23

1.6K 193 14
                                    

23



Pengembangan software tidak sesederhana kelihatannya, tidak jadi dalam waktu semalam seperti sebuah sihir atau sulapan. Ada beberapa prosedur yang harus dilewati oleh sebuah produk atau aplikasi sebelum diserahkan pada customer kami tercinta. Mulai dari mencari masalah dan penawar yang paling tepat, mendesain aplikasi, menuliskan source code, melakukan pertemuan penting dengan para stakeholder, mendeliver dokumen, mengawasi seluruh development, sampai memastikan bahwa software layak dirilis dan diberikan pada curtomer.

"Coba lo cek, sampai mana auditnya." Mas Amran melirikku dari balik kacamata tanpa bingkai, menyuruhku menyambangi divisi sebelah, yaitu divisi QA.

"Siap." Aku mengangguk mantap, berlalu pergi dari ruangan Mas Amran.

Kantor divisi QA ada di dekat kantor para project manager, dengan kondisi ruangnya yang lebih lapang karena diisi oleh banyak orang dan banyak meja kerja. Aku menarik handle pintu dan masuk ke sana. Vibes-nya angker, serius, dan sibuk. Mana ada orang cengar-cengir di sini.

"Sini, Joy!" Mas Bian mengangkat tangannya, dia adalah programmer senior yang bekerja denganku. "No bug, aman, insyaAllah clear!" lanjut Mas Bian dengan gerakan tangannya.

"Amin," cakapku senang, melangkah ke dekatnya.

Di depan Mas Bian ada seseorang sedang melakukan pengetesan pada aplikasi kami untuk memastikan customer experience yang baik. Saat ini project lamaku sedang memasuki tahapan uji kualitas sebelum tanggal perilisan, aplikasi itu harus lolos QA di divisi internal audit and quality assurance. Setelah memastikan aplikasi itu sesuai dengan standar perusahaan dan pemerintah, maka lolos uji dan timku bisa segera mengimplementasikan pada klien.

Aku mencolek lengan Mas Bian ketika sudah berdiri di dekatnya. "Yang nguji siapa?" tanyaku penasaran, "Mas Gading ke mana?" kepalaku celingukan mencari sosok yang biasa menguji software dari timku. "Oh, I see..." tiba-tiba aku ingat sesuatu.

"Bulan lalu kan dia pamit, mau pergi ke luar negeri. Lupa ya? Kebanyakan job nih kayaknya, apa kurang minum?" ledek Bian.

Aku melempar senyum kecut. "Satu bulan lalu, mana ingat sih? Kerjaan banyak, Mas."

Bian mengangguk, lalu menepuk sandaran kursi di depannya. "Dia yang bakal handle software kita selanjutnya, QA baru di ITA. Udah kenalan?"

Aku mengangkat bahu, kalau tidak ada kepentingan dengan QA ngapain aku harus ke sini?

Pria yang sedang duduk dan memakai kemeja biru gelap itu berdiri, masih memperlihatkan punggungnya yang lebar dan kokoh, rambutnya dipotong pendek, kulit lehernya sawo matang. Dia menoleh pada Bian, "Aplikasinya sudah maksimal, fiturnya sesuai standar. Good."

Bian tersenyum senang. "Rilis?"

Pria berkemeja biru itu mengangguk. "Yes."

"Alhamdulillah." Bian menepuk lenganku, masih tersenyum lebar. "Oh ya, Joy ... ini Demas. Demas, ini Joy anak analis sistem yang ngurus software ini." Bian mengenalkanku pada Demas tanpa merasa curiga sama sekali.

Aku meneguk ludah dengan susah payah. Saat Demas membalik badan dan berbicara pada Bian, rasanya seperti ada yang memukul kepalaku dengan palu godam. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, diam di tempat, kakiku juga terasa kaku.

Demas menjulurkan tangannya, bersikap santai, seolah kami tidak pernah bertemu sebelumnya. Apa dia ingin kami seperti ini? Oke, akan kuladeni.

Setelah menarik napas dalam-dalam, kusambut uluran tangannya yang gentle. "Semoga bisa bekerja sama."

ENCHANTED | EndWhere stories live. Discover now