Bab 32 | Usaha Pelarian

15 3 1
                                    

Kain putih gading menyumpal mulut gadis yang kehilangan kesadarannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kain putih gading menyumpal mulut gadis yang kehilangan kesadarannya. Sementara kedua tangannya terikat di atas headboard dan kakinya menekuk dengan tali membelit kedua pergelangan kaki hingga pergerakannya jadi terbatas. Napas Revina terasa pendek-pendek terdengar. Mungkin karena sesak yang ia rasakan usai meneguk minuman yang menimbulkan sensasi terbakar pada tenggorokan.


Revina yang baru pertama kali mencicipinya, sudah kolaps duluan. Padahal niatnya, ia ingin lebih dulu mencerca Revina dengan segudang perbuatan yang membuat gadis itu jera.

Bosan. Detik demi detik telah berlalu. Ia gunakan sebagian besar untuk menunggu kesadaran Revina pulih kembali. Jika ingin melancarkan aksinya, ia membutuhkan kesadaran gadis itu agar ambisinya terpuaskan. Namun, menunggu terlalu lama juga bukan opsi terpenting karena membuatnya makin jemu.

“Sial!”

Ia menendang kursi tanpa sandaran bahu dan tangan dengan kesal. Hidungnya berkedut hingga berakhir dengan dengkus tak sabaran, lantaran orang yang dinantikannya malah nyaman terlelap.

Langkah lebarnya ia percepat. Ketika sampai di sisi tubuh Revina yang terbaring, ia menarik rambut Revina sampai-sampai gadis itu sepenuhnya menengadahkan kepala, menghadap kepadanya. “Lo tuh, gadis munafik, nyusahin, dan yang paling gue benci dari lo...,” Sebelah tangan yang lain, ia gunakan untuk membelai wajah mulus Revina yang masih terlelap. Bahkan dari jarak sejengkal ini, harus ia akui jika tubuh Revina memang mengeluarkan harum bayi yang mampu mengikat perangai asli seseorang terkuak. “Lo terlalu sempurna sebagai orang yang berdosa,” desisnya.

Sejemang kemudian, terdengar suara lenguhan dari bibir mungil itu. Ia pun menyeringai. “Bangun!” katanya, sambil menjambak rambut Revina hingga membuat gadis yang masih setengah diri mengumpulkan kesadarannya, kini merintih kesakitan.

Ketika kedua mata Revina terbuka sepenuhnya, ia mengerjap pelan. Sensasi pening yang menghantam kepalanya, disertai rasa perih yang berasal dari tarikan rambutnya, membuat mata Revina terpaksa menatap sosok laki-laki itu.

Sosoknya masih sama seperti yang terakhir kali Revina lihat, menggunakan topeng setengah wajah dengan senyuman yang tercetak pada wajahnya membuat Revina merinding. Sebab, dari tampilannya saja, ia mempunyai firasat buruk. Revina mencoba menyumpah-serapahi laki-laki yang kini  memandangnya dengan pandangan hina.

“Jangan berontak! Itu tak akan berguna.” Peringatan dari laki-laki itu begitu memuakkan bagi Revina. Apalagi dengan tidak sopannya, tangan laki-laki itu menjelajahi leher Revina.

Gadis itu berontak, hingga menggerakkan kakinya supaya terlepas dari jeratan tali. Ia memalingkan muka saat sosoknya berusaha menyentuh wajahnya. Revina bersumpah dalam hati, bahwa ketika selesai dengan kasus ini, ia akan menuntut pada perilaku bejat laki-laki itu.

Two SideWhere stories live. Discover now