Demas sudah menungguku ketika aku sampai di restoran cepat saji ini. Tempatnya benar-benar di seberang gedung kantorku. Banyak orang kantoran sudah menempati meja lainnya, sebagiannya lagi diisi para eksekutif muda yang tampilannya benar-benar mencolok.

"Hai," sapaku sambil duduk.

Demas tersenyum tipis.

Aku menatap meja yang sudah dipenuhi pesananku dan dia. Setelah membalas pesannya, dia langsung meneleponku dan menanyakan pesananku di resto ini. Aku tinggal duduk manis dan makan. Ada satu burger, dua nasi dan ayam, satu cola, dan terakhir iced milo yang pastinya milikku.

Demas menatap makanan di depannya, aku kaget ketika melihatnya memesan burger juga sebagai santapan siang ini.

"Makannya banyak banget?" komentarku sambil mengaduk minuman.

"Laparnya nggak ketahan."

Aku tertawa mendengarnya.

"Lagi ngapain tadi?"

"Kerja aja. Lo dari mana? Kok bisa terdampar di sini?" yang kutahu kantor Demas di daerah Kuningan. "On site ya?"

Demas menjawab dengan anggukan, mulutnya penuh dengan burger yang baru digigitnya. Kami mengobrolkan ini-itu sambail makan, sampai ketika mataku menangkap sosok yang sangat kukenal. Inas.

"Lo sama siapa?" Inas sudah berdiri di sebelah kursiku, menunduk dan berbisik di telinga.

Aku tersenyum pada Inas, mengedipkan mata. Dia belum pernah melihat Demas alias Slamet. "Mas, kenalin ini sahabatku dan Alya, namanya Inas." Kataku pada Demas.

Demas mengangguk tanpa ekspresi, masih menatap Inas.

Aku menyenggol lengan Inas. "Ini Demas alias sepupunya Alya!" ucapku ceria.

"Oh, yang Mas Slamet itu?" Inas menekan bahuku agak kencang, seperti sedang meremas dan melimpahkan sesuatu yang dipendamnya.

"Iya." Aku mengangguk dan mengusir tangannya dari bahu. "Lo mau makan? Duduk sini, bareng." Ajakku baik hati.

Inas menggeleng dan menunjuk pesanannya di tangan kanan. Dia pesan untuk take away. "Mau sambil kerja. Gue balik duluan deh!" dia menekan bahuku sekali lagi, meremasnya.

"Iya. Hati-hati." Sahutku tertekan. Inas belalu dari tempat ini.

Demas terlihat anteng di tempatnya, tidak sadar kalau tadi aku sempat mendapatkan serangan dari Inas. Setelah ini, Inas pasti akan mengejarku untuk menginterogasiku habis-habisan.

Aku menunggu Demas menghabiskan potongan ayam terakhirnya. "Mau tambah lagi?" ledekku. "Masih muat, kan?"

Demas mendorong badannya ke belakang, menepuk-nepuk perut dengan senyuman tipis sekali. "Kenyang. Alhamdulillah."

Aku menyesap iced miloku sampai tandas. "Bill-nya tadi berapa?"

"On me." Jawabnya singkat dan jelas.

"Thanks ya."

"My pleasure."

Aku senang sekali dengan kebaikannya hari ini. Aku pikir hubunganku dan dia ada kemajuan, sedikit demi sedikit. Sayangnya kami harus berpisah begitu jam menunjukkan pukul satu. Dia harus kembali ke kantornya, aku juga harus kembali ke mejaku.



---



Pintu kaca terbuka, aku melangkah masuk ke ruangan tim pengembangan, ruang kerja Inas yang super dingin sampai dinding kacanya berembun. Inas fokus menatap monitor lebar di depannya, sudah mengenakan sweater dan bantal leher. Pasti dia sudah tak tahan dengan suhu di sini dan ingin segera pulang ke kost-an.

ENCHANTED | Endحيث تعيش القصص. اكتشف الآن