begitu sepi sebab ini sudah begitu larut malam. Pria itu menatap lurus ke depan dengan datar hingga ia melihat seseorang yang begitu familiar tengah berjalan dengan was-was.

Pria tampan itu menghentikan mobilnya, dirinya mengambil pistol yang ada di sakunya. Membidik lengan sang target, ia dengan lihai menembak tepat sasaran.

Dorr

Arnov tersenyum miring, ia meniup ujung pistol miliknya.

"Loser."

_

Lia bangkit dari tidurnya kala dirinya merasa haus, meraih gelas di atas nakas yang kebetulan sudah habis. Wanita itu mendesah pelan melihat gelas minumnya kosong, ia pun dengan terpaksa turun ke bawah untuk mengambil minum.

Dengan langkah pelan dan mata yang tidak terbuka sepenuhnya, Lia menuruni tangga dengan hati-hati. Mulutnya tidak berhenti menguap sebab ini masih pukul 11.45 malam.

Sampai di dapur ia mengambil air dan segera meminumnya, meletakkan gelasnya di sembarangan tempat dan segera menuju kamar.

"Astaga" jerit Lia kaget saat melihat ada seseorang di belakangnya.

Wanita itu mengusap dadanya pelan kala ritme jantungnya tak beraturan.

"Kau mengagetkanku, Arnov" kesal Lia, ia memincingkan matanya melihat penampilan suaminya.

"Baru pulang kerja?" tanya Lia sambil menguap.

"Hm."

"Sudah makan malam atau ingin aku buatkan sekarang?" tawar Lia padahal matanya masih memerah sebab kantuk yang menyerang.

Arnov menggeleng, ia menarik tangan kecil Lia untuk kembali ke kamar.

Entah sebuah ide dari mana yang tiba-tiba muncul di otak cerdik Lia, wanita itu mengatakan sebuah keinginan.

"Apa aku boleh tidur di kamarmu?" tanya Lia saat keduanya menaiki tangga.

Arnov menghentikan langkahnya, menatap Lia yang lagi-lagi menguap.

Pria itu tersenyum miring lalu mengangguk.

"Tapi jangan menyesal."

Lia tersenyum senang, ia menganggukkan kepalanya dan mengekori Arnov menuju kamar suaminya itu.

Arnov membuka pintu kamarnya, aroma mint menguar di indra penciuman Lia.

"Harum" gumam Lia yang masih di dengar oleh pemilik kamar.

Wanita itu menaiki ranjang Arnov lalu merebahkan tubuh mungilnya di sana. Ia menatap Arnov yang tengah melepaskan jam tangan mahalnya. Matanya memberat hingga menutup dan menuju alam mimpi.

Arnov tersenyum tipis melihat Lia yang tengah tertidur. Ia pun segera membersihkan diri agar bisa mengistirahatkan tubuhnya.

Pria itu keluar dari kamar mandi dengan telanjang dada dan hanya mengenakan celana training panjang. Ia merebahkan tubuhnya di samping Lia, meraih tubuh mungil istrinya untuk dipeluk.

Arnov mengendus aroma Lia dan mulai mencium leher putih itu. Pria itu seakan merasakan ketenangan hidup.

Cup

Ia mengecup kening Lia dan mulai memejamkan matanya.

"Stay in my life, my Lia."

_

Terimakasih ✨

ARNOVEA: Second Life His Wife Onde as histórias ganham vida. Descobre agora