15

1.5K 171 6
                                    

Sejak Alya resign, aku merasa kesepian di divisi ini. Pasalnya aku tidak dekat dengan orang lain selain Alya dan Inas, aku sudah cocok dengan mereka walau karakter kami berbeda. Sekarang tak ada manusia yang bisa diajak kongkow di sela-sela jam kerja. Kutatap meja Alya yang lapang, sedih.

Tak ada yang bisa mendengar ceritaku dengan Demas lagi. Aku lebih leluasa bercerita tentang Demas pada Alya, mungkin karena sejak awal aku terbuka padanya, meja kami juga dekat. Sementara Inas duduknya kejauhan, kami juga beda divisi. Aku dan Inas sudah jarang makan siang bersama karena dia sering dipanggil meeting saat jam istirahat tiba. Benar-benar mengecewakan.

Aku membalik agendaku, mencatat hal penting yang harus aku kerjakan siang ini, yaitu report untuk Mas Amran. Tanganku menarik file dari sebelah, membuka jobdesk Alya yang dilimpahkan padaku. Ini mudah, hanya pengawasan dalam perawatan sistem aplikasi yang sudah diluncurkan pada customer. Sebentar lagi rampung, aku bisa duduk tenang dan bernapas lega.

Ting!

Ponselku berbunyi. Aku malas membukanya, paling itu Rio. Siapa lagi yang suka menggangguku dijam kerja begini kalau bukan Rio?

Bruk!

Sebuah benda terjatuh saat aku menarik file dari tumpukan. Aku menunduk untuk mengambilnya di kolong meja, tapi seseorang sudah berjongkok dan mengangkat post it yang tadi terjatuh.

"Rio?" mataku membelalak. Bukannya dia baru saja mengirim pesan? Kok orangnya sudah sampai di sini? Ajaib! Aku menggeleng karenanya.

"Kaget gitu, gue bukan hantu." Selorohnya sambil berdiri, dia meletakkan post it di atas agendaku. "Makan yuk, mau jam dua belas."

"Eng..." Aku bingung sesaat. "Lo tadi WA gue?"

Rio menyender ke mejaku. "Kapan?"

"Tadi!" balasku menuntut.

Rio mengecek ponselnya dan menunjukkan chat terakhirnya padaku, pukul sembilan pagi.

Seketika kuraih ponsel dan membuka password-nya, kutemukan satu pesan dari Demas. Tanpa sadar aku tersenyum.

"Cantik banget kalau gitu," suara Rio kembali terdengar, menyadarkanku dari kegilaan ini. "Makan yuk!" ajaknya lagi, berdiri tegap di sisi kursiku.

Aku menggeleng sekali. "Ada janji."

"Sama Inas?"

Bohong sedikit nggak masalah, kan? "Menurut lo, sama siapa lagi?" ucapku seyakin mungkin, agar dia percaya bahwa aku tidak bisa keluar dengannya.

"Yah." Rio tampak kecepa. "Next time janji ya!" pintanya sebelum berlalu.

Aku tak menggubris dan langsung membuka pesan Demas.



Demas

Gue dekat tempat lo.

Aku

Mau ketemu?

Demas

Bisa keluar, kan?

Aku

Bisa

Demas

Fastfood seberang mau?

Aku

Boleh.



Tidak apa-apa, hari ini aku bisa makan apa saja demi bersama Demas. Lupakan sejenak kalori, karbohidrat, gula dan asupan lainnya yang akan masuk ke lambungku. Aku tidak butuh timbangan, yang aku butuhkan hanyalah waktu bersama Demas.

ENCHANTED | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang