19

1.5K 201 3
                                    

Yakin nih nggak penasaran sama Zoya? Apa yang Demas rasakan saat bilang "No"?

Cek di KK deh!
Sudah di post Minggu kemarin ya

Hidden Part hanya ada 10 bagian aja, jangan sia-siakan kesempatan buat baca di KK dengan harga yang mudah dijangkau ya gengs!



***

Inas mengejarku di tangga menurun, dia menyelipkan tas mukenanya di ketiak kanan dan tangan kirinya menarik bahuku lembut. "Tunggu, tunggu."

Aku menoleh setelah berhenti di tengah tangga. "Apa?" tanyaku sambil menguncir rambut yang lebat dan sudah panjang. Lama-lama risih juga punya rambut sepanjang ini, nanti kupotong kalau ada waktu.

"Mau kemana lo?" Inas mengawasiku dengan mata menyipit. "Kok bawa tas make up segala?"

Aku menenteng tas yang dimaksud Inas, tadinya kusampirkan ke lengan tangan. "Bukan, lo salah. Ini mukena."

Inas langsung meraih tasku dan membuka ritsletingnya, memastikan bahwa isinya memang mukena bahan tipis yang bisa dilipat sesuka hati dan tidak makan tempat. "Tasnya nipu!"

"Sengaja, biar nggak banyak yang heran." Balasku seraya menyusuri anak tangga demi menuju mushola di lantai bawah. "Gara-gara gue ingat kata-kata lo pas puasa kemarin, gue jadi shalat lima waktu tahu nggak, sudah kebiasaan."

"Gue bilang apa memangnya?" Inas mensejajariku, kami akhirnya menginjak lantai datar.

"Lo bilang gini, ibadah jangan pilih-pilih, puasa tapi nggak sholat, dua-duanya itu wajib hukumnya. Nah, sejak itu gue shalat lima kali sehari, sampai sekarang." Kutekankan kata "lima kali" sambil menatap bola matanya yang berbinar.

"Alhamdulillah, lo mendingan setelah dapat hidayah!" sahut Inas berbangga.

"Makasih," aku menyengir. Beruntung sekali punya teman shaliha.

Sudah 60 hari lebih terlewati, setelah patah hati aku harus melalui bulan yang penuh dengan berkah dan ampunan dari Allah SWT., lalu melalui hari Raya Idul Fitri yang penuh dengan kebahagiaan dan juga tekanan.

Benar, kami sebagai umat manusia yang beragama Islam sangat senang menyambut hari kemenangan yang jatuh pada tanggal 1 Syawal. Namun di sana aku pun tertekan ketika bertemu banyak saudara dari ujung Sumatera sampai Papua. Semua menanyakan hal yang sama, perkara pendampingku di hari raya, entah itu pacarku atau calon suamiku.

MasyaAllah, sabar ... sabar.

Sepertinya itu bukan hanya derita diriku seorang, pasti di belahan bumi lain juga ada orang yang merasakan hal seperti itu, kan? Capek ditanya semua kerabat tentang calon imamnya.

Karena tak mau membuat mereka sakit hati dengan jawaban sarkasku, aku hanya melempar senyum semanis madu hutan kesana-kemari. Membiarkan mereka tetap sibuk berkicau seperti burung Beo. Melihatku tak bisa apa-apa, mamalah yang berbicara langsung pada mereka dan membuat mulut semua orang seperti dilem.

"Jodoh, mati, rezeki kan di tangan Allah. Semua sudah ada yang ngatur. Aku juga nggak ribet minta Zoya cepetan kasih cucu, buatku yang penting anakku satu-satunya ini hidupnya happy, dan kalau belum nikah, aku jadi punya teman di rumah. Masih banyak yang harus kami kerjakan bersama sebelum dia dijemput orang." Papar Mama, membuatku bangga.

Lalu setelah acara halal bihalal keluarga rampung, aku berbegas keluar rumah Oma dan pulang ke Jakarta. Ngomong-ngomong waktu itu kami berkumpul di rumah Oma dari jalur Papa, semua keluarga besar Papa hadir ke Tangerang.

Selama bulan suci Ramadan kemarin, aku juga berusaha mengobati patah hatiku dengan banyak berdoa, serta rajin-rajin perawatan agar tetap kinclong agar ada kesempatan untuk bertemu dengan orang yang tepat.

ENCHANTED | EndWhere stories live. Discover now