Wajahku masih kutekuk saat tak ada kabar dari Demas, padahal aku dan Inas sudah menempati meja di sudut sepi dan ada dua bangku kosong. Harusnya dia ke sini, menyusulku, sekarang...

Aku tak nafsu menyendok sayur brokoli yang biasanya terlihat menggoda, sejak tadi tanganku mengaduk-aduk nasi putih tanpa minat. Sementara itu Inas terlihat lahap memakan ayam bakarnya dengan tangan.

Kuedarkan pandangan ke segala arah, siapa tahu ada Demas di sini dan sedang mencariku. Siapa tahu ... dan ternyata benar, dia ada di sini.

"Beb, sini!" pekikku setelah mengangkat tangan tinggi-tinggi, senyumku langsung merekah begitu saja. Ah, senangnya.

Inas melirikku judes. "Bab-beb-bab-beb. Mesra amat kayaknya," selorohnya.

Demas menghampiri meja kami, duduk di sebelahku dan meletakkan makanannya di meja. "Hai, Nas!" sapanya ramah. Dia dan Inas sering berinteraksi untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan, tak heran kalau sudah akrab begini.

Inas hanya mengangguk saat Demas menyapanya, mulutnya dipenuhi daging ayam.

Aku langsung menarik piring Demas dan menyerahkan nasi putihku yang masih utuh, setengahnya lagi sudah kucincang tanpa bentuk. "Makan yang banyak!"

Demas menggeleng-geleng, tapi tidak protes sama sekali.

"Yang ngajakin jadian bukan Zoya, kan?" sepertinya Inas tidak percaya kalau Demas yang memohon diberikan kesempatan. Ya ampun, gadis itu ... kalau dia bukan sahabatku sudah pasti aku tendang dari meja ini.

"Jangan ribut, makan aja," kataku kesal. "Pacar gue nggak suka diinterview gituan."

"I see. Mas Demas kok mau sih sama Zoya, dia kan anaknya pecicilan dan genit!" Inas benar-benar tega mengatakannya.

Demas mesem tanpa menjawab.

Aku menatap Inas dengan tampang sewot. "Dia yang anteng butuh teman dan kekasih kayak gue, yang rame dan cantik. Ngerti lo sekarang?" balasku percaya diri.

"Lo yang kayaknya butuh pengimbang seperti Mas Demas yang kalem dan tenang. Lo berisik!" ucap Inas tanpa diduga, persis seperti kata-kata Alya tempo hari.

"Resek!" aku mengacak nasi Inas dengan garpuku.

"Tuh kan nggak ada jaim-jaimnya depan cowok sendiri." Inas menarik piringnya, menjauhi tanganku.

Aku menatap Demas yang sejak tadi menjadi penikmat cek-cok kami berdua. "Nggak perlu jaim, dia sudah ilfeel kok sama gue. Ya kan, Beb?"

"Serius kalian bab-beb depan gue? Gue pindah duduk aja deh!" Inas benar-benar akan bangkit saking enegnya mendengar panggilan sayangku pada Demas.

Aku menahan tangannya, memohon. "Jangan. Temenin kita biar nggak berdua, bahaya." Kulirik Demas yang tetap tenang di sisiku. Aku takut tiba-tiba mencium pipinya lagi seperti waktu itu.

Inas mendesah, mencoba sabar menghadapi kekonyolanku saat ini.

"Udah sini aja. Gue janji nggak akan bab-beb lagi di meja ini." Aku mengangkat tangan kananku, "beneran janji!"

Inas akhirnya mengangguk, tetap duduk di seberangku dan kembali menikmati makan. Belum lama meja kami hening, tiba-tiba Demas mengajukan pertanyaan yang membuatku nyaris tersedak.

"Parfum kamu apa sih? Baunya nyegat banget."

Aku menolehkan wajah padanya, tidak berkedip sama sekali. Hanya Demas laki-laki yang mengomentari aroma parfum Parisku ini.

Aku memang baru membelinya, bukan jenis yang biasa kupakai sehari-hari, aku memilih ini karena konon bisa menarik perhatian lawan jenis. Eh, ternyata aku gagal. Demas terlihat tidak sreg dengan wanginya.

"Ckckck," Inas menggumam, menggeleng-geleng. "Lo pakai yang baisa aja sih, Joy. Enak dan fresh aja, nggak menggoda gini aromanya." Komentarnya pedas, makin ke sini mulut Inas semakin mirip denganku dan Alya.

"Apa salahnya coba hal baru?" balasku cuek.

Demas meletakkan sendok di piringnya, meraih gelas minum, diam sesaat sebelum bicara lagi. "Yang biasa kamu pakai itu ... yang wanginya sampai sore. Itu kamu banget, kalau ini ... aku kayak lagi di mana gitu."

Aku menyipitkan mata pada Inas yang senyam-senyum meledekku. Kutatap wajah kekasihku lagi. "Iya, besok." Kataku agak ketus. "Memang kalau aroma ini kamu bayanginnya kayak lagi di mana sih?"

Sudut bibir Demas terangkat ke atas, dia tersenyum kecil. "Kayak lagi dibawa traveling ke pulau nggak berpenghuni. Paham kan maksudnya?"

Aku menggeleng-geleng, meminta petunjuk pada Inas, dia juga tidak tahu.

Sekian detik aku berpikir. Oh, mungkin ini jawabannya. "Maksud kamu kayak tersesat?" Tebakku akhirnya.

"Makan aja, habisin sayurnya biar sehat," ucapnya lirih. Dia tidak mau membahas urusan parfum lagi dan benar-benar mengawasi isi piringku yang harus kuhabiskan sampai bersih.






__________

Baru juga jadian, Yayang sudah bawel aja

Kenapa sih sama aroma yang meledak-ledak itu?

Nggak suka atau kegoda banget?

Wkwkwkwkwk

Kak, udah vote belum? Siapa tahu lupa, kan ... 🤣🤣  tengkyuuu!


ENCHANTED | EndWhere stories live. Discover now