54

1.4K 203 14
                                    

Sebelum update, aku mau info dulu.

Hari ini, pre order hari terakhir novel Connected (novel yang berhubungan erat dengan Enchanted, sudah kayak kakak-adik pokoknya!)

PO di shopee dapat bonus banyak lho.

Kalian juga bisa pesan by WA 081297734438, dan pilih jasa pengiriman yang kamu mau!

(Kubisikin ya, ada extra part Connected yang bakal bikin kalian puasss banget!)

Jangan ketinggalan PO ya, biar bisa klaim bonusnya.

Makasiiiihhhhhh!!!


-------



"Kamu kenapa?" tanya Demas yang baru saja tiba di mejaku.

Kusandarkan punggung ke kursi, rasanya lelah. "Laper, capek, badanku rontok. Aku mau balik aja," balasku lesu sekali. "Kalau dipaksa kerja juga nggak bisa, udah nggak fokus," aduku.

Bukan hanya lelah secara fisik, tetapi mentalku juga capek. Sepertinya aku stres karena terus memutar otak untuk menyembuhkan penyakit di perusahaan klien.

Tangan Demas mengusap rambutku yang sudah tidak ada bentuknya. Dua jam lalu aku menguncir rambut asal-asalan dengan karet yang kutemukan di laci. Pasti aku jelek, untunglah Demas tidak banyak omong.

"Sekarang?" tanyanya.

"Iya."

"Tapi makan dulu ya di dekat sini, katanya lapar."

"Oke!" kataku cepat, seketika semangat sekali. "Makasih, Sayang. Muah!"

Demas menyipitkan matanya, wajahnya tampak sangar kalau tidak ada senyum sama sekali. Kok bisa ya aku suka sama cowok ini? Aneh, kan? Sudahlah, mungkin aku memang kena peletnya sih. "Rambutnya dibenerin dulu, kayak orang bangun tidur!" suruhnya sebelum berlalu ke ruangannya untuk membereskan meja dan mengambil tas kerja.

Aku juga merapikan mejaku, mematikan laptop yang sudah lelah, semua folder kuletakkan di sisi meja dengan rapi. Aku berjalan menuju lift setelah membetulkan kunciranku, menunggu Demas di sana.

Demas datang bersama Mas Damar, PM-ku yang juga baru mau pulang. Aku menyapa Mas Damar seadanya. Dia balas menegurku dan melirik Demas dengan tampang jenaka, "kalian ini cinlok ya?"

"Kebelutuan lagi sama-sama single, kalau cocok kenapa enggak?" ucap Demas, menyengir kecil.

Mas Damar melirikku lagi, "Kalau mau resign jangan mendadak ngabarinnya ya?"

"Siapa yang mau resign, Mas?" tanyaku seperti orang bodoh.

Mas Damar menyeringai, jail sekali tampangnya. "Siapa tahu lo mau fokus jadi IRT. Sudah ada kan calonnya?" Dia menunjuk Demas dengan dagunya.

"Eh?!" Aku langsung salah tingkah.

Demas tertawa kalem, tangannya merangkul lenganku. Tepat saat itu pintu lift terbuka, kami bertiga masuk.

---

Demas sibuk memanggang daging segar untukku, sementara aku sibuk mengunyah daging yang baru matang, rasanya gurih dan panas. Katanya Demas sudah makan jam lima tadi, sehingga malam ini dia tidak terlalu kelaparan.

"Udah, cukup!" Aku menahan tangannya supaya tidak mengambil daging mentah lagi. Lalu kuambil gelasku, menyesap minum sambil memerhatikan wajah Demas yang masih segar.

"Mama kamu gimana soal aku?" Tentu saja Demas ingin tahu reaksi Mama setelah kedatangannya hari Sabtu kemarin.

Aku meletakkan gelas di sisi kanan, mengusap mulut dengan tisu. "Katanya kamu baik, boleh juga dijadiin mantu."

ENCHANTED | EndWhere stories live. Discover now